Pentingnya Pelajaran TIK di Sekolah
Saya tidak tahu persis mengapa pelajaran
Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) tidak ada dalam struktur
kurikulum 2103. Padahal pelajaran ini sangat penting diajarkan kepada
peserta didik kita. Mengapa penting? Sebab dalam pelajaran TIK anak-anak
akan diajarkan menjadi seorang produsen pengetahuan di bidang Teknologi
komunikasi, dan informasi. Mereka akan mampu memanfaatkan TIK dalam
kehidupan sehari-hari. Akan banyak proggamer muda lahir, dan akan banyak
anak muda yang mampu menggunakan internet secara sehat. Mereka tidak
lagi menjadi konsumen tetapi sudah menjadi produsen. Sayangnya, ini
kurang dipahami oleh para penentu kebijakan di bidang pendidikan. Mereka
anggap TIK hanya sebagai sebuah alat saja.
Pemerintah menganggap TIK tak perlu
menjadi pelajaran tersendiri. TIK cukup terintegrasi dalam semua mata
pelajaran. Pada akhirnya, guru dan siswa hanya menjadi konsumen atau
pemakai TIK saja. Tak ada lagi ruang bagi guru dan siswa untuk
memanfaatkan TIK menjadi produsen atau penghasil produk teknologi yang
dapat bermanfaat buat orang banyak. Beda jauh dengan kebijakan yang
terjadi di Inggris. Pemerintah Inggris sangat fokus dengan pelajaran TIK
dan memberikan beasiswa khusus untuk para pengajarnya. Itulah hal
penting yang saya baca dalam majalah Chip terbaru Edisi Juni 2013.
Harus diakui, penerapan kurikulum matpel
TIK di sekolah kita memang belum ideal. Kesannya masih Windows centris
dan Microsoft office saja yang diajarkan. Kita bisa melihatnya dari
Kompetensi Dasar (KD) dan Standar Kompetensi (KD) yang dirancang oleh
teman-teman dari pusat kurikulum dan perbukuan dalam Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP).
Pelajaran TIK di SMP Labschool Jakarta
Negara Indonesia yang begitu luas, dan
terdiri dari kepulauan nampaknya belum memfokuskan diri dalam pelajaran
TIK ini. Pelajaran TIK ini penting agar mereka tahu etika berkomunikasi
dan berbagi informasi. Justru TIK menjadi salah satu bidang yang harus
dikuasai di era Globalisasi saat ini. Padahal ilmu harus dipecah-pecah
agar mudah dipelajari, demikian Prof Arif Rachman menjelaskan di sekolah
Labschool, tempat penulis mengabdikan diri.
Sebagai salah seorang pengajar mata
pelajaran TIK di SMP, saya sering tak menggunakan kurikulum nasional
dari pemerintah secara utuh. Artinya, kurikulum yang dibuat oleh
pemerintah saya modifikasi sesuai dengan kondisi yang ada di lapangan.
Sebagai sekolah yang berada di kota besar dan ibu kota negara pula, saya
menambahnya dengan materi pengayaan.
Misalnya saja dengan materi internet.
Anak-anak SMP tidak hanya saya latih untuk mencari informasi saja,
tetapi saya ajarkan juga bagaimana menciptakan infomasi di internet.
Saya pun mengajarkan anak-anak untuk berlatih menulis di blog. Hasilnya
sungguh luar biasa! Tulisan anak-anak itu bagus sekali dan mereka
menjadi tahu bahwa internet tidak hanya untuk mencari informasi saja.
Mereka bisa membuat informasi sendiri di dunia maya. Mereka juga
menjadi tahu etika berinternet. Guru TIK menjadi pemandu mereka agar
mampu berinternet secara sehat. Mereka kan diarahkan secara benar
bagaimana menjelejah belantara internet yang luas dan tak pernah tidur.
Apa yang saya lakukan, tentu saja saya
tuliskan dalam laporan hasil penelitian. Saya laporkan apa yang sudah
saya lakukan dalam laporan penelitian tindakan kelas (PTK) dengan judul
meningkatkan kreativitas menulis siswa di kelas akselerasi melalui
pengelolaan blog di internet. Laporan PTK yang saya tuliskan itu
ternyata diapresiasi oleh kemendikbud dengan lolosnya saya sebagai
finalis lomba keberhasilan guru dalam pembelajaran di tingkat nasional
tahun 2008, dan pemenang buku pengayaan 2009 dengan judul buku Yuk Kita Ngeblog!.
Semenjak TIK dikukuhkan dalam Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), para pengajar TIK mulai kreatif
mengembangkan pembelajaran ini menjadi sesuatu yang inovatif.
Pembelajaran menjadi semakin menyenangkan. Anak-anak tidak sekedar
bermain games atau belajar mengetik dengan program microsoft word,
melakukan pengolahan data dengan excel dan membuat presentasi dengan
power point. TIK yang diajarkan sudah merambah kepada dunia desain
grafis, pembuatan film, dan proggamer. Anak-anak diajarkan membuat games
dengan program macromedia flash, dan belajar mengolah foto atau gambar
dengan Adobe photoshop. Peserta didik juga diberikan tambahan materi
Corel Draw agar mampu membuat berbagai desain grafis yang mereka buat
sendiri seperti spanduk, buku, pamplet, majalah, dan lain-lain.
Sistem operasi komputer yang diajarkan
tidak lagi hanya berbasis Windows, tetapi juga sudah mulai berbasis Open
Source sehingga anak-anak mulai paham bahwa sistem operasi komputer
tidak hanya Windows. Para guru TIK pun menjadi orang yang senantiasa
belajar dan menambah pengetahuannya seputar TIK. Sayangnya, dalam Uji
Kompetensi Guru (UKG) mata pelajaran TIK, soal UKG yang diberikan masih
terbatas kepada Windows dan Microsoft Office. Juga teori tentang
internet dan jaringannya yang hanya bersifat kognitif saja. Sementara
Psikomotor dan Afektifnya belum terjamah dalam UKG online yang dibuat
oleh pemerintah. Soal UKG TIK yang dibuatpun lebih fokus kepada guru TIK
di SMA, dan TIK untuk SMP belum dibuatkan tersendiri.Itulah bukti bahwa
kemendikbud tidak siap dengan pelajaran ini.
Kini kurikulum 2013 telah diujicobakan
di beberapa sekolah di Indonesia yang berakreditasi A atau eks RSBI.
Bagi saya menjadi lucu jadinya, sebab kurikulum baru ini diterapkan
justru di sekolah bagus, sehingga prinsip keadilan dalam bidang
pendidikan kurang terakomodasi dengan baik. Rata-rata sekolah itu, bisa
jadi telah memiliki fasilitas komputer dan internet yang lengkap. Saya
tak bisa membayangkan kalau uang negara yang besar itu justru diberikan
kepada sekolah yang mampu. Uang itu justru diberikan kepada guru yang
sudah terbiasa mendapatkan fasilitas dan pelatihan. Sementara guru
dengan sekolah berakreditasi B atau diakui hanya bisa gigit jari.
Hal yang membuat saya tidak habis pikir
adalah, pelajaran TIK di SMP dan SMA yang sangat penting ini digantikan
dengan mata pelajaran prakarya yang belum jelas uji kompetensi gurunya
dan juga sertifikasi guru profesionalnya. Terus terang saya masih
mencari informasinya secara detail. Saya menyarankan agar forum
Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) TIK di seluruh Indonesia untuk
aktif menyelenggarakan seminar nasional peran guru TIK dalam kurikulum
2013, dan Implementasinya di sekolah.
Beberapa waktu lalu, datang ke sekolah
saya wartawan majalah Chip. Jurnalis yang bernama Reska K Nistanto itu
bertanya kepada saya tentang kurikulum TI dan mengapa justru dihapuskan
dalam struktur kurikulum 2013. Sebab TIK sebagai mata pelajaran harus
dibedakan dengan pemanfaatan TIK dalam pembelajaran. Nampaknya pemeritah
masih berfokus kepada pemanfaatan TIK dalam pembelajaran dan belum
fokus untuk memperbaiki kurikulum TIK menjadi lebih baik dan inovatif.
Semoga pemerintah kita, dalam hal ini
kementrian pendidikan dan kebudayaan tetap mempertahankan pelajaran TIK
di sekolah. Untuk melahirkan generasi emas Indonesia dibutuhkan anak
bangsa yang mampu menciptakan informasi dan menjadi produsen pengetahuan
di bidang TIK. Mata pelajaran TIK seharusnya bukan hanya dintegrasikan
ke dalam semua mata pelajaran seperti yang sudah dilakukan saat ini,
tetapi juga menjadi pelajaran tersendiri dalam kurikulum kita. Bila
matpel TIK dihilangkan, bukan hanya anak-anak yang dirugikan, tetapi
juga guru pengajar TIK yang sudah bersertifikasi guru profesional.
Mereka menjadi tidak jelas job descriptionnya, sebab pemerintah
nampaknya hendak menggiring guru TIK menjadi guru mata pelajaran
prakarya, dan bukan lagi guru TIK yang mampu mengembangkan diri dalam
Pusat Sumber Belajar (PSB) di sekolah. Benarkah?