BANJARMASINPOST.CO.ID, JAKARTA - Perubahan kurikulum yang dilakukan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan akan diimplementasikan pada 2013 nanti tak lepas dari rumor. Kabar beredar perubahan kurikulum ini lantaran cucu Wakil Presiden Boediono. Apa hubungannya?
"Rumor ini kita tak pernah dengar sendiri. Ada kisah Pak Boediono heran, cucunya membawa buku dalam tasnya seberatnya tujuh kilo. Sebagai Wapres, cerita ini pasti didengar Kemendikbud, terus ditindaklanjuti," ujar Sekjen FSGI Retno Listiyarti di Kantor ICW, Jakarta, Minggu (25/11/2012).
Menurut Retno, cerita adanya anak-anak sekolah yang terlalu berat membawa buku bisa jadi karena banyaknya mata pelajaran di sekolah tidak salah, karena memang faktanya demikian. Bisa saja pelajaran cucu Boediono yang belajar di sekolah elit tak bisa dipungkiri.
Namun, mungkin berbeda dengan anak-anak yang belajar di sekolah kategori gurem. Karena anak-anak itu tidak mampu membeli buku. Namun, kalau memang rumor ini benar adanya, FSGI justru menyesali karena memang perubahan kurikulum berangkat dari hal demikian.
Sementara perubahan kurikulum yang dilakukan Kemendikbud dan akan diujikan Juli 2013, jelas membebani pendidikan. Perubahan yang ditempuh Kemendikbud tanpa menjelaskan latarbelakang alasan yang transparan kepada publik, khususnya guru-guru.
Sejauh ini, Kemendikbud tak membuka arsip, dan membuka riset memadai terkait perubahan kurikulum. Bahkan dalam proses perubahan kurikulum, Kemendikbud hanya menggandeng masukan para pakar pendidikan dan profesional, tanpa guru yang tahu lapangan.
Retno meyakini, memang ada kesengajaan Kemendikbud yang tak menyertakan guru-guru dalam pembahasan perubahan kurikulum. Ia menduga, hal itu tak dilakukan Kemendikbud, karena terlanjur merendahkan guru yang serba tak tahu apa-apa. Pelibatan guru hanya saat uji publik.
Bagi FSGI, uji publik pun tak cukup representatif mengingat hanya dilakukan sebanyak sebanyak lima sampai Februari 2013. Jelas ini tidak mewakili luas wilayah Indonesia yang meliputi 33 provinsi dan lebih 300 wilayah kota dan kabupaten.
"Uji publik yang hanya lima kali tidak representatif dengan luas wilayah Indonesia meliputi 33 provinsi dan lebih dari 300 wilayah kota dan kabupaten. Serta jumlah siswa SD sekitar 30 juta, SMP sekitar 30 juta, dan siswa SMA mendekati 10 juta. Ini sangat tak masuk akal," ujar aktivis FSGI Fakhrul Alam.
Ia menambahkan, penyusunan kurkilum berarti merencanakan masa depan suatu bangsa, yang harus dilakukan secara matang. Sehingga sebelum suatu kurikulum diterapkan secara nasional, dilakukan uji coba lebih dulu, dan dianalisa kelayakannya. Baru ditempuh sosialisasi dan diterapkan secara nasional.
"Ironisnya, Kemendikbud tidak melakukan itu dan berencana langsung melaksanakan kurikulum yang belum diujicobakan dan dianalisa hasilnya. Lebih aneh lagi kurikulum yang akan diterapkan hanya akan dilakukan sebanyak lima kali untuk seluruh Indonesia yang wilayahnya luas," tegasnya.
"Rumor ini kita tak pernah dengar sendiri. Ada kisah Pak Boediono heran, cucunya membawa buku dalam tasnya seberatnya tujuh kilo. Sebagai Wapres, cerita ini pasti didengar Kemendikbud, terus ditindaklanjuti," ujar Sekjen FSGI Retno Listiyarti di Kantor ICW, Jakarta, Minggu (25/11/2012).
Menurut Retno, cerita adanya anak-anak sekolah yang terlalu berat membawa buku bisa jadi karena banyaknya mata pelajaran di sekolah tidak salah, karena memang faktanya demikian. Bisa saja pelajaran cucu Boediono yang belajar di sekolah elit tak bisa dipungkiri.
Namun, mungkin berbeda dengan anak-anak yang belajar di sekolah kategori gurem. Karena anak-anak itu tidak mampu membeli buku. Namun, kalau memang rumor ini benar adanya, FSGI justru menyesali karena memang perubahan kurikulum berangkat dari hal demikian.
Sementara perubahan kurikulum yang dilakukan Kemendikbud dan akan diujikan Juli 2013, jelas membebani pendidikan. Perubahan yang ditempuh Kemendikbud tanpa menjelaskan latarbelakang alasan yang transparan kepada publik, khususnya guru-guru.
Sejauh ini, Kemendikbud tak membuka arsip, dan membuka riset memadai terkait perubahan kurikulum. Bahkan dalam proses perubahan kurikulum, Kemendikbud hanya menggandeng masukan para pakar pendidikan dan profesional, tanpa guru yang tahu lapangan.
Retno meyakini, memang ada kesengajaan Kemendikbud yang tak menyertakan guru-guru dalam pembahasan perubahan kurikulum. Ia menduga, hal itu tak dilakukan Kemendikbud, karena terlanjur merendahkan guru yang serba tak tahu apa-apa. Pelibatan guru hanya saat uji publik.
Bagi FSGI, uji publik pun tak cukup representatif mengingat hanya dilakukan sebanyak sebanyak lima sampai Februari 2013. Jelas ini tidak mewakili luas wilayah Indonesia yang meliputi 33 provinsi dan lebih 300 wilayah kota dan kabupaten.
"Uji publik yang hanya lima kali tidak representatif dengan luas wilayah Indonesia meliputi 33 provinsi dan lebih dari 300 wilayah kota dan kabupaten. Serta jumlah siswa SD sekitar 30 juta, SMP sekitar 30 juta, dan siswa SMA mendekati 10 juta. Ini sangat tak masuk akal," ujar aktivis FSGI Fakhrul Alam.
Ia menambahkan, penyusunan kurkilum berarti merencanakan masa depan suatu bangsa, yang harus dilakukan secara matang. Sehingga sebelum suatu kurikulum diterapkan secara nasional, dilakukan uji coba lebih dulu, dan dianalisa kelayakannya. Baru ditempuh sosialisasi dan diterapkan secara nasional.
"Ironisnya, Kemendikbud tidak melakukan itu dan berencana langsung melaksanakan kurikulum yang belum diujicobakan dan dianalisa hasilnya. Lebih aneh lagi kurikulum yang akan diterapkan hanya akan dilakukan sebanyak lima kali untuk seluruh Indonesia yang wilayahnya luas," tegasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar