JAKARTA, (PR).- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atau Kemendikbud membantah penghapusan pendidikan agama di sekolah. Pendidikan agama justru diperkuat melalui kegiatan ekstrakurikuler.
"Upaya untuk meniadakan pendidikan agama itu tidak ada di dalam agenda reformasi sekolah sesuai arahan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud)," kata Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat (BKLM) Ari Santoso di Jakarta, seperti dilansir Kantor Berita Antara, Rabu, 14 Juni 2017.
Ari menjelaskan pendidikan keagamaan yang selama ini dirasa kurang dalam jam pelajaran pendidikan agama justru akan semakin diperkuat. Cara penguatannya melalui kegiatan ekstrakurikuler.
Mendikbud Muhadjir Effendy, kat Ari, sudah menyatakan dengan tegas. Sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 23 Tahun 2017, sekolah dapat bekerja sama dengan lembaga pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan karakter yang sesuai dengan nilai karakter utama religius atau keagamaan.
Ari juga mengatakan Mendikbud pernah memberi contoh penerapan penguatan pendidikan karakter yang dilakukan beberapa kabupaten. Contohnya, Kabupaten Siak yang memberlakukan pola sekolah sampai pukul 12.00 WIB. Setelah itu, dilanjutkan dengan belajar agama bersama para ustad. Bahkan, siswa diberi makan siang dengan dana yang diambil dari Angagran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
"Kemudian Mendikbud menyampaikan pola yang diterapkan Kabupaten Pasuruan. Seusai sekolah, siswa belajar agama di madrasah diniyah. Hal itu sesuai dengan pasal 5 ayat 6 dan ayat 7 Permendikbud tentang Hari Sekolah yang mendorong penguatan karakter religius melalui kegiatan ekstrakurikuler," kata Ari.
Termasuk pula di dalamnya, kata ARi, kegiatan di madrasah diniyah, pesantren kilat, ceramah keagamaan, retreat, katekisasi, baca tulis Alquran dan kitab suci lainnya.
Pikiran Rakyat sebelumnya memberitakan, Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mendesak Menteri Pendidikan Muhadjir Effendy menangguhkan kebijakan belajar 8 jam sehari dan 5 hari sekolah dalam satu minggu pada tahun ajaran baru 2017/2018. Kebijakan ini akan mengharuskan pembelajaran di sekolah berlangsung hingga sore hari. JPPI memandang hal itu mengebiri bahkan mematikan penyelenggaraan pendidikan keagamaan Islam yang selama ini telah berlangsung.
Rrencana Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia untuk memberlakukan kebijakan sekolah lima hari menimbulkan pro kontra. Komisi X DPR RI menjadi satu dari sekian suara yang memilih kontra pada wacana tersebut. Wakil Ketua Komisi X DPR Ferdiansyah mengatakan kalau dipaksakan bukan tidak mungkin rencana tersebut akan menimbulkan gejolak di masyarakat.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar