Sabtu, 22 Oktober 2016

SYARAT BARU PENCAIRAN TUNJANGAN PROFESI GURU BERDASARKAN HASIL REVISI KEMENDIKBUD

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) akan merevisi aturan kewajiban tatap muka minimal 24 jam per minggu bagi guru sebagai syarat pencairan tunjangan profesi guru. Syarat pencairan diganti dengan kewajiban berada di sekolah selama delapan jam sehari atau 40 jam untuk lima hari kerja dalam sepekan.
Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan Kemdikbud, Sumarna Surapranata, mengatakan rencana tersebut telah disampaikan Mendikbud, Muhadjir Effendy dalam berbagai kesempatan. Aturan guru harus bekerja delapan jam per hari atau 40 jam per minggu tersebut juga sudah tertulis di dalam Pasal 35 ayat (1) UU Nomor 14 tentang Guru dan Dosen.

Di pasal itu disebut ada lima tentang tugas guru, yaitu merencanakan, melaksanakan (mengajar), menilai, membimbing, dan tugas tambahan lainnya. Sementara pada ayat (2) disebutkan bahwa beban kerja tersebut adalah 24 jam minimal dan maksimal 40 jam tatap muka.
Selama ini, untuk memenuhi tatap muka tersebut, beberapa guru mencari (mengajar) sampai ke sekolah lain. “Ternyata dampaknya, guru hanya disibukkan dengan mengejar-ngejar pemenuhan tatap muka atau melaksanakan pembelajaran untuk memenuhi 24 jam,” ungkap Pranata, di Jakarta, Jumat (21/10). Ketentuan delapan jam berada di sekolah dalam sehari tersebut merujuk jam normal, bukan jam pelajaran.
“Jadi, jika jam masuk sekolah guru mulai pukul 07.00, pulangnya pukul 15.00 WIB,” tegasnya. Kondisi tersebut membuat empat tugas pokok guru lainnya dilaksanakan di rumah atau bahkan tidak terpenuhi. Kemdikbud akan membuat kebijakan bahwa lima kegiatan utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal 35 tersebut semuanya harus dilaksanakan di sekolah selama delapan
jam per hari atau 40 jam per minggu.
“Jangan lagi guru membawa pekerjaan sekolah ke rumah,” tegasnya. Ia juga meminta agar jangan ada lagi tugas tambahan lainnya seperti mengundang orang tua atau wali untuk membahas perkembangan anak atau siswa. “Guru harus berkonsentrasi mendidik anak di sekolah dengan lima tugas itu.
Termasuk, kewajiban guru untuk belajar atau berlatih melalui Diklat, bimbingan teknis, atau guru pembelajar akan bagian tidak terpisahkan dari lima kegiatan yang harus dilakukan,” ungkapnya. Pranata juga mengingatkan sesuai Undang-Undang Kepegawaian dan Ketenagakerjaan, untuk guru swasta yang dapat kontrak kerja maka wajib bekerja selama 40 jam per pekan.
“Nah, 40 jam itu dijadikan delapan jam per hari. Guru tidak perlu pergi ke mana-mana, mengejar-ngejar 24 jam, tapi cukup di sekolahnya,” paparnya. Pola delapan jam per hari atau 40 jam per pekan ini sangat cocok untuk pelaksanaan revolusi mental sebagaimana nawacita presiden.
Di mana pendidikan karakter menjadi bagian yang harus menjadi prioritas khusus di pendidikan dasar. Untuk melengkapi kebijakan tersebut, Kemdikbud tengah merinci kegiatan-kegiatan uraian dari lima kegiatan pokok guru tersebut, khususnya yang terkait pendidikan karakter. “Pada saatnya Kemdikbud akan mensosialisasikan ke seluruh guru sebelum akhirnya nanti diterapkan,” ujar dia.
Butuh Panduan
Menanggapi hal tersebut, pengamat pendidikan dari Universitas Paramadina, Mohammad Abduhzen, berpendapat rencana kebijakan mengubah beban mengajar tersebut sangat baik. Namun, ia berharap kebijakan itu dibarengi dengan dibuatnya panduan kerja bagi guru.
“Jangan sampai waktu guru yang lama di sekolah itu tidak berkualitas,” tambahnya. Pada umumnya, lanjut dia, guru tidak akan seharian penuh mengajar.
 
 
Apalagi di sekolahsekolah yang jumlah gurunya mencukupi. Dia berharap Kemdikbud tidak hanya membuat panduan mengisi waktu guru, tetapi juga ada perhitungan sebagai kegiatan keprofesian.
 
(Sumber : koran-jakarta)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar