Menyontek adalah satu istilah yang begitu terkenal dalam dunia
pendidikan zaman sekarang. Mulai dari Anak Sekolah dasar hingga
mahasiswa pascasarjana banyak yang terjerat dalam penyakit yang
mematikan intelektualitas dan karakter ini. Untuk Indonesia, kecilnya
angka kejujuran di UNAS seolah menjadi tanda-tanda bahwa menyontek
adalah bencana nasional. Darurat nasional sepertinya harus segera
diberlakukan.
Menyontek bukan hanya bencana nasional, namun telah menjadi pandemi atau
bencana internasional. Seperti misalnya di Amerika Serikat, berdasarkan
laporan penelitian yang dilakukan Profesor Donald McCabe dari Rutgers
University pada tahun 2005, ditemukan bahwa 70% dari siswa SMA sampel
penelitiannya ternyata sering melakukan menyontek dalam ujian. Kemudian
60% menyatakan sering mengopi (plagiasi) tugas-tugas artikel atau
makalah.
Kasus di Inggris yang menghebohkan adalah laporan mengenai 50.000
mahasiswa (dalam tiga tahun) tertangkap menyontek. Adapun angka
menyontek tertinggi terdapat pada University of Kent. Disusul kemudian oleh University of Westmenster.
Peristiwa menyontek di ujian dan plagiasi menjadi semakin parah dengan semakin canggihnya teknologi informasi. Internet dan smartphone, dengan
ukuran mini dapat menjangkau berbagai macam informasi dari seluruh
dunia dengan cepat. Hal ini diperparah, terutama di daerah pinggiran,
oleh kemampuan guru untuk beradaptasi dengan teknologi masih kalah dari
siswa.
Mengapa ketidakjujuran akademik alias menyontek dilakukan? Sebuah
penelitian psikologi yang dilakukan oleh Charles Drake pada tahun 1941
dan 1969 menyebutkan bahwa sebab utama aktivitas menyontek adalah
tekanan dan rasa takut untuk gagal. Tekanan dan rasa takut pada
anak-anak sekolah biasanya didapatkan dari orang tua yang kurang
mengerti kondisi anak dan memberi mereka target yang tidak sesuai.
Tuntutan yang tidak realistis dari orang tua dapat menyebabkan anak menyontek
Bagi orang yang sudah lebih dewasa, kemungkinan menyontek bukan lagi
berasal dari tekanan orang tua. Bisa jadi karena menyontek telah menjadi
kebiasaan, pengaruh teman-teman sesama mahasiswa, keinginan berprestasi
namun tidak mampu-malas dan juga peluang besar untuk melakukannya.
Tentu saja sebab-sebab dari dalam diri sendiri lebih besar pengaruhnya
daripada sebab-sebab eksternal seperti teman dan kesempatan.
Rujukan:
https://en.wikipedia.org/wiki/Cheating
http://www.independent.co.uk/student/news/uk-universities-in-plagiarism-epidemic-as-almost-50000-students-caught-cheating-over-last-3-years-a6796021.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar