Bulan Ramadhan adalah bulan Ibadah, bulan berbuat baik, bulan kebaikan, bulan simpati, bulan pembebasan dari neraka, bulan kemenangan atas nafsu, dan kemenangan. Pada bulan tersebut, Allah melimpahkan banyak kerunia kepada hamba-hamba-Nya dengan dilipatgandakan pahala dan diberi jaminan ampunan dosa bagi siapa yang bisa memanfaatkannya dengan semestinya. Berikut ini kami hadirkan beberapa amal-amal utama yang sangat ditekankan pada bulan Ramadhan.
10 keutamaan bulan ramadhan yang paling utama:
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا
إِلَى سَبْعمِائَة ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَّا الصَّوْمَ
فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ
أَجْلِي لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ وَفَرْحَةٌ
عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ وَلَخُلُوفُ فِيهِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ
رِيحِ الْمِسْكِ
“Setiap amalan anak Adam akan dilipatgandakan pahalanya, satu
kebaikan akan berlipat menjadi 10 kebaikan sampai 700 kali lipat. Allah
‘Azza wa Jalla berfirman, ‘Kecuali puasa, sungguh dia bagianku dan Aku
sendiri yang akan membalasnya, karena (orang yang berpuasa) dia telah
meninggalkan syahwatnyadan makannya karena Aku’. Bagi orang yang
berpuasa mendapat dua kegembiraan; gembira ketika berbuka puasa dan
gembria ketika berjumpa Tuhannya dengan puasanya. Dan sesungguhnya bau
tidak sedap mulutnya lebih wangi di sisi Allah dari pada bau minyak
kesturi.” (HR. Bukhari dan Muslim, lafadz milik Muslim)
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Siapa berpuasa Ramadhan imanan wa ihtisaban (dengan keimanan dan
mengharap pahala), diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari
dan Muslim)
Tidak diragukan lagi, pahala yang besar ini tidak diberikan kepada
orang yang sebatas meninggalkan makan dan minum semata. Ini sesuai
dengan sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam,
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
“Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan
perbuatannya, maka Allah tidak butuh dengan ia meninggalkan makan dan
minumnya.” (HR. Al-Bukhari dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu) ini
merupakan kiasan bahwa Allah tidak menerima puasa tersebut.
Dalam sabdanya yang lain, “Jika pada hari salah seorang kalian
berpuasa, maka janganlah ia mengucapkan kata-kata kotor, membaut
kegaduhan, dan juga tidak melakukan perbuatan orang-orang bodoh. Dan
jika ada orang mencacinya atau mengajaknya berkelahi, maka hendaklah ia
mengatakan, ‘Sesungguhnya aku sedang berpuasa’.” (HR. Bukhari dan
Muslim)
Maka jika Anda berpuasa, maka puasakan juga pendengaran,
penglihatan, lisan, dan seluruh anggota tubuh. Jangan jadikan sama
antara hari saat berpuasa dan tidak.
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa yang menunaikan shalat malam di bulan Ramadan dengan
keimanan dan mengharap pahala, diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Allah Ta’ala berfirman,
وَعِبَادُ الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا
وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَامًا وَالَّذِينَ
يَبِيتُونَ لِرَبِّهِمْ سُجَّدًا وَقِيَامًا
“Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang
yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang
jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik. Dan orang
yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka.”
(QS. Al-Furqan: 63-64)
Qiyamul lail sudah menjadi rutinitas Nabi Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam dan para sahabatnya. ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha berkata,
“Jangan tinggalkan shalat malam, karena sesungguhnya Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tidak pernah meninggalkannya. Apabila
beliau sakit atau melemah maka beliau shalat dengan duduk.” (HR. Abu
Dawud dan Ahmad)
Umar bin Khathab Radhiyallahu ‘Anhu biasa melaksanakan shalat malam
sebanyak yang Allah kehendaki sehingga apabila sudah masuk pertengahan
malam, beliau bangunkan keluarganya untuk shalat, kemudian berkata
kepada mereka, “al-shalah, al-Shalah.” Lalu beliau membaca:
وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا نَحْنُ نَرْزُقُكَ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَى
“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan salat dan
bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki
kepadamu, Kami lah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik)
itu adalah bagi orang yang bertakwa.” (QS. Thaahaa: 132)
Dan Umar bin Khathab juga biasa membaca ayat berikut:
أَمَّنْ هُوَ قَانِتٌ آنَاءَ اللَّيْلِ سَاجِدًا وَقَائِمًا يَحْذَرُ الآخِرَةَ وَيَرْجُو رَحْمَةَ رَبِّهِ
“(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang
yang beribadah di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia
takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya?” (QS.
Al-Zumar: 9)
Ibnu Umar Radhiyallahu ‘Anhuma berkata, “Luar biasa Utsman bin
Affan Radhiyallahu ‘Anhu” Ibnu Abi Hatim berkata, “Sesungguhnya Ibnu
Umar berkata seperti itu karena banyaknya shalat malam dan membaca
Al-Qur’an yang dikerjakan amirul Mukminin Utsman bin Affan Radhiyallahu
‘Anhu sehingga beliau membaca Al-Qur’an dalam satu raka’at.”
Dan bagi siapa yang melaksanakan shalat Tarawih hendaknya
mengerjakannya bersama jama’ah sehingga akan dicatat dalam golongan
qaimin, karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah bersabda, “Siapa
yang shalat bersama imamnya sehingga selesai, maka dicatat baginya
shalat sepanjang malam.” (HR. Ahlus Sunan)
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam adalah manusia paling
dermawan. Dan beliau lebih demawan ketika di bulan Ramadhan. Beliau
menjadi lebih pemurah dengan kebaikan daripada angin yang berhembus
dengan lembut. Beliau bersabda, “Shadaqah yang paling utama adalah
shadaqah pada bulan Ramadhan.” (HR. al-Tirmidzi dari Anas)
Sesungguhnya shadaqah di bulan Ramadhan memiliki keistimewaan dan
kelebihan, maka bersegeralah dan semangat dalam menunaikannya sesuai
kemampuan. Dan di antara bentuk shadaqah di bulan ini adalah:
a. memberi makan
Allah menerangkan tentang keutamaan memberi makan orang miskin dan
kurang mampu yang membutuhkan, dan balasan yang akan didapatkan dalam
firman-Nya:
وَيُطْعِمُونَ الطَّعَامَ عَلَى حُبِّهِ مِسْكِينًا وَيَتِيمًا
وَأَسِيرًا إِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللَّهِ لَا نُرِيدُ مِنْكُمْ
جَزَاءً وَلَا شُكُورًا إِنَّا نَخَافُ مِنْ رَبِّنَا يَوْمًا عَبُوسًا
قَمْطَرِيرًا فَوَقَاهُمُ اللَّهُ شَرَّ ذَلِكَ الْيَوْمِ وَلَقَّاهُمْ
نَضْرَةً وَسُرُورًا وَجَزَاهُمْ بِمَا صَبَرُوا جَنَّةً وَحَرِيرًا
“Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin,
anak yatim dan orang yang ditawan. Sesungguhnya Kami memberi makanan
kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridaan Allah, kami tidak
menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih.
Sesungguhnya Kami takut akan (azab) Tuhan kami pada suatu hari yang (di
hari itu) orang-orang bermuka masam penuh kesulitan. Maka Tuhan
memelihara mereka dari kesusahan hari itu, dan memberikan kepada mereka
kejernihan (wajah) dan kegembiraan hati. Dan Dia memberi balasan kepada
mereka karena kesabaran mereka (dengan) surga dan (pakaian) sutera.”
(QS. Al-Nsan: 8-12)
Para ulama salaf sangat memperhatikan memberi makan dan
mendahulukannya atas banyak macam ibadah, baik dengan mengeyangkan orang
lapar atau memberi makan saudara muslim yang shalih. Dan tidak
disyaratkan dalam memberi makan ini kepada orang yang fakir. Rasullullah
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Wahai manusia, tebarkan salam,
berilah makan, sambunglah silaturahim, dan shalatlah malam di saat
manusia tidur, niscaya engkau akan masuk surga dengan selamat.” (HR.
Ahmad, Tirmidzi, dan dishahihkan oleh Al-Albani)
Sebagian ulama salaf ada yang mengatakan, “Aku mengundang sepuluh
sahabatku lalu aku beri mereka makan dengan makanan yang mereka suka itu
lebih aku senangi dari pada membebaskan sepuluh budak dari keturunan
Islmail.”
Ada beberapa ulama yang memberi makan orang lain padahal mereka
sedang berpuasa, seperti Abdullan bin Umar, Dawud al-Tha’i, Malik bin
Dinar, dan Ahmad bin Hambal Radhiyallahu ‘Anhum. Dan adalah Ibnu Umar,
tidaklah berbuka kecuali dengan anak-anak yatim dan orang-orang miskin.
Ada juga sebagian ulama salaf lain yang memberi makan
saudara-saudaranya sementara ia berpuasa, tapi ia tetap membantu mereka
dan melayani mereka, di antaranya adalah al-Hasan al-Bashri dan Abdullah
bin Mubarak.
Abu al-Saur al-Adawi berkata: Beberapa orang dari Bani Adi shalat
di masjid ini. Tidaklah salah seorang mereka makan satu makananpun
dengan sendirian. Jika ia dapatkan orang yang makan bersamanya maka ia
makan, dan jika tidak, maka ia keluarkan makanannya ke masjid dan ia
memakannya bersama orang-orang dan mereka makan bersamanya.
b. Memberi hidangan berbukan bagi orang puasa
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Siapa yang
memberi berbuka orang puasa, baginya pahala seperti pahala orang
berpuasa tadi tanpa dikurangi dari pahalanya sedikitpun.” (HR. Ahmad,
Nasai, dan dishahihkan al-Albani)
Dan dalam hadits Salman Radhiyallahu ‘Anhu, “Siapa yang memberi
makan orang puasa di dalam bulan Ramadhan, maka diampuni dosanya,
dibebaskan dari neraka, dan baginya pahala seperti pahala orang berpuasa
tadi tanpa dikurangi sedikitpun dari pahalanya.”
. . . Sesungguhnya shadaqah di bulan Ramadhan memiliki keistimewaan
dan kelebihan, maka bersegeralah dan semangat dalam menunaikannya
sesuai kemampuan. . .
Dan ini sudah kami ulas dalam tulisan yang lalu berjudul: Teladan Salaf Dalam Membaca Al-Qur’an di Bulan Ramadhan.
5. Duduk di masjid sampai matahari terbit
Adalah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, apabila shalat
Shubuh beliau duduk di tempat shalatnya hinga matahari terbit (HR.
Muslim). Imam al-Tirmidzi meriwayatkan dari Anas, dari Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, beliau bersabda,
مَنْ صَلَّى الْغَدَاةَ فِي جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللَّهَ
حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَانَتْ لَهُ
كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ
“Siapa shalat Shubuh dengan berjama’ah, lalu duduk berdzikir kepada
Allah hingga matahari terbit, lalu shalat dua raka’at, maka baginya
seperti pahala haji dan umrah sempurna, sempurna , sempurna.”
(Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani)
Keutamaan ini berlaku pada semua hari, lalu bagaimana kalau itu
dikerjakan di bulan Ramadhan? Maka selayaknya kita bersemangat
menggapainya dengan tidur di malam hari, meneladani orang-orang shalih
yang bangun di akhirnya, dan menundukkan nafsu untuk tunduk kepada Allah
dan bersemangat untuk menggapai derajat tinggi di surga.
Adalah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam senantiasa
beri’tikaf pada bulan Ramadhan selama 10 hari. Dan pada tahun akan
diwafatkannya, beliau beri’tikaf selama 20 hari (HR. Bukhari dan
Muslim). I’tikaf merupakan ibadah yang berkumpul padanya bermacam-macam
ketaatan; berupa tilawah, shalat, dzikir, doa dan lainnya. Bagi orang
yang belum pernah melaksanakannya, i’tikaf dirasa sangat berat. Namun,
pastinya ia akan mudah bagi siapa yang Allah mudahkan. Maka siapa yang
berangkat dengan niat yang benar dan tekad kuat pasti Allah akan
menolong. Dianjrukan i’tikaf di sepuluh hari terakhir adalah untuk
mendapatkan Lailatul Qadar. I’tikaf merupakan kegiatan menyendiri yang
disyariatkan, karena seorang mu’takif (orang yang beri’tikaf) mengurung
dirinya untuk taat kepada Allah dan mengingat-Nya, memutus diri dari
segala kesibukan yang bisa mengganggu darinya, ia mengurung hati dan
jiwanya untuk Allah dan melaksanakan apa saja yang bisa mendekatkan
kepada-Nya. Maka bagi orang beri’tikaf, tidak ada yang dia inginkan
kecuali Allah dan mendapat ridha-Nya.
Telah diriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, beliau bersabda,
عُمْرَةً فِي رَمَضَانَ حَجَّةٌ
“Umrah pada bulan Ramadhan menyerupai haji.” (HR. Al-Bukhari dan
Muslim) dalam riwayat lain, “seperti haji bersamaku.” Sebuah kabar
gembira untuk mendapatkan pahala haji bersama Nabi Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam.
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur’an) pada malam
kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan
itu lebih baik dari seribu bulan.” (QS. Al-Qadar: 1-3)
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,
وَمَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Dan siapa shalat pada Lailatul Qadar didasari imandan mengharap
pahala, diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Adalah Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berusaha mencari Lailatul
Qadar dan memerintahkan para sahabatnya untuk mencarinya. Beliau juga
membangunkan keluarganya pada malam sepuluh hari terakhir dengan harapan
mendapatkan Lailatul Qadar. Dalam Musnad Ahmad, dari Ubadah secara
marfu’, “Siapa yang shalat untuk mencari Lailatul Qadar, lalu ia
mendapatkannya, maka diampuni dosa-dosa-nya yang telah lalu dan akan
datang.” (Di dalam Sunan Nasai juga terdapat riwayat serupa, yang
dikomentari oleh Al-hafidz Ibnul Hajar: isnadnya sesuai dengan syarat
Muslim)
. . . Lailatul Qadar berada di sepuluh hari terakhir Ramadhan,
tepatnya pada malam-malam ganjilnya. Dan malam yang paling diharapkan
adalah malam ke 27-nya, sebagaimana yang diriwayatkan Muslim. . .
Terdapat beberapa keterangan, sebagian ulama salaf dari kalangan
sahabat tabi’in, mereka mandi dan memakai wewangian pada malam sepuluh
hari terakhir untuk mencari Lailatul Qadar yang telah Allah muliakan dan
tinggikan kedudukannya. Wahai orang-orang yang telah menyia-nyiakan
umurnya untuk sesuatu yang tak berguna, kejarlah yang luput darimu pada
malam kemuliaan ini.
Sesungghnya satu amal shalih yang dikerjakan di
dalamnya adalah nilainya lebih baik daripada amal yang dikerjakan selama
seribu bulan di luar yang bukan Lailatul Qadar. Maka siapa yang
diharamkan mendapatkan kebaikan di dalamnya, sungguh dia orang yang
jauhkan dari kebaikan.
Lailatul Qadar berada di sepuluh hari terakhir Ramadhan, tepatnya
pada malam-malam ganjilnya. Dan malam yang paling diharapkan adalah
malam ke 27-nya, sebagaimana yang diriwayatkan Muslim, dari Ubai bin
Ka’ab Radhiyallahu ‘Anhu, “Demi Allah, sungguh aku tahu malam keberapa
itu, dia itu malam yang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
memerintahkan kami untuk shalat, yaitu malam ke-27.” Dan Ubai bersumpah
atas itu dengan mengatakan, “Dengan tanda dan petunjuk yang telah
dikabarkan oleh Ramadhan Shallallahu ‘Alaihi Wasallam kepada kami,
matahari terbit di pagi harinya dengan tanpa sinar yang terik/silau.”
Dari ‘Aisyah, ia berkata: Wahai Rasulullah, jika aku mendapatkan
Lailatul Qadar, apa yang harus aku baca? Beliau menjawab, “Ucapkan:
اللَّهُمَّ إنَّك عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي
“Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf, menyukai pemberian maaf
maka ampunilah aku.” (HR. Ahmad dan al-Tirmidzi, dishahihkan Al-Albani)
Sesungguhnya malam dan siang Ramadhan adalah waktu-waktu yang mulia
dan utama, maka manfaatkanlah dengan memperbanyak dzikir dan doa,
khususnya pada waktu-waktu istijabah, di antaranya:
– Saat berbuka, karena seorang yang berpuasa saat ia berbuka memiliki doa yang tak ditolak.
– Sepertiga malam terkahir saat Allah turun ke langit dunia dan
berfirman, “Adakah orang yang meminta, pasti aku beri. Adakah orang
beristighfar, pasti Aku ampuni dia.”
– Beristighfar di waktu sahur, seperti yang Allah firmankan, “Dan
di akhir-akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah).” (QS.
Al-Dzaariyat: 18)
. . . Sesungguhnya berpuasa tidak hanya sebatas meninggalkan makan,
minum, dan hubungan suami istri, tapi juga mengisi hari-hari dan
malamnya dengan amal shalih. . .
dengan memperbanyak bernbuat baik di bulan ramadhan, diharapkan
tuhan segera melihat, bukan untuk kita mendapatkan pahala dari kebaikan
itu, tapi karena kita berharap tuhan akan semakin baik kepada kita,
dengan memberikan apapun yang kita inginkan baik itu berbentuk ampunan,
ataupun berbentuk kemudahan untuk semua persoalan yang kita hadapi atau
bahkan berupa kemudahan dalam mencari rizki yang halal dan baik.
Demikian 10 ibadah yang paling utama untu meraih keutamaan dan keistimewaan bulan ramadhan,,
tulisan diatas juga bisa anda semua gunakan sebagai contoh pidato
agama ataupun sebagai referensi anda dalam memberikan sambutan ceramah
agama teutaa untuk disampaikan dibulan ramadhan,,, semoga
bermanfaat.!!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar