Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) akan merevisi aturan
kewajiban tatap muka minimal 24 jam per minggu bagi guru sebagai syarat
pencairan tunjangan profesi guru. Syarat pencairan diganti dengan
kewajiban berada di sekolah selama delapan jam sehari atau 40 jam untuk
lima hari kerja dalam sepekan.
Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan Kemdikbud, Sumarna Surapranata,
mengatakan rencana tersebut telah disampaikan Mendikbud, Muhadjir
Effendy dalam berbagai kesempatan. Aturan guru harus bekerja delapan jam
per hari atau 40 jam per minggu tersebut juga sudah tertulis di dalam
Pasal 35 ayat (1) UU Nomor 14 tentang Guru dan Dosen.
Di pasal itu disebut ada lima tentang tugas guru, yaitu merencanakan,
melaksanakan (mengajar), menilai, membimbing, dan tugas tambahan
lainnya. Sementara pada ayat (2) disebutkan bahwa beban kerja tersebut
adalah 24 jam minimal dan maksimal 40 jam tatap muka.
Selama ini, untuk memenuhi tatap muka tersebut, beberapa guru mencari
(mengajar) sampai ke sekolah lain. “Ternyata dampaknya, guru hanya
disibukkan dengan mengejar-ngejar pemenuhan tatap muka atau melaksanakan
pembelajaran untuk memenuhi 24 jam,” ungkap Pranata, di Jakarta, Jumat
(21/10). Ketentuan delapan jam berada di sekolah dalam sehari tersebut
merujuk jam normal, bukan jam pelajaran.
“Jadi, jika jam masuk sekolah guru mulai pukul 07.00, pulangnya pukul
15.00 WIB,” tegasnya. Kondisi tersebut membuat empat tugas pokok guru
lainnya dilaksanakan di rumah atau bahkan tidak terpenuhi. Kemdikbud
akan membuat kebijakan bahwa lima kegiatan utama sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) Pasal 35 tersebut semuanya harus dilaksanakan di sekolah
selama delapan
“Jangan lagi guru membawa pekerjaan sekolah ke rumah,” tegasnya. Ia juga
meminta agar jangan ada lagi tugas tambahan lainnya seperti mengundang
orang tua atau wali untuk membahas perkembangan anak atau siswa. “Guru
harus berkonsentrasi mendidik anak di sekolah dengan lima tugas itu.
Termasuk, kewajiban guru untuk belajar atau berlatih melalui Diklat,
bimbingan teknis, atau guru pembelajar akan bagian tidak terpisahkan
dari lima kegiatan yang harus dilakukan,” ungkapnya. Pranata juga
mengingatkan sesuai Undang-Undang Kepegawaian dan Ketenagakerjaan, untuk
guru swasta yang dapat kontrak kerja maka wajib bekerja selama 40 jam
per pekan.
“Nah, 40 jam itu dijadikan delapan jam per hari. Guru tidak perlu pergi
ke mana-mana, mengejar-ngejar 24 jam, tapi cukup di sekolahnya,”
paparnya. Pola delapan jam per hari atau 40 jam per pekan ini sangat
cocok untuk pelaksanaan revolusi mental sebagaimana nawacita presiden.
Di mana pendidikan karakter menjadi bagian yang harus menjadi prioritas
khusus di pendidikan dasar. Untuk melengkapi kebijakan tersebut,
Kemdikbud tengah merinci kegiatan-kegiatan uraian dari lima kegiatan
pokok guru tersebut, khususnya yang terkait pendidikan karakter. “Pada
saatnya Kemdikbud akan mensosialisasikan ke seluruh guru sebelum
akhirnya nanti diterapkan,” ujar dia.
Butuh Panduan
Menanggapi hal tersebut, pengamat pendidikan dari Universitas
Paramadina, Mohammad Abduhzen, berpendapat rencana kebijakan mengubah
beban mengajar tersebut sangat baik. Namun, ia berharap kebijakan itu
dibarengi dengan dibuatnya panduan kerja bagi guru.
“Jangan sampai waktu guru yang lama di sekolah itu tidak berkualitas,”
tambahnya. Pada umumnya, lanjut dia, guru tidak akan seharian penuh
mengajar.
Apalagi di sekolahsekolah yang jumlah gurunya mencukupi. Dia berharap
Kemdikbud tidak hanya membuat panduan mengisi waktu guru, tetapi juga
ada perhitungan sebagai kegiatan keprofesian.
(Sumber : koran-jakarta)