Tidak ada
individu yang sama dan zaman selalu bergerak dinamis. Hampir setiap kita
menyadari kedua hal tersebut. Menyadari keunikan setiap dan semua murid
merupakan satu hal. Bagaimana penerapan kelas yang memfasilitasi setiap kodrat
individu merupakan hal lainnya. Pendidikan seyogyanya bukan sesuatu yang rigid
dan pakem.
Penyesuaian
sesuai konteks merupakan pendekatan yang perlu kita usahakan setiap waktunya
sebagai pendidik. Di modul ini Ibu / Bapak akan bersama-sama memahami bagaimana
pendidikan yang selalu mengupayakan perubahan perbaikan dan merangkul bakat dan
keunikan setiap individu. Terdapat tiga tahapan untuk dapat menyelesaikan Modul
3 ini yaitu :
Pada
Modul 3, ada dua materi yang akan dipelajari antara lain :
A. Materi Aktivitas "Kodrat
Murid"
1. Kodrat
Keadaan
Modul
Mendampingi Murid dengan Utuh dan Menyeluruh terdiri dari beberapa materi. Kali
ini kita akan mengulas materi kodrat keadaan agar kita dapat memahami kodrat
keadaan pendidikan yang sesuai dengan zaman berdasarkan pemikiran Ki Hadjar
Dewantara. Kodrat keadaan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari dasar
pendidikan murid. Kodrat keadaan terdiri dari dua hal yaitu kodrat alam
dan kodrat zaman.
Ki Hadjar
Dewantara mengatakan bahwan segala perubahan yang terjadi pada murid
dihubungkan dengan kodrat keadaan, baik alam maupun zaman. Lalu, bagaimana cara
kita menghubungkan dasar pendidikan murid dengan kodrat alam dan kodrat zaman? Kodrat
alam adalah dasar pendidikan murid yang berkaitan dengan sifat dan bentuk
lingkungan dimana mereka berada. Murid dengan kodrat alam perkotaan sejatinya
dilihat sebagai bagian dari masyarakat perkotaan. Maka, pembelajaran yang
diterima murid sebaiknya mampu membantu mendekatkannya dengan konteks atau
kodrat alamiah bukan sebaliknya malah menjauhkannya.
Tidak
jarang kita menjumpai guru membantu memberikan ilmu dan wawasan diluar konteks
dimana murid tinggal dan hidup. Misalnya, mayoritas murid adalah anak petani
karet, diberikan wawasan dan informasi bagaimana menjaga kelestarian dan
ekosistem laut. Sebenarnya tidak apa-apa, mungkin saja murid akan mendapat
informasi dan cara bagaimana menjaga kelestarian laut. Apakah cara dan
informasi itu sesuai dengan kodrat alam murid? Oleh sebab itu, karena guru
bukan lagi sebagai satu-satunya sumber belajar murid maka, guru dapat membantu
murid dengan memberikan pembelajaran kontekstual.
Guru
berperan sebagai penghubung murid dengan sumber-sumber belajar yang ada
disekitar murid atau di sekolah maupun dengan sumber-sumber belajar digital
yang mengaitkan setiap materi dengan konteks di mana murid hidup. Misalnya,
materi menjaga kelestarian alam, dikonteskan dengan merawat pohon karet agar
produksi getahnya semakin baik kualitasnya dengan membersihkan gulma atau
tanaman pengganggu pohon karet. Pembelajaran kontekstual dan peran guru sebagai
penghubung sangat dibutuhkan murid karena itu akan membantu mereka menguatkan
kekuatan-kekuatan kodratnya.
Sementara
kodrat zaman adalah bagian dasar pendidikan murid yang berhubungan
dengan isi dan irama. Isi dan irama pendidikan bergerak dinamis sesuai dengan
perkembangan zaman. Muatan pendidikan dan cara belajar dikala kita sebagai
murid pasti berbeda dengan zaman saat ini. Pendidikan setelah masa kemerdekaan
tentu juga berbeda dengan pendidikan pada abad ke-21. Maka, kita pendidik
bergegas beradaptasi terhadap kodrat zaman untuk membantu murid mencapai
selamat dan bahagia.
Perubahan
zaman merupakan keniscayaan yang tidak mungkin dihindari dan dicegah. Perubahan
zaman pun akan datang sendiri tanpa diminta. Namun, banyak dari kita yang belum
menyadari akan hal itu. Kenyamanan-kenyamanan yang dirasakan saat ini akan
diselimuti kegelisahan-kegelisahan akibat perubahan zaman. Misalnya, kemajuan
pesat teknologi membuat cara belajar dan berinteraksi murid juga berubah. Jika
tidak kita siapkan dan beradaptasi dengan baik maka, murid-murid mungkin tidak
akan mampu hidup berdampingan dengan perubahan zaman.
Contohnya,
guru yang terbiasa mengajar dengan menggunakan metode utama ceramah,
menyampaikan informasi-informasi yang sudah ada di mesin pencari atau digital,
membuat murid memiliki kompetensi yang tidak relevan dan sesuai dengan
keterampilan abad ke-21 yaitu berpikir kritis, kreatif, komunikasi, dan
kolaborasi. Maka sebagai pendidik, kita juga dapat membantu memberikan
pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan kecakapan tersebut.
Seiring
dengan perubahan yang terjadi dalam pendidikan secara global, Ki Hadjar
Dewantara mengingatkan bahwa pengaruh-pengaruh dari luar hendaknya tetap
dipilah, mana yang sesuai dengan kearifan lokal, sosial, budaya Indonesia.
Namun di era berlimpahnya informasi saat ini, kita pendidik tidak bisa
membatasi, menolak, dan memilih informasi-informasi secara langsung.
Pengaruh-pengaruh luar sangatlah banyak dan terus-menerus membanjiri halaman
kita.
Cara
merespon banyaknya pengaruh luar tersebutlah yang menjadi perhatian kita
sebagai pendidik. Dengan begitu maka sebagai pendidik, kita juga dapat membantu
memberikan pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan kecakapan tersebut.
Dengan begitu banyaknya informasi yang datang, kita tidak bisa benar-benar
menyaring mana yang diterima oleh murid. Karena ia bisa mendapatkan informasi
dari mana saja. Yang dapat dilakukan pendidik adalah membantu anak untuk
menemukan kecakapan berpikir kritis dalam menerima dan merespon informasi.
Penanaman
budaya kearifan lokal yang logis dapat membantu murid menjadi bijak dalam
kehidupannya. Jika kita dapat memegang kuat kearifan lokal budaya indonesia.
Kita juga akan mampu merespon pengaruh- pengaruh luar dengan bijak. Sehingga
adopsi muatan dan konten pengetahuan akan sejalan dengan nilai-nilai
kemanusiaan dan konteks sosial budaya yang ada di Indonesia. Bahkan semakin
menguatkannya menjadi kodrat alam dan kodrat zaman dalam mendidik murid-murid
kita.
Untuk
mewujudkan dan menjaga itu semua diperlukan prinsip-prinsip dalam melakukan
perubahan. Ki Hadjar Dewantara menyebutnya sebagai Asas Tricon : Kontinyu,
Konvergen, dan Konsentris. Kontinyu, kemajuan kebudayaan merupakan
keharusan lanjutan langsung dari kebudayaan itu sendiri. Konvergensi kebudayaan
menuju arah kesatuan kebudayaan dunia atau kemanusiaan. Konsentris kebudayaan
harus mempunyai karakteristik dan sifat kepribadian sendiri sebagai pusatnya
dalam lingkungan kebudayaan dunia atau kemanusiaan.
Maka
dengan menggunakan asas tricon sebagai prinsip melakukan perubahan kebudayaan
bangsa indonesia tidak akan tertinggal. Kebudayaan indonesia akan berjalan
beriringan dengan kebudayaan lain dan memiliki karakter dan ciri khasnya
sendiri. Mari kita refleksikan bersama: Apakah kita sudah membantu memberikan
pembelajaran berdasarkan kodrat keadaan murid? Apa yang dapat kita lakukan
sebagai pendidik agar kodrat keadaan murid dapat menuntun kekuatan kekuatan dan
potensi pada murid? Selamat belajar Bapak dan Ibu Guru Hebat.
2. Kodrat
Alam
Salam dan
bahagia ibu dan bapak guru hebat. Selamat datang kembali di modul Mendampingi
Murid dengan Utuh dan Menyeluruh. Kali ini kita akan meneruskan materi belajar
tentang kodrat alam agar dapat memahami bahwa setiap murid adalah individu yang
utuh dan unik berdasarkan tujuan dan asas pendidikan Ki Hadjar Dewantara.
Kodrat
alam merupakan bagian dari dasar pendidikan murid yang berkaitan dengan sifat
dan bentuk lingkungan tempat murid berada. Salah satu instrumen untuk
pengembangannya adalah melalui pendidikan atau tuntunan. Kita sebagai pendidik
dapat merencanakan pengembangan kemampuan berpikir murid agar akal budi murid
terus berkembang sesuai kodrat alam nya. Melihat murid sebagai individu yang
utuh, bagian dari masyarakat, serta lingkungannya menjadi keharusan bagi tumbuh
dan hidupnya murid.
Kita
tidak dapat memandang murid sebagai bagian yang terpisah dari lingkungannya.
Proses tumbuh dan hidupnya murid sangatlah beragam. Potensi setiap anak
berkembang dari tahapan yang sederhana menuju tahapan yang lebih kompleks.
Kodrat yang dimiliki setiap murid tidak sama. Setiap anak memiliki kekuatan
kodratnya. Bahkan, anak kembar identik pun memiliki kodrat masing-masing. Oleh
karenanya, murid sebagai individu yang unik yang berbeda satu dari yang lain
harus mendapatkan tuntunan yang tepat sesuai dengan keunikannya. Sehingga murid
dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan.
Seorang
anak yang dilahirkan dengan kodrat alam perkotaan maka ia menjadi bagian dari
alam masyarakat dan lingkungan perkotaan. Oleh karena itu pendidik sebaiknya
dapat menuntun murid untuk menemukan konteks pembelajaran yang relevan terhadap
dirinya dan lingkungan tempat mereka berada. Misalnya, murid yang hidup di
daerah pesisir mendapat wawasan mengenai bahaya yang mengancam ekosistem laut
dan melakukan penelitian bersama untuk menemukan berbagai cara merawat dan
menjaga lautnya seperti menanam mangrove. Murid bisa mendapat pengetahuan akan
bahaya sampah plastik jika dibuang ke laut dan mengenal jenis-jenis hewan dan
tumbuhan yang ada di laut.
Kita
pendidik sebaiknya membantu mendekatkan murid dengan konteks kehidupannya bukan
sebaliknya menjauhkan mereka dari konteks kehidupannya. Begitu pula dengan
potensi atau kekuatan yang ada pada murid. Ada murid yang memiliki kekuatan
atau potensi pada bidang seni, ada juga murid yang memiliki potensi bahasa
maka, kita sebagai pendidik perlu memiliki kepekaan dan kemampuan untuk
mengidentifikasi keunikan yang ada pada setiap murid agar segala kodrat dan
keunikannya mendapatkan tuntunan yang tepat dan dapat membantu mereka mencapai
selamat dan bahagia.
Sebagai
pendidik kita dapat menggunakan metode, strategi, dan teknik pembelajaran
sesuai keunikan potensi masing-masing murid untuk membantu mereka mengembangkan
kekuatan kodratnya. Dengan demikian murid akan merasa leluasa untuk
mengeksplorasi potensinya dan menemukan pengalaman-pengalaman belajar yang
bermakna. Contohnya, yang memiliki potensi seni diberi kesempatan atau ruang
untuk menyelenggarakan pertunjukan seni dengan tema yang dikaitkan dengan
peminatan murid atau disesuaikan dengan pembelajaran tertentu.
Dapat
dibayangkan murid akan merasa senang, mereka akan aktif mencari informasi dan
menyajikan pemahamannya dalam bentuk pertunjukan seni yang mereka sukai. Ki
Hadjar Dewantara mengingatkan kita bahwa dalam melakukan pembaruan yang terpadu
hendaknya selalu diingat bahwa segala kepentingan anak-anak didik baik mengenai
hidup diri pribadinya maupun hidup kemasyarakatannya jangan sampai meninggalkan
segala kepentingan yang berhubungan dengan kodrat keadaan, baik kodrat alam
maupun kodrat zaman.
Ibu dan
bapak guru mari kita resapi bersama : Apakah kita sudah melihat murid sebagai
individu yang utuh bagian dari alam semesta? Apakah kita sudah peka dan mampu
menemukan keunikan dari setiap murid kita? Apakah kita sudah memberikan
tuntunan yang sesuai dengan keunikan murid kita? dan yang paling penting Apakah
pembelajaran yang kita rancang sesuai dengan kehendak murid dan mendekatkan
murid dengan konteks kehidupan dan segala potensinya. Selamat belajar ibu dan
bapak guru hebat.
3. Kodrat
Zaman
Kali ini
kita akan mengulas materi tentang kodrat zaman agar kita dapat memahami tujuan
dan asas pendidikan sesuai zaman berdasarkan pemikiran Ki Hadjar Dewantara.
Pendidikan bergerak sangat dinamis mengikuti perkembangan zaman. Kodrat zaman
merupakan bagian dari dasar pendidikan murid yang berkaitan dengan isi dan
irama.
Selain
kodrat alam, Ki Hadjar Dewantara mengungkapkan dalam melakukan pembaharuan yang
terpadu hendaknya selalu diingat bahwa segala kepentingan anak-anak didik baik
mengenai hidup diri pribadinya maupun kemasyarakatannya jangan sampai
meninggalkan segala kepentingan yang berhubungan dengan kodrat keadaan, baik
pada alam maupun pada zaman. Sementara itu segala bentuk isi dan irama yaitu
cara mewujudkannya hidup dan penghidupannya hendaknya selalu disesuaikan dengan
dasar-dasar dan asas kehidupan kebangsaan yang bernilai dan tidak bertentangan
dengan sifat-sifat kemanusiaan.
Ki Hadjar
Dewantara ingin mengingatkan kita para pendidik untuk menuntun murid mencapai
kekuatan-kekuatan kodratnya sesuai dengan alam dan zaman menggunakan asas
tricon yaitu kontinyu, konvergen, dan konsentris. Kontinyu, pendidik menuntun
murid dengan perencanaan dan pengembangan secara berkesinambungan menyatu
dengan alam masyarakat Indonesia untuk mewariskan peradaban. Konvergen,
pendidik menuntun murid dengan pemikiran terbuka terhadap segala sumber
belajar, mengambil praktek-praktek baik dari kebudayaan lain, dan menjadikan
kebudayaan kita bagian dari alam universal. Konsentris, pendidik menuntun murid
dengan berdasarkan kepribadian karakter dan budaya kita sendiri sebagai
pusatnya.
Asas
tricon diyakini mampu menghadapi derasnya arus perubahan kodrat zaman seperti
abad ke-21 secara global. Pendidikan saat ini ditekankan untuk menuntun anak
memiliki keterampilan abad ke-21 yaitu berpikir kritis dan solutif, kreatif dan
inovatif, serta mampu berkomunikasi dan berkolaborasi. Meskipun demikian
pengaruh pengaruh global harus disaring. Seleksi menggunakan kekuatan utama
bangsa Indonesia yaitu kearifan local, sosial budaya sehingga isi dan irama
pendidikan berupa konten atau muatan pengetahuan yang diadopsi selaras dengan
nilai-nilai kemanusiaan dan konteks sosial budaya yang ada di Indonesia. Maka,
cara mendidik pun harus sesuai dengan tuntutan zaman.
Cara
belajar dan interaksi murid abad ke-21 tentu berbeda dengan murid di
pertengahan abad ke-20 seperti apa yang dikatakan Ki Hajar Dewantara “didiklah
anak-anak dengan cara yang sesuai dengan tuntunan alam dan zamannya”. Misalnya,
guru membantu murid untuk melakukan refleksi diri sebagai proses mengenali dan
melihat kembali potensi dirinya kemudian murid diajak untuk mengamati keadaan
sekolah dan lingkungannya. Setelah itu murid menganalisis permasalahan dan
potensi yang muncul dari hasil pengamatannya. Ini adalah contoh belajar
berpikir kritis.
Guru
kemudian mengajak murid untuk berkreasi, merespon potensi dan isu yang
terkoneksi dengan dirinya melalui proses berproyek yang bisa mereka lakukan
secara individu maupun berkelompok. Ini adalah bentuk belajar kreativitas dan
kolaborasi. Lalu murid mengkomunikasikan karyanya melalui berbagai format
presentasi seperti misalnya pameran sosialisasi atau seminar kepada publik atau
audien yang akan terdampak dari karyanya. Ini adalah bentuk belajar komunikasi.
Dengan pembelajaran tersebut, murid merasa lebih merdeka dan bertanggungjawab
atas pengalaman belajarnya bukan karena tuntutan yang membelenggu
kemerdekaannya.
Ibu dan
bapak guru mari kita renungkan : Apakah kita sudah mendidik murid kita sesuai dengan
kodrat jamannya? Apa yang dapat kita lakukan untuk menuntun mereka agar berdaya
sesuai kodrat jamannya? Selamat belajar ibu dan bapak guru hebat salam dan
bahagia
B. Materi Aktivitas
"Trikon"
Kali ini
kita akan mengulas materi tentang asas Trikon; kontinyu, konvergen, dan
konsentris dalam pendidikan serta contoh penerapannya di dalam kelas agar kita
dapat memahami tujuan dan asas pendidikan berdasarkan pemikiran Ki Hadjar
Dewantara.
Related:
Pendidikan
adalah suatu proses yang dinamis. Pendidikan terus berubah dan berkembang
sesuai dengan kondisi zaman dan juga kondisi murid. Jangan dibayangkan sistem
pendidikan sebagai sebuah sistem besar yang hanya dipikirkan dan diurus oleh
para pakar dan penentu kebijakan di pusat. Sekolah atau bahkan kelas juga
merupakan suatu system pendidikan dengan ruang lingkup yang kecil namun
merupakan ujung tombak berjalannya sistem pendidikan.
Setiap
sekolah memiliki kondisi dan permasalahan masing-masing sehingga pengembangan
satu sekolah dengan sekolah lain sangat beragam sesuai karakteristik
lingkungannya. Misalnya, kondisi geografis Indonesia yang beragama mendorong
proses pendidikan yang dinamis. Sekolah yang berada di lingkungan pantai dapat
mengkontekstualkan proses pendidikannya sesuai dengan lingkungan pantai tempat
murid tinggal seperti menanam pohon bakau untuk mencegah abrasi pantai. Begitu
pula sekolah yang berada di pegunungan, guru dapat mengajak murid untuk menjaga
pohon agar terhindar dari bahaya tanah longsor.
Dengan
demikian guru memfasilitasi proses belajar murid sesuai dengan keadaan
lingkungan murid dan potensi yang dimiliki. Sehingga murid dapat melihat
hubungan antara dirinya dengan lingkungan, masalah, serta potensi yang
terhubung pada dirinya dengan proses pendidikan yang berjalan sangat dinamis.
Budaya, kebudayaan, atau cara hidup bangsa itu bersifat kontinyu; bersambung
tak putus-putus. Dari zaman penjajahan sampai zaman kemerdekaan, perkembangan
dan kemajuan kebudayaan serta cara hidup bangsa terus menerima pengaruh
nilai-nilai baru.
Proses
pembelajaran sejatinya tidak pernah putus. Usaha sadar yang menikmati setiap
proses belajar karena dilakukan sukarela. Kemauan belajar, rasa ingin tahu, dan
motivasi internal dalam diri murid perlu distimulasi. Sehingga, akan melahirkan
murid yang memiliki kemampuan pengaturan kegiatan belajarnya sendiri atau
self-regulatory learning.
Ibu dan
bapak guru, dalam pembelajaran lingkungan hidup, guru dapat mengajak murid
berkegiatan di halaman dan lingkungan sekitar sekolah. Kemudian guru meminta
murid untuk mengamati dan memberikan beberapa pertanyaan pemantik diskusi.
Harapannya, murid akan menjawab dengan berbagai macam hal yang bisa ditemui
secara langsung, seperti pohon-pohon, pot bunga, tempat sampah, sampah yang
tertinggal di halaman sekolah, atau bahkan menceritakan pengalaman di
lingkungan rumahnya masing-masing.
Proses
dialog yang terjadi memberikan ruang kepada murid untuk mengekspresikan rasa
yang ia miliki dan temukan. Kemudian jika ada murid yang merasa tidak tertarik
dengan lingkungan sekolah yang sedang dikunjungi, guru bisa berdialog mengenai
lingkungan seperti apa yang ingin murid kunjungi dan menarik untuknya. Guru
memfasilitasi murid untuk menentukan tujuan apa yang ingin dipelajari, memantau
proses pembelajaran yang dilalui, dan membimbing murid untuk melakukan refleksi
terhadap pengalaman belajar yang telah dilalui murid agar ia dapat memahami
hubungan dirinya dengan lingkungannya, peran dan tugasnya di dalam lingkungan
tersebut, serta kontribusinya dalam menjaga lingkungan.
Apabila
murid mampu memahami hubungan diri dan lingkungannya, ia dapat pula belajar
memahami peran dan kontribusi dirinya terhadap lingkungan serta menindaklanjuti
peran dan kontribusinya tersebut. Hal ini juga dapat mendorong terbentuknya
kemampuan pengaturan belajar mandiri atau self-regulatory learning, Konvergen.
Pengembangan yang dilakukan dapat mengambil dari berbagai sumber di luar,
bahkan dari praktek pendidikan di luar negeri seperti yang dilakukan oleh Ki
Hadjar Dewantara ketika mempelajari berbagai praktek pendidikan dunia.
Misalnya, Maria Montessori, Froebel, dan Rabindranath Tagore.
Dalam
dunia pendidikan pun banyak system pendidikan yang masuk ke Indonesia tidak
lantas kita terima mentah-mentah. Kita perlu mengolahnya dan hanya menerima
yang sesuai dengan nilai-nilai kebangsaan. Dalam hal ini Ki Hadjar Dewantara
menggambarkan manusia sebagai titik kecil yang kemudian bersama dengan yang
lain membentuk lingkaran besar atau keluarga, dan menjadi lingkaran yang lebih
besar lagi atau organisasi. Pengembangan pendidikan yang dilakukan harus tetap
berdasarkan kepribadian kita sendiri. Oleh karena itu meskipun Ki Hajar
Dewantara menganjurkan kita untuk mempelajari kemajuan bangsa lain namun tetap
semua itu ditempatkan secara konsentris dengan karakter budaya kita sebagai
pusatnya.
Implementasi
konsep trikon ; kontinyu, konvergen, dan konsentris; bisa kita amati atau
bahkan kita refleksikan dari apa yang sudah terjadi dalam proses pembelajaran.
Manajemen kelas yang mengatur berjalannya proses pembelajaran tentunya melalui
sebuah perencanaan dan dilakukan secara terus- menerus sehingga pengelolaan
perilaku, lingkungan, dan kurikulum berjalan dengan efektif. Konsisten dalam
menjalankan manajemen kelas ini, salah satu contoh implementasi asas kontinu
dalam pendidikan. Murid diberikan kemerdekaan untuk belajar, bertanya, dan
mengembangkan potensinya.
Kesinambungan
manajemen kelas yang konsisten memberikan ruang kepada murid untuk
mengeksplorasi gagasan, ide, dan kreativitasnya. Seringkali pembelajaran STEAM
ini dipahami sebagai pembelajaran menggunakan teknologi tinggi seperti robotic
komputasi atau codding. Padahal, bisa diartikan lebih luas seperti teknologi
fermentasi tempe, teknologi pewarnaan batik, ataupun teknologi pengawetan
makanan, seperti pembuatan ikan asin atau ikan asap.
Dengan
memahami konsep pembelajaran STEAM maka guru dapat menyesuaikan keinginan
belajar murid dengan kondisi ketersediaan daya dukung untuk belajar dengan
tetap menghadirkan nilai-nilai local. Meskipun metode pembelajaran dalam
pendidikan bisa mengacu pada konsep manapun secara terbuka, tapi hal itu tetap
harus dilakukan secara konsentris yaitu tetap mempertahankan jatidiri bangsa
dan menjadi diri sendiri.