Sabtu, 28 April 2018
Buku Kerja Guru Kurikulum 2013 - Buku Kerja 3
1. Daftar Hadir [Lihat]
2. Daftar Nilai [Lihat]
3. Penilaian Akhlak/Kepribadian siswa [Lihat]
4. Analisis Hasil Ulangan [Lihat]
5. Program pel Perb & Pengayaan [Lihat]
6. Daftar buku Pegawai Guru/Siswa [Lihat]
7. Jadwal Mengajar [Lihat]
8. Daya Serap Siswa [Lihat]
9. Kumpulan Kisi soal [Lihat]
10. Kumpulan Soal [Lihat]
11. Analisis Butir Soal [Lihat]
12. Perbaikan Soal [Lihat]
Buku Kerja Guru Kurikulum 2013 - Buku Kerja 2
1. Kode Etik Guru [Lihat]
2. Ikrar Guru [Lihat]
3. Tata Tertib Guru [Lihat]
4. Pembiasaan Guru [Lihat]
5. Kalender Pendidikan [Lihat]
6. Alokasi Waktu [Lihat]
7. Program Tahunan [Dibawah]
8. Program Semester [Dibawah]
9. Jurnal Agenda Guru [Lihat]
Buku Kerja Guru Kurikulum 2013 - Buku Kerja 1
1. SKL, KI, dan KD [Dibawah]
2. Silabus [Dibawah]
3. RPP [Dibawah]
4. KKM [Dibawah]
Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Kurikulum 2013
SD [Lihat]
MI [Lihat]
SMP [Lihat]
MTS [Lihat]
SMA [Lihat]
MA [Lihat]
SMK [Lihat]
Silabus Kurikulum 2013
Kelas 3 [Lihat]
Kelas 4 [Lihat]
Kelas 5 [Lihat]
Kelas 6 [Lihat]
Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti [Lihat]
Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti [Lihat]
Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti [Lihat]
Pendidikan Agama Budha dan Budi Pekerti [Lihat]
Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti [Lihat]
Pendidikan Agama Konghucu dan Budi Pekerti [Lihat]
Bahasa Arab [Lihat]
Fiqih [Lihat]
Qur'an Hadits [Lihat]
Aqidah Akhlak [Lihat]
SKI [Lihat]
RPP Kurikulum 2013 SMP/MTS Kelas 7,8,9
Matematika [Lihat]
IPA [Lihat]
IPS [Lihat]
PKN [Lihat]
Prakarya [Lihat]
Seni Budaya [Lihat]
PJOK [Lihat]
Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti [Lihat]
Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti [Lihat]
Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti [Lihat]
Pendidikan Agama Budha dan Budi Pekerti [Lihat]
Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti [Lihat]
Pendidikan Agama Konghucu dan Budi Pekerti [Lihat]
Bahasa Arab [Lihat]
Fiqih [Lihat]
Qur'an Hadits [Lihat]
Aqidah Akhlak [Lihat]
SKI [Lihat]
RPP Kurikulum 2013 SMA/MA/SMK Kelas X,XI,XII
Matematika [Lihat]
IPA Biologi [Lihat]
IPA Kimia [Lihat]
IPA Fisika [Lihat]
IPA Matematika [Lihat]
IPS Ekonomi [Lihat]
IPS Geografi [Lihat]
IPS Sosiologi [Lihat]
IPS Sejarah [Lihat]
PKN [Lihat]
Sejarah Indonesia [Lihat]
Prakarya dan Kewirausahaan [Lihat]
Seni Budaya [Lihat]
PJOK [Lihat]
Antropologi [Lihat]
Bahasa dan Sastra Indonesia [Lihat]
Bahasa dan Sastra Inggris [Lihat]
Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti [Lihat]
Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti [Lihat]
Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti [Lihat]
Pendidikan Agama Budha dan Budi Pekerti [Lihat]
Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti [Lihat]
Pendidikan Agama Konghucu dan Budi Pekerti [Lihat]
Bahasa Arab [Lihat]
Fiqih [Lihat]
Qur'an Hadits [Lihat]
Aqidah Akhlak [Lihat]
SKI [Lihat]
Sumber : http://bukukerja-guru.blogspot.co.id
Selasa, 10 April 2018
Makalah Guru Teladan dan Pendidikan Karakter
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pendidikan Karakter Siswa anak didik
dimana setiap manusia yang terlahir ke dunia merupakan anugrah dan setiap
manusia menyandang potensinya masing-masing. Ia akan menjadi manfaat atau tidak
untuk dirinya sendiri dan lingkungannya tergantung perlakuan yang diterima
dirinya. Kualitas kemanusiaan sangat bergantung dari pendidikan yang diberikan.
Semakin berkualitas pendidikan yang diberikan, akan semakin berkualitas pula
kualitas sumber daya manusia yang dihasilkan.
Disini peran guru bukan sekadar
mentransfer pelajaran kepada peserta didik. Tapi lebih dari itu guru
bertanggung jawab membentuk karakter peserta didik sehingga menjadi generasi
yang cerdas, saleh, dan terampil dalam menjalani kehidupannya. Inilah tugas
guru yang amat strategis dan mulia.
Apalagi dewasa ini kehadiran guru
sebagai pendidik semakin nyata menggantikan sebagian besar peran orang tua yang
notabene adalah pengemban utama amanah Tuhan Yang Maha Esa. Dengan berbagai
sebab dan alasan, orang tua telah menyerahkan bulat-bulat tugas dan
tanggungjawabnya kepada guru di sekolah dengan berbagai keterbatasannya.
Menyadari hal itu, dalam makalah ini
penulis mengambil judul “Keteladanan Guru dan Pendidikan Berkarakter“.
Karenanya, di pundak guru terletak salah satu beban untuk merestorasi karakter
dan kepribadian mulia bangsa Indonesia yang telah berada pada titik nadir. Guru
diharapkan bisa mengembalikan peradaban bangsa yang tinggi, yang selama ini
telah tergantikan dengan julukan bangsa yang korup, tidak memiliki kepribadian,
bangsa yang kacau, bodoh, anarkis dan banyak atribut jelek lainnya yang kini
melekat pada bangsa tercinta ini.
B. Tujuan Makalah
1. Menjelaskan
pengertian karakter siswa.
2. Memaparkan
tujuan dari pendidikan karakter.
3. Menjelaskan
tentang keteladanan guru dalam pendidikan berkarakter.
C. Rumusan
Masalah
1. Apa yang
dimaksud dengan pendidikan karakter siswa?
2. Apakah
tujuan dari pendidikan berkarakter?
3. Bagaimana
hubungan keteladanan guru dan pendidikan berkarakter?
4. Mengapa
pembelajaran modeling dibutuhkan pada pembelajaran berkarakter?
5. Bagaimana
menjadi guru yang teladan dalam pendidikan berkarakter?
D. Batasan
Makalah
Dalam makalah ini akan mengurai
upaya Keteladanan Guru dalam pendidikan berkarakter. Kupasan selengkapnya
mencakup pengertian pendidikan karakter siswa, tujuan pendidikan berkarakter,
hubungan keteladanan guru dan pendidikan berkarakter, pembelajaran modeling dan
cara menjadi guru teladan dalam pendidikan berkarakter.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Pendidikan Karakter Siswa
Menurut Ratna Megawangi (2007), pendidikan
karakter siswa adalah untuk mengukir akhlak melalui proses knowing the
good, loving the good, dan acting the good. Yakni, suatu proses pendidikan yang
melibatkan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik, sehingga akhlak mulia
bisa terukir menjadi habit of the mind, heart, and hands. Dengan demikian,
kurang tepat jika menganggap pendidikan karakter hanya urusan mata pelajaran
agama atau PKN. Pendidikan karakter melekat pada mata pelajaran apapun. Bahkan,
rasanya tidak adil jika pendidikan karakter hanya dibebankan dan menjadi
tanggung jawab institusi sekolah.
Pendidikan karakter siswa harus
bermula dan ditanamkan dari lingkungan keluarga, sebab keluarga adalah fondasi
utama pendidikan. Betapa pun baiknya pendidikan formal di sekolah, betapa pun
sudah didukung oleh perangkat teknologi canggih, jika tidak didukung oleh
lingkungan keluarga yang baik, hasilnya tidak akan memuaskan. Keluarga adalah
basis terkecil dari kehidupan bermasyarakat. Pendidikan dalam keluarga harus
ditopang juga oleh lingkungan dan masyarakat yang sehat, serta didukung oleh
pemerintahan yang bersih. Meski terkadang pemerintahan yang bersih masih
menjadi utopia. Jika tidak begitu, pendidikan karakter akan sulit untuk
direalisasikan dan hanya akan menjadi wacana saja, maka dari itu mari kita
mulai sedini mungkin tentang pendidikan karakter siswa.
Pendidikan Karakter Siswa yang
baik, menurut
John Luther, lebih patut dipuji daripada bakat yang luar biasa. Hampir semua
bakat adalah anugerah. Karakter yang baik tidak dianugerahkan kepada kita. Kita
harus membangunnya sedikit demi sedikit dengan pikiran, pilihan, keberanian,
dan usaha keras. Karakter memang laksana “otot” yang memerlukan latihan demi
latihan untuk menjaga dan meningkatkan kualitas kesehatan dan kekuatannya. Oleh
karena itu, pendidikan karakter memerlukan proses pemahaman, penanaman nilai,
dan pembiasaan, sehingga seorang anak didik dapat mencintai perbuatan baik
berdasarkan kesadaran yang timbul dari dirinya. Dalam kaitan inilah kita
melihat banyaknya kekeliruan dan kegagalan dalam konsep dan kebijakan
pendidikan nasional yang terlalu mengarahkan anak didik untuk semata-mata
terampil menjawab soal. Anak dihargai tinggi jika mampu menjawab soal-soal
ujian. Mata pelajaran diarahkan untuk latihan kognitif semata dengan
menjejalkan informasi sebanyak mungkin kepada para siswa.
Pendidikan karakter siswa bukanlah
sebuah proses menghafal materi soal ujian dan teknik-teknik menjawabnya.
Pendidikan karakter memerlukan pembiasaan dan harus berangkat dari kesadaran
masing-masing individu. Sebab, segala sesuatu yang berangkat dari kesadaran
akan lebih bertahan lama dibandingkan dengan motivasi yang berasal dari luar
dirinya.
B. Tujuan Pendidikan Karakter
Tujuan pendidikan karakter siswa itu sendiri
pada hakikatnya tidak hanya menambah pengetahuan, tapi juga secara seimbang
harus menanamkan karakter positif terhadap sikap, perilaku, dan tindakan
seseorang. Tujuan pendidikan adalah untuk menghasilkan orang yang baik.
Siapakah manusia yang baik itu? Yaitu manusia yang mengenal dirinya, lalu ia
mengenal Tuhannya. Ia mengenal potensi yang ada pada dirinya dan mampu
mengembangkannya. Pendidikan akan menghasilkan manusia paripurna yang dapat
memaknai hakikat dirinya sebagai hamba Tuhan dan makhluk sosial. Hal ini
dimaksudkan agar manusia yang berpendidikan itu cerdas otaknya sekaligus waras
perilakunya.
Pendidikan harus kembali kepada
fungsi asalnya, yaitu menanamkan karakter positif warga negara sesuai dengan
fungsi pendidikan yang tersurat dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang menjelaskan bahwa pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Intinya, karakter
warga negara harus ditopang oleh nilai-nilai moral, sehingga akan tercipta
kesalehan sosial.
C.
Hubungan
Keteladanan Guru dan Pendidikan Berkarakter
Guru sejatinya bukan sembarang
pekerjaan, melainkan profesi yang pelakunya memerlukan berbagai kelebihan, baik
terkait dengan kepribadian, akhlak, spiritual, pengetahuan dan keterampilan.
Peran guru bukan sekadar mentransfer pelajaran kepada peserta didik. Tapi lebih
dari itu guru bertanggungjawab membentuk karakter peserta didik sehingga menjadi
generasi yang cerdas, saleh, dan terampil dalam menjalani kehidupannya. Inilah
tugas guru yang amat strategis dan mulia.
Apalagi dewasa ini kehadiran guru
sebagai pendidik semakin nyata menggantikan sebagian besar peran orang tua yang
notabene adalah pengemban utama amanah Tuhan Yang Maha Esa yang dikaruniakan
kepadanya. Dengan berbagai sebab dan alasan, orang tua telah menyerahkan
bulat-bulat tugas dan tanggung jawabnya kepada guru di sekolah dengan berbagai
keterbatasannya. Demikian pula masyarakat yang kontrol sosialnya semakin
melemah dan pemerintah yang selama ini lebih menitikberatkan pembangunan di
sektor fisik, semuanya ikut mengambil andil terhadap kegagalan pembentukan
karakter bangsa.
Menyadari hal ini, pemerintah mulai
tahun ajaran 2011/2012 menjadikan pendidikan berbasis karakter sebagai gerakan
nasional mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sampai Perguruan Tinggi
termasuk pendidikan nonformal dan informal. Menteri Pendidikan Nasional
Mohammad Nuh menyatakan, ”Pembentukan karakter siswa tidak bisa lepas dari
peran guru. Bagaimana manusia Indonesia pada tahun 2045 mendatang (100 tahun
Indonesia merdeka), ditentukan bagaimana guru membentuk siswa saat ini” (www.kemdiknas.go.id).
Karenanya, di pundak guru terletak salah satu beban untuk merestorasi karakter
dan kepribadian mulia bangsa Indonesia yang telah berada pada titik nadir. Guru
diharapkan bisa mengembalikan peradaban bangsa yang tinggi, yang selama ini
telah tergantikan dengan julukan bangsa yang korup, tidak memiliki kepribadian,
bangsa yang kacau, jorok, bodoh, anarkis dan banyak atribut jelek lainnya yang
kini melekat pada bangsa tercinta ini.
Kegagalan membentuk karakter bangsa
merupakan kesalahan kolektif yang harus dibenahi bersama. Oleh karena itu
solusi yang paling tepat untuk mengatasi masalah ini adalah dengan berkomitmen
untuk melakukan perbaikan secara kolektif pula. Masing-masing kita harus
instrospeksi diri dan berusaha keras untuk mencari solusi guna memperbaiki dan
mengembalikan serta meningkatkan karakter positif bangsa. Lakukan yang terbaik
yang kita bisa, jangan sibuk mencari kesalahan orang lain. Tapi mari kita mulai
dari diri kita, orang terdekat kita dan tugas di bawah tanggung jawab kita. Dan
guru adalah salah satu pilar penentu keberhasilan pendidikan karakter.
Dari berbagai asal dan dengan
berbagai alasan banyak orang memilih profesi guru. Apapun latar belakangnya,
apapun motivasinya, dan apapun alasannya, profesi guru menuntut kompetensi
sebagai guru. Guru berkompeten yang diharapkan tentu saja guru yang tidak hanya
mengetahui tugas dan tanggung jawabnya, tapi juga harus mampu melaksanakan
tugas dan tanggung jawabnya dengan sebaik mungkin.
Merujuk pada UU No. 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen, seorang guru harus memiliki empat kompetensi, yaitu
kompetensi profesional, pedagogis, personal, dan sosial. Dari keempat
kompetensi tersebut, aspek yang paling mendasar untuk menjadi seorang guru yang
berkarakter dan layak diteladani adalah aspek kepribadian (personalitas).
Karena aspek kepribadian inilah yang menjadi cikal bakal lahirnya komitmen
diri, dedikasi, kepedulian, dan kemauan kuat untuk terus berbuat yang terbaik
dalam kiprahnya di dunia pendidikan. Seorang guru harus memiliki kematangan,
baik intelektual maupun emosional. Kematangan ini terlihat dari kemampuan
bernalar dan bertutur, memberi contoh dan sikap yang baik, mengerti
perkembangan anak dengan segala persoalannya, kreatif, inovatif, menguasai
materi dan banyak metode pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan, situasi
dan intelegensi peserta didik.
D. Pembelajaran
Modelling
Menurut Rani Pardini yang dikutip
oleh Adhi, R (2010), ada tiga model guru berdasarkan tingkatan kualitasnya,
yaitu guru okupasional, guru profesional, dan guru vokasional.
Guru
okupasional adalah sosok guru yang menjalani profesi guru
sekadarnya, tanpa kepedulian lebih memerhatikan anak didiknya. Guru professional adalah guru yang
memiliki tanggung jawab lebih memenuhi kualifikasi undang-undang dan syarat
kompetensi guru sesuai dengan regulasi yang berlaku. Sementara Guru vokasional adalah guru yang
menjalani profesinya sebagai sebuah panggilan sehingga menjalani tugasnya
dengan penuh antusias, sabar, komitmen, dan terus mengembangkan diri serta
profesinya.
Dalam mendidik karakter sangat
dibutuhkan sosok yang menjadi model. Model yang dapat ditemukan oleh peserta
didik di lingkungan sekitarnya. Semakin dekat model pada peserta didik akan
semakin mudah dan efektiflah pendidikan karakter tersebut. Peserta didik butuh
contoh nyata, bukan hanya contoh yang tertulis dalam buku apalagi contoh
khayalan. Hal ini sejalan dengan pernyataan Berk yang dikutip oleh Sit, M
(2010), prilaku moral diperoleh dengan cara yang sama dengan respon-respon
lainnya, yaitu melalui modeling dan penguatan.
Lewat pembelajaran modeling akan
terjadi internalisasi berbagai prilaku moral, pro sosial dan aturan-aturan
lainnya untuk tindakan yang baik. Demikian pula menurut Social Learning Theory
dalam Bandura yang dikutip oleh Hadiwinarto, perilaku manusia diperoleh melalui
cara pengamatan model, dari mengamati orang lain, membentuk ide dan
perilaku-perilaku baru, dan akhirnya digunakan sebagai arahan untuk beraksi.
Sebab seseorang dapat belajar dari contoh apa yang dikerjakan orang lain,
sekurang-kurangnya mendekati bentuk perilaku orang lain, dan terhindar dari
kesalahan yang dilakukan orang lain.
E. Cara menjadi Guru Teladan dalam Pendidikan Berkarakter
Guru sebagai uswah atau teladan
harus memiliki modal dan sifat-sifat tertentu, diantaranya:
Pertama, Guru harus
meneladani Rasulullah Saw sebagai teladan seluruh alam.
Kedua, guru harus
benar-benar memahami prinsip-prinsip keteladanan. Mulailah dari diri sendiri.
Dengan demikian guru tidak hanya pandai bicara dan mengkritik tanpa pernah
menilai dirinya sendiri. Bercermin pada filosofi ”gayung mandi”, dalam mendidik
karakter guru jangan seperti gayung mandi. Gayung digunakan untuk mandi
bertujuan membersihkan, tapi ia sendiri tidak pernah mandi atau membersihkan
dirinya sendiri. Artinya guru harus mempraktikkannya terlebih dahulu sebelum
mengajarkan karakter kepada peserta didiknya.
Ketiga, guru harus
mengetahui tahapan mendidik karakter. Sekurang-kurangnya melalui tiga tahapan
pembelajaran yang penulis istilahkan dengan 3P yaitu: pemikiran, perasaan dan
perbuatan.
1. Tahapan
pertama pemikiran; merupakan tahap memberikan pengetahuan tentang karakter.
Pada tahapan ini guru berusaha mengisi akal, rasio dan logika siswa sehingga
siswa mampu membedakan karakter positif (baik) dengan karakter negatif (tidak
baik). Siswa mampu memahami secara logis dan rasional pentingnya karakter
positif dan bahaya yang ditimbulkan karakter negatif.
2. Tahap kedua
dalam mendidik karakter ini diistilahkan dengan perasaan; merupakan tahap
mencintai dan membutuhkan karakter positif. Pada tahapan ini guru berusaha
menyentuh hati dan jiwa siswa bukan lagi akal, rasio dan logika. Diharapkan
pada tahapan ini akan muncul kesadaran dari hati yang paling dalam akan
pentingnya karakter positif, yang pada akhirnya akan melahirkan dorongan/keinginan
yang kuat dari dalam diri untuk mempraktikkan karakter tersebut dalam
kesehariannya.
3. Tahap ketiga
perbuatan berperan; pada tahapan ini dorongan/keinginan yang kuat pada diri
siswa untuk mempraktikkan karakter positif diwujudkan dalam kehidupannya
sehari-hari. Siswa menjadi lebih santun, ramah, penyayang, rajin, jujur, dan
semakin menyenangkan, menyejukkan pandangan serta hati siapapun yang melihat
dan berinteraksi dengannya.
Keempat, Guru harus
mengetahui bagaimana mengimplementasikan pendidikan karakter kepada siswa.
Tanamkan pengertian betapa pentingnya "cinta" dalam melakukan
sesuatu, tidak semata-mata karena prinsip timbal balik. Ciptakan hubungan yang
mesra, agar siswa peduli terhadap keinginan dan harapan-harapan kita serta tumbuhkan
rasa sayang terhadap sesama.
Kelima, guru harus
menyadari arti kehadirannya di tengah siswa, mengajar dengan ikhlas, memiliki
kesadaran dan tanggungjawab sebagai pendidik untuk menanamkan nilai-nilai
kebenaran. Mengajar bukan untuk sekadar melepaskan tugas, mengajar karena
panggilan jiwa, mengajar dengan cinta, merasa bertanggung jawab terhadap
keberhasilan siswa dunia akhirat, dan mampu mengarahkan siswa tentang arti
hidup.
Dibutuhkan kerja keras untuk
mewujudkan cita-cita mulia ini. Guru harus mampu menjadi modelnya. Kita tidak
akan mampu membuat siswa rajin, tepat waktu, bertanggung jawab dan lain
sebagainya, jika kita tidak duluan mempraktikkannya.
Negeri ini tidak hanya membutuhkan
pendidikan karakter, tapi negeri ini sangat membutuhkan teladan dari pendidik
karakter dan teladan dari semua komponen bangsa. Dengan demikian keinginan
untuk membentuk generasi Indonesia yang santun, sadar sebagai makhluk ciptaan
Tuhan, dan memiliki kepenasaranan intelektual sebagai modal dalam membangun
kreatifitas dan daya inovasi dapat terwujud sesuai harapan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan landasan teori dan
pembahasan yang terurai ditas maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Pendidikan
karakter siswa bukanlah sebuah proses menghafal materi soal ujian
dan teknik-teknik menjawabnya. Pendidikan karakter memerlukan pembiasaan dan
harus berangkat dari kesadaran masing-masing individu. Sebab, segala sesuatu
yang berangkat dari kesadaran akan lebih bertahan lama dibandingkan dengan
motivasi yang berasal dari luar dirinya.
2. Tujuan
pendidikan karakter siswa itu sendiri pada hakikatnya tidak hanya menambah
pengetahuan, tapi juga secara seimbang harus menanamkan karakter positif
terhadap sikap, perilaku, dan tindakan seseorang.
3. Negeri ini
tidak hanya membutuhkan pendidikan karakter, tapi negeri ini sangat membutuhkan
teladan dari pendidik karakter dan teladan dari semua komponen bangsa. Dengan
demikian keinginan untuk membentuk generasi Indonesia yang santun, sadar
sebagai makhluk ciptaan Tuhan, dan memiliki kepenasaranan intelektual sebagai
modal dalam membangun kreatifitas dan daya inovasi dapat terwujud sesuai harapan.
B. Saran
1.
Pendidikan
karakter diharapkan menjadi kegiatan-kegiatan diskusi, simulasi, dan penampilan
berbagai kegiatan sekolah, untuk itu guru diharapkan lebih aktif dalam
pembelajarannya.
2.
Lingkungan
sekolah yang positif membantu membangun karakter. Untuk itu benahi lingkungan
sekolah agar menjadi lingkungan yang positif.
3.
Guru
diharapkan, disiplin terlebih dulu,pasti siswa akan mengikuti disiplin juga.
DAFTAR
PUSTAKA
Degeng, S
Nyoman,1989,Taksonomi Variabel , Jakarta,
Depdikbud.
Joni, T.
Raka. 1996. Pembelajaran Terpadu.
Jakarta: Dirjen Dikti Bagian Proyek PPGSD.
Nurhadi,
Burhan Yasin, Agus Genad Senduk, 2004, Pendekatan
Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK, Malang,Universitas negeri Malang.
Trianto,
2009, Pembelajaran Inovatif Berorientasi
Konstruktivistik, Jakarta, Prestasi Pustaka Publisher.
http://eka93.student.umm.ac.id/2011/07/30/keteladanan-guru-dan-pendidikan-berkarakter/
Langganan:
Postingan (Atom)