Disamping drama Korea atau K-Pop idol, ada satu hal lagi yang patut dibanggakan oleh Korea Selatan. Sejak tahun 2012, Korsel telah menempati posisi teratas di
dunia dalam kategori kualitas pendidikan dan sekolah. Siswa usia
sekolah di Korsel memiliki kemampuan menyelesaikan persoalan matematika,
science, maupun tingkat literasi yang lebih tinggi dari siswa negara manapun di dunia. Bahkan kebanyakan siswa Korea mampu menyelesaikan soal matematika kelulusan SMA-SMA di Eropa yang idealnya dikerjakan dalam durasi 1 jam, hanya dalam waktu 15 menit saja.
Bagaimana
siswa-siswa di Korsel itu bisa begitu pintarnya? Uniknya jika sekilas
dibandingkan dengan juara sebelumnya di tahun 2012 yaitu Finlandia,
sistem pendidikannya justru berbeda jauh. Finlandia menekankan kualitas
dibandingkan kualitas jam belajar, dengan 5 jam sekolah disertai banyak
jam istirahat. Sedangkan di Korsel, siswa sekolah terutama anak-anak
SMA seringkali baru pulang sekolah jam 10-11 malam. Bukan karena
nongkrong bareng teman di mall atau jalan-jalan sore untuk cuci
mata, mereka benar-benar duduk manis belajar di sekolah sampai jam 10
malam. Penasaran ‘kan alasan dibalik dedikasi waktu tinggi untuk
pendidikan yang menurut kita kelewat ekstrem itu? Yuk disimak bersama!
1. Sejak zaman Joseon, pendidikan sudah diyakini sebagai satu-satunya jalan untuk memperbaiki nasib dan naik status dalam kelas sosial
Rakyat jelata bisa bermartabat jika masuk akademi pendidikan Sungkyunkwan via www.kdramalove.com
Sistem
kelas sosial yang kaku di kerajaan Korea, dimana garis keturunan
menentukan apakah kamu termasuk kelompok bangsawan atau jelata mulai
berubah di dinasti Joseon. Tiap tahunnya rakyat jelata diberi kesempatan
mengikuti ujian nasional untuk jadi pegawai kerajaan yang strata
sosialnya setara dengan bangsawan. Bagi orang Korea sejak itulah
pendidikan diyakini sebagai jalan keluar satu-satunya untuk keluar dari
kemiskinan sekaligus menaikkan martabat keluarga untuk generasi
selanjutnya. Wajar saja jika pendidikan dipandang sebagai pertarungan
hidup dan mati dalam konteks budaya tersebut. Dan ternyata nilai
tradisional itu masih mengakar kuat hingga saat ini.
2. Meski tak ada lagi pemisahan antara bangsawan atau rakyat jelata, ujian nasional masuk perguruan tinggi bergengsi itu masih dianggap pertarungan hidup dan mati untuk harga diri
Jika ditanya apa yang tidak berubah di Korea sejak zaman Joseon
hingga sekarang, mungkin jawabannya adalah obsesi rakyatnya terhadap
ujian nasional. Kecenderungan menilai ‘kualitas’ seseorang dari hal-hal
materiil seperti kepemilikan harta maupun lulusan dari universitas mana,
pastilah tidak hanya terjadi di Korsel. Tapi lebih dari negara lain,
masyarakat Korsel tampaknya terobsesi dengan riwayat pendidikan untuk
mengukur kesuksesan seseorang. Buktinya hampir semua pegawai yang
direkrut Samsung, Hyundai, atau perusahaan raksasa lain hanyalah mereka
yang berasal dari universitas SKY atau Seoul National University, Korea University, dan Yonsei University di Seoul.
Alhasil,
almamater tak pelak jadi identitas diri yang selalu melekat sepanjang
hidup. Mereka yang bisa masuk SKY, otomatis dianggap memiliki masa depan
cerah. Yang gagal diyakini hidupnya bakal biasa saja. Banyak juga yang
terus mencoba sampai bertahun-tahun lamanya. Hari ujian masuk perguruan
tinggi sudah dianggap layaknya perayaan nasional. Semua orang turun ke
jalan memberi semangat mereka yang ujian. Seakan-akan akan maju ke medan
perang.
3. Untuk ujian terpenting dalam hidup itu, pelajar SMA di Korsel rela hanya tidur 4-5 jam per hari. Sekolah buka sampai jam 11.30 untuk menyediakan ruang belajar malam bagi siswa
Yang dapat pertukaran pelajaran di Korea semasa SMA, pasti sudah
paham realita mencengangkan ini. Meski jam sekolah secara resmi berakhir
sore sekitar jam 3, pelajar SMA tidak akan meninggalkan sekolah sampai
larut malam. Ada sesi belajar mandiri yang wajib dilakukan oleh siswa
setelah jam sekolah berakhir. Siswa diharapkan belajar sendiri di ruang
kelasnya dengan guru jaga yang sesekali berkeliling mengecek. Mereka
yang termasuk golongan rajin, seringkali akan belajar di sekolah sampai
tutup mendekati tengah malam. Karena guru dan orangtua sama-sama
menanamkan keyakinan bahwa ujian masuk perguruan tinggi adalah hal
terpenting dalam hidup sejak kecil, banyak siswa yang benar-benar rela
belajar sampai tengah malam di sekolah.
4. Disamping belajar di sekolah, hagwon atau tempat-tempat les juga jadi saksi nyata dedikasi tinggi pelajar Korea. Saking populernya, guru-guru hagwon sampai terkenal bak selebriti
Disiarkan bak selebriti, video tutor terkenal pun laris via daumcdn.net
Kalau tidak belajar di sekolah, maka dipastikan anak-anak SMA kelas 3 di Korsel akan dapat kamu temui di hagwon atau tempat les. Dari hagwon biasa sampai yang spesialisasi matematika atau Bahasa Inggris, ada semua. Bisnis hagwon adalah
salah satu bisnis paling menguntungkan di Korsel. Salah satu faktornya
adalah kesediaan orangtua membayar biaya berapapun demi pendidikan anak.
Korsel adalah negara dimana pengeluarannya untuk pendidikan privat
seperti hagwon, tertinggi di dunia. Banyak keluarga yang menghabiskan lebih dari sepertiga total pendapatannya, hanya untuk biaya hagwon anaknya. Tak jarang juga keluarga Korea rela terpisah atau berpindah rumah demi bisa mendekatkan diri dengan sekolah atau hagwon terbaik.
5. Jika dilihat dari ranking kualitas pendidikan paling baru, dedikasi tinggi dari semua pihak itu jelas terlihat hasilnya. Tapi apakah obsesi terhadap pendidikan ini akan baik untuk masa depan Korsel?
Siswa
Korsel memang terbukti jadi yang paling unggul ketika diberi tugas
menyelesaikan soal-soal ujian. Tapi ternyata keunggulan tersebut tidak
bertahan ketika usia responden digeser jadi usia kerja di umur 30-an,
dimana hidup penuh tantangan nyata yang lebih sulit dibanding soal
ujian. Keunggulan pendidikan Korsel itu tampaknya luntur di dunia kerja
yang masih sangat kaku. Karena deskripsi sukses yang sangat sempit,
banyak lulusan dengan nilai baik pun memilih menganggur dibandingkan
bekerja di perusahaan tidak bergengsi. Sistem pendidikan yang terobsesi
dengan nilai dan kuantitas jam ini, tampaknya justru bukan indikasi yang
baik dalam jangka panjang.
Belum lagi masalah-masalah sosial yang
timbul dari gaya hidup ekstrem warganya yang terobsesi dengan
pendidikan. Sudah rahasia umum bahwa Korsel juga menempati peringkat
pertama terkait kasus bunuh diri remaja usia sekolah. Tiap tahunnya
banyak cerita pilu dari siswa-siswa yang melompat di atap sekolah karena
tidak tahan dengan tekanan untuk terus belajar.
Pemerintah Korea sudah mulai menanggapi kritikan tersebut dengan menerapkan beberapa aturan baru, seperti adanya curfew atau jam malam bagi hagwon atau
sekolah untuk tutup lebih awal. Sekolah-sekolah juga dihimbau untuk
memperbanyak aktivitas di luar kelas seperti festival olah raga. Tapi
selama sikap masyarakat secara keseluruhan tidak berubah, anak-anak ini
sendiri akan terus merasa tertekan untuk terus mendapatkan nilai
tertinggi dan masuk universitas terbaik. Efektif sih, tapi nyata tak
baik bagi masa depan.
Sumber : https://www.blogger.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar