Sabtu, 23 Mei 2015

Hafidz Qur’an Ini Tanggapi Bacaan Quran Langgam Jawa


Hidayatullah.com — Ahmad Muzakkir Abdurrahman, peraih Juara Terbaik I kategori 30 Juz pada Musabaqah Hafalan al-Quran & Hadits Pangeran Sultan Bin Abdul Aziz Alu Su’ud (MTQH) tingkat Nasional tahun 2010, turut mengikuti pemberitaan soal pembacaan Al Qur’an dengan langgam Jawa di Istana Negara, beberapa waktu lalu.

Saat ditanya pendapatnya soal Al Qur’an yang dibaca dengan langgam Jawa itu, dia bilang sah-sah saja. Tapi dia menegaskan dengan adanya pengecualian.

“Asalkan langgam tersebut menyesuai dan tidak menyalahi hukum tajwid yang sudah ditetapkan para qurro atau ulama dibidang Al-Qur’an,” katanya dalam obrolan dengan hidayatullah.com, Rabu (20/05/2015).

Anak muda yang tercatat sebagai mahasiswa Universitas Ahgaff, Tarim Hadhramaut, Yaman, ini mengaku mendaraskan pendapatnya tersebut berdasarkan pendapat Imam Al Jazari yang mengatakan bahwa setiap orang yang membaca Al Qur’an diwajibkan untuk membacanya dengan metode tajwid yang benar. Dan, barangsiapa yang tidak memperbaiki tajwid bacaanya maka dia termasuk orang yang berdosa.

Dia menjelaskan, di dalam Syarah al Jazariyyah, diterangkan seperti apakah orang yang bacaannya tidak bertajwid? Yaitu bacaan yang tidak sesuai dengan hukum bacaan Al Qur’an dan bisa merubah makna.

“Kesimpulannya, selama bacaan tersebut masih dalam koridor tajwid dan tidak merubah makna masih diperbolehkan,” imbuhnya.

Namun Muzakkir menegaskan, sekiranya bacaan Al Qur’an dengan langgam Jawa atau lainnya hanya akan menjadi bahan ejekan atau permainan yang tidak sesuai dengan hikmah Al Qur’an, maka hal tersebut tidak dilakukan berlandaskan kaidah fifih yakni menjauhi dampak negatif lebih diutamakan.

Lulusan Paket

Ahmad Muzakkir Abdurrahman bukanlah seorang dosen. Pria yang telah menghafal Al Qur’an 30 Juz ini pada tahun 2010 lalu didaulat mewakili Indonesia pada level MHQH Tingkat Asia Fasifik yang digelar di Jakarta.

Berkah dari hafalan al-Qur’an rupanya telah mengantarkannya bisa diterima sekolah di mana-mana. Terutama kampus Islam di luar negeri. Dia sempat ditawari untuk tes dan masuk ke Universitas Madinah, Saudi Arabia. Namun Muzakkir menolak.

“Soalnya Wagub (Kaltim, red) sudah duluan memberi beasiswa ke Universitas Ahgaff, Tarim Hadhramaut, ndak enak kalau ngambil yang lain lagi,” kata anak dari Abdurrahman Daeng Lopo dan Sitti Aisyah Gani Tamba ini suatu kali pada wartawan hidayatullah.com.

Muzakkir mengaku, menghafal al-Qur’an sebenarnya sangat mudah. “Kuncinya satu, baca!,” katanya.

Al-Qur’an pada dasarnya sangat mudah dipelajari dan dihafalkan. Yang kadang jadi masalah, kata dia, adalah beban dalam diri yang selalu menuntut untuk menambah dan menambah. Padahal perkara menambah jumlah hafalan sangat mudah, justru yang susah adalah mempertahankan nya.

Muzakkir punya trik khusus untuk selalu bisa mengingat hafalannya. Caranya, setiap hari minimal dia harus mengaji atau mengulang hafalan sebanyak 2 halaman. Itu bisa dilakukan sambil duduk, jalan-jalan, atau bahkan sambil bermain Facebook.

“Kalau benar-benar sibuk dan waktunya sempit, ya satu halaman cukup,” ujar  lulusan Pondok Pesantren Riyadhul Jannah Pacet, Mojokerto, Jawa Timur dan Pondok Pesantren Syaikh Muhammad Arsyad Al-Banjari, Balikpapan, Kalimantan Timur (Kaltim) ini.*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar