Sabtu, 21 Januari 2023

Pelatihan Mandiri Topik Merdeka Belajar Modul 3 Mendampingi Murid dengan Utuh dan Menyeluruh

 

Tidak ada individu yang sama dan zaman selalu bergerak dinamis. Hampir setiap kita menyadari kedua hal tersebut. Menyadari keunikan setiap dan semua murid merupakan satu hal. Bagaimana penerapan kelas yang memfasilitasi setiap kodrat individu merupakan hal lainnya. Pendidikan seyogyanya bukan sesuatu yang rigid dan pakem.

Penyesuaian sesuai konteks merupakan pendekatan yang perlu kita usahakan setiap waktunya sebagai pendidik. Di modul ini Ibu / Bapak akan bersama-sama memahami bagaimana pendidikan yang selalu mengupayakan perubahan perbaikan dan merangkul bakat dan keunikan setiap individu. Terdapat tiga tahapan untuk dapat menyelesaikan Modul 3 ini yaitu :

Pada Modul 3, ada dua materi yang akan dipelajari antara lain :

  • Kodrat Murid
  • Trikon

A. Materi Aktivitas "Kodrat Murid"

1. Kodrat Keadaan

Modul Mendampingi Murid dengan Utuh dan Menyeluruh terdiri dari beberapa materi. Kali ini kita akan mengulas materi kodrat keadaan agar kita dapat memahami kodrat keadaan pendidikan yang sesuai dengan zaman berdasarkan pemikiran Ki Hadjar Dewantara. Kodrat keadaan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari dasar pendidikan murid. Kodrat keadaan terdiri dari dua hal yaitu kodrat alam dan kodrat zaman.

Ki Hadjar Dewantara mengatakan bahwan segala perubahan yang terjadi pada murid dihubungkan dengan kodrat keadaan, baik alam maupun zaman. Lalu, bagaimana cara kita menghubungkan dasar pendidikan murid dengan kodrat alam dan kodrat zaman? Kodrat alam adalah dasar pendidikan murid yang berkaitan dengan sifat dan bentuk lingkungan dimana mereka berada. Murid dengan kodrat alam perkotaan sejatinya dilihat sebagai bagian dari masyarakat perkotaan. Maka, pembelajaran yang diterima murid sebaiknya mampu membantu mendekatkannya dengan konteks atau kodrat alamiah bukan sebaliknya malah menjauhkannya.

Tidak jarang kita menjumpai guru membantu memberikan ilmu dan wawasan diluar konteks dimana murid tinggal dan hidup. Misalnya, mayoritas murid adalah anak petani karet, diberikan wawasan dan informasi bagaimana menjaga kelestarian dan ekosistem laut. Sebenarnya tidak apa-apa, mungkin saja murid akan mendapat informasi dan cara bagaimana menjaga kelestarian laut. Apakah cara dan informasi itu sesuai dengan kodrat alam murid? Oleh sebab itu, karena guru bukan lagi sebagai satu-satunya sumber belajar murid maka, guru dapat membantu murid dengan memberikan pembelajaran kontekstual.

Guru berperan sebagai penghubung murid dengan sumber-sumber belajar yang ada disekitar murid atau di sekolah maupun dengan sumber-sumber belajar digital yang mengaitkan setiap materi dengan konteks di mana murid hidup. Misalnya, materi menjaga kelestarian alam, dikonteskan dengan merawat pohon karet agar produksi getahnya semakin baik kualitasnya dengan membersihkan gulma atau tanaman pengganggu pohon karet. Pembelajaran kontekstual dan peran guru sebagai penghubung sangat dibutuhkan murid karena itu akan membantu mereka menguatkan kekuatan-kekuatan kodratnya.

Sementara kodrat zaman adalah bagian dasar pendidikan murid yang berhubungan dengan isi dan irama. Isi dan irama pendidikan bergerak dinamis sesuai dengan perkembangan zaman. Muatan pendidikan dan cara belajar dikala kita sebagai murid pasti berbeda dengan zaman saat ini. Pendidikan setelah masa kemerdekaan tentu juga berbeda dengan pendidikan pada abad ke-21. Maka, kita pendidik bergegas beradaptasi terhadap kodrat zaman untuk membantu murid mencapai selamat dan bahagia.

Perubahan zaman merupakan keniscayaan yang tidak mungkin dihindari dan dicegah. Perubahan zaman pun akan datang sendiri tanpa diminta. Namun, banyak dari kita yang belum menyadari akan hal itu. Kenyamanan-kenyamanan yang dirasakan saat ini akan diselimuti kegelisahan-kegelisahan akibat perubahan zaman. Misalnya, kemajuan pesat teknologi membuat cara belajar dan berinteraksi murid juga berubah. Jika tidak kita siapkan dan beradaptasi dengan baik maka, murid-murid mungkin tidak akan mampu hidup berdampingan dengan perubahan zaman.

Contohnya, guru yang terbiasa mengajar dengan menggunakan metode utama ceramah, menyampaikan informasi-informasi yang sudah ada di mesin pencari atau digital, membuat murid memiliki kompetensi yang tidak relevan dan sesuai dengan keterampilan abad ke-21 yaitu berpikir kritis, kreatif, komunikasi, dan kolaborasi. Maka sebagai pendidik, kita juga dapat membantu memberikan pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan kecakapan tersebut.

Seiring dengan perubahan yang terjadi dalam pendidikan secara global, Ki Hadjar Dewantara mengingatkan bahwa pengaruh-pengaruh dari luar hendaknya tetap dipilah, mana yang sesuai dengan kearifan lokal, sosial, budaya Indonesia. Namun di era berlimpahnya informasi saat ini, kita pendidik tidak bisa membatasi, menolak, dan memilih informasi-informasi secara langsung. Pengaruh-pengaruh luar sangatlah banyak dan terus-menerus membanjiri halaman kita.

Cara merespon banyaknya pengaruh luar tersebutlah yang menjadi perhatian kita sebagai pendidik. Dengan begitu maka sebagai pendidik, kita juga dapat membantu memberikan pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan kecakapan tersebut. Dengan begitu banyaknya informasi yang datang, kita tidak bisa benar-benar menyaring mana yang diterima oleh murid. Karena ia bisa mendapatkan informasi dari mana saja. Yang dapat dilakukan pendidik adalah membantu anak untuk menemukan kecakapan berpikir kritis dalam menerima dan merespon informasi.

Penanaman budaya kearifan lokal yang logis dapat membantu murid menjadi bijak dalam kehidupannya. Jika kita dapat memegang kuat kearifan lokal budaya indonesia. Kita juga akan mampu merespon pengaruh- pengaruh luar dengan bijak. Sehingga adopsi muatan dan konten pengetahuan akan sejalan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan konteks sosial budaya yang ada di Indonesia. Bahkan semakin menguatkannya menjadi kodrat alam dan kodrat zaman dalam mendidik murid-murid kita.

Untuk mewujudkan dan menjaga itu semua diperlukan prinsip-prinsip dalam melakukan perubahan. Ki Hadjar Dewantara menyebutnya sebagai Asas Tricon : Kontinyu, Konvergen, dan Konsentris. Kontinyu, kemajuan kebudayaan merupakan keharusan lanjutan langsung dari kebudayaan itu sendiri. Konvergensi kebudayaan menuju arah kesatuan kebudayaan dunia atau kemanusiaan. Konsentris kebudayaan harus mempunyai karakteristik dan sifat kepribadian sendiri sebagai pusatnya dalam lingkungan kebudayaan dunia atau kemanusiaan.

Maka dengan menggunakan asas tricon sebagai prinsip melakukan perubahan kebudayaan bangsa indonesia tidak akan tertinggal. Kebudayaan indonesia akan berjalan beriringan dengan kebudayaan lain dan memiliki karakter dan ciri khasnya sendiri. Mari kita refleksikan bersama: Apakah kita sudah membantu memberikan pembelajaran berdasarkan kodrat keadaan murid? Apa yang dapat kita lakukan sebagai pendidik agar kodrat keadaan murid dapat menuntun kekuatan kekuatan dan potensi pada murid? Selamat belajar Bapak dan Ibu Guru Hebat.

 

2. Kodrat Alam

Salam dan bahagia ibu dan bapak guru hebat. Selamat datang kembali di modul Mendampingi Murid dengan Utuh dan Menyeluruh. Kali ini kita akan meneruskan materi belajar tentang kodrat alam agar dapat memahami bahwa setiap murid adalah individu yang utuh dan unik berdasarkan tujuan dan asas pendidikan Ki Hadjar Dewantara.

Kodrat alam merupakan bagian dari dasar pendidikan murid yang berkaitan dengan sifat dan bentuk lingkungan tempat murid berada. Salah satu instrumen untuk pengembangannya adalah melalui pendidikan atau tuntunan. Kita sebagai pendidik dapat merencanakan pengembangan kemampuan berpikir murid agar akal budi murid terus berkembang sesuai kodrat alam nya. Melihat murid sebagai individu yang utuh, bagian dari masyarakat, serta lingkungannya menjadi keharusan bagi tumbuh dan hidupnya murid.

Kita tidak dapat memandang murid sebagai bagian yang terpisah dari lingkungannya. Proses tumbuh dan hidupnya murid sangatlah beragam. Potensi setiap anak berkembang dari tahapan yang sederhana menuju tahapan yang lebih kompleks. Kodrat yang dimiliki setiap murid tidak sama. Setiap anak memiliki kekuatan kodratnya. Bahkan, anak kembar identik pun memiliki kodrat masing-masing. Oleh karenanya, murid sebagai individu yang unik yang berbeda satu dari yang lain harus mendapatkan tuntunan yang tepat sesuai dengan keunikannya. Sehingga murid dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan.

Seorang anak yang dilahirkan dengan kodrat alam perkotaan maka ia menjadi bagian dari alam masyarakat dan lingkungan perkotaan. Oleh karena itu pendidik sebaiknya dapat menuntun murid untuk menemukan konteks pembelajaran yang relevan terhadap dirinya dan lingkungan tempat mereka berada. Misalnya, murid yang hidup di daerah pesisir mendapat wawasan mengenai bahaya yang mengancam ekosistem laut dan melakukan penelitian bersama untuk menemukan berbagai cara merawat dan menjaga lautnya seperti menanam mangrove. Murid bisa mendapat pengetahuan akan bahaya sampah plastik jika dibuang ke laut dan mengenal jenis-jenis hewan dan tumbuhan yang ada di laut.

Kita pendidik sebaiknya membantu mendekatkan murid dengan konteks kehidupannya bukan sebaliknya menjauhkan mereka dari konteks kehidupannya. Begitu pula dengan potensi atau kekuatan yang ada pada murid. Ada murid yang memiliki kekuatan atau potensi pada bidang seni, ada juga murid yang memiliki potensi bahasa maka, kita sebagai pendidik perlu memiliki kepekaan dan kemampuan untuk mengidentifikasi keunikan yang ada pada setiap murid agar segala kodrat dan keunikannya mendapatkan tuntunan yang tepat dan dapat membantu mereka mencapai selamat dan bahagia.

Sebagai pendidik kita dapat menggunakan metode, strategi, dan teknik pembelajaran sesuai keunikan potensi masing-masing murid untuk membantu mereka mengembangkan kekuatan kodratnya. Dengan demikian murid akan merasa leluasa untuk mengeksplorasi potensinya dan menemukan pengalaman-pengalaman belajar yang bermakna. Contohnya, yang memiliki potensi seni diberi kesempatan atau ruang untuk menyelenggarakan pertunjukan seni dengan tema yang dikaitkan dengan peminatan murid atau disesuaikan dengan pembelajaran tertentu.

Dapat dibayangkan murid akan merasa senang, mereka akan aktif mencari informasi dan menyajikan pemahamannya dalam bentuk pertunjukan seni yang mereka sukai. Ki Hadjar Dewantara mengingatkan kita bahwa dalam melakukan pembaruan yang terpadu hendaknya selalu diingat bahwa segala kepentingan anak-anak didik baik mengenai hidup diri pribadinya maupun hidup kemasyarakatannya jangan sampai meninggalkan segala kepentingan yang berhubungan dengan kodrat keadaan, baik kodrat alam maupun kodrat zaman.

Ibu dan bapak guru mari kita resapi bersama : Apakah kita sudah melihat murid sebagai individu yang utuh bagian dari alam semesta? Apakah kita sudah peka dan mampu menemukan keunikan dari setiap murid kita? Apakah kita sudah memberikan tuntunan yang sesuai dengan keunikan murid kita? dan yang paling penting Apakah pembelajaran yang kita rancang sesuai dengan kehendak murid dan mendekatkan murid dengan konteks kehidupan dan segala potensinya. Selamat belajar ibu dan bapak guru hebat.

3. Kodrat Zaman

Kali ini kita akan mengulas materi tentang kodrat zaman agar kita dapat memahami tujuan dan asas pendidikan sesuai zaman berdasarkan pemikiran Ki Hadjar Dewantara. Pendidikan bergerak sangat dinamis mengikuti perkembangan zaman. Kodrat zaman merupakan bagian dari dasar pendidikan murid yang berkaitan dengan isi dan irama.

Selain kodrat alam, Ki Hadjar Dewantara mengungkapkan dalam melakukan pembaharuan yang terpadu hendaknya selalu diingat bahwa segala kepentingan anak-anak didik baik mengenai hidup diri pribadinya maupun kemasyarakatannya jangan sampai meninggalkan segala kepentingan yang berhubungan dengan kodrat keadaan, baik pada alam maupun pada zaman. Sementara itu segala bentuk isi dan irama yaitu cara mewujudkannya hidup dan penghidupannya hendaknya selalu disesuaikan dengan dasar-dasar dan asas kehidupan kebangsaan yang bernilai dan tidak bertentangan dengan sifat-sifat kemanusiaan.

Ki Hadjar Dewantara ingin mengingatkan kita para pendidik untuk menuntun murid mencapai kekuatan-kekuatan kodratnya sesuai dengan alam dan zaman menggunakan asas tricon yaitu kontinyu, konvergen, dan konsentris. Kontinyu, pendidik menuntun murid dengan perencanaan dan pengembangan secara berkesinambungan menyatu dengan alam masyarakat Indonesia untuk mewariskan peradaban. Konvergen, pendidik menuntun murid dengan pemikiran terbuka terhadap segala sumber belajar, mengambil praktek-praktek baik dari kebudayaan lain, dan menjadikan kebudayaan kita bagian dari alam universal. Konsentris, pendidik menuntun murid dengan berdasarkan kepribadian karakter dan budaya kita sendiri sebagai pusatnya.

Asas tricon diyakini mampu menghadapi derasnya arus perubahan kodrat zaman seperti abad ke-21 secara global. Pendidikan saat ini ditekankan untuk menuntun anak memiliki keterampilan abad ke-21 yaitu berpikir kritis dan solutif, kreatif dan inovatif, serta mampu berkomunikasi dan berkolaborasi. Meskipun demikian pengaruh pengaruh global harus disaring. Seleksi menggunakan kekuatan utama bangsa Indonesia yaitu kearifan local, sosial budaya sehingga isi dan irama pendidikan berupa konten atau muatan pengetahuan yang diadopsi selaras dengan nilai-nilai kemanusiaan dan konteks sosial budaya yang ada di Indonesia. Maka, cara mendidik pun harus sesuai dengan tuntutan zaman.

Cara belajar dan interaksi murid abad ke-21 tentu berbeda dengan murid di pertengahan abad ke-20 seperti apa yang dikatakan Ki Hajar Dewantara “didiklah anak-anak dengan cara yang sesuai dengan tuntunan alam dan zamannya”. Misalnya, guru membantu murid untuk melakukan refleksi diri sebagai proses mengenali dan melihat kembali potensi dirinya kemudian murid diajak untuk mengamati keadaan sekolah dan lingkungannya. Setelah itu murid menganalisis permasalahan dan potensi yang muncul dari hasil pengamatannya. Ini adalah contoh belajar berpikir kritis.

Guru kemudian mengajak murid untuk berkreasi, merespon potensi dan isu yang terkoneksi dengan dirinya melalui proses berproyek yang bisa mereka lakukan secara individu maupun berkelompok. Ini adalah bentuk belajar kreativitas dan kolaborasi. Lalu murid mengkomunikasikan karyanya melalui berbagai format presentasi seperti misalnya pameran sosialisasi atau seminar kepada publik atau audien yang akan terdampak dari karyanya. Ini adalah bentuk belajar komunikasi. Dengan pembelajaran tersebut, murid merasa lebih merdeka dan bertanggungjawab atas pengalaman belajarnya bukan karena tuntutan yang membelenggu kemerdekaannya.

Ibu dan bapak guru mari kita renungkan : Apakah kita sudah mendidik murid kita sesuai dengan kodrat jamannya? Apa yang dapat kita lakukan untuk menuntun mereka agar berdaya sesuai kodrat jamannya? Selamat belajar ibu dan bapak guru hebat salam dan bahagia

B. Materi Aktivitas "Trikon"

Kali ini kita akan mengulas materi tentang asas Trikon; kontinyu, konvergen, dan konsentris dalam pendidikan serta contoh penerapannya di dalam kelas agar kita dapat memahami tujuan dan asas pendidikan berdasarkan pemikiran Ki Hadjar Dewantara.

Related:

Pendidikan adalah suatu proses yang dinamis. Pendidikan terus berubah dan berkembang sesuai dengan kondisi zaman dan juga kondisi murid. Jangan dibayangkan sistem pendidikan sebagai sebuah sistem besar yang hanya dipikirkan dan diurus oleh para pakar dan penentu kebijakan di pusat. Sekolah atau bahkan kelas juga merupakan suatu system pendidikan dengan ruang lingkup yang kecil namun merupakan ujung tombak berjalannya sistem pendidikan.

Setiap sekolah memiliki kondisi dan permasalahan masing-masing sehingga pengembangan satu sekolah dengan sekolah lain sangat beragam sesuai karakteristik lingkungannya. Misalnya, kondisi geografis Indonesia yang beragama mendorong proses pendidikan yang dinamis. Sekolah yang berada di lingkungan pantai dapat mengkontekstualkan proses pendidikannya sesuai dengan lingkungan pantai tempat murid tinggal seperti menanam pohon bakau untuk mencegah abrasi pantai. Begitu pula sekolah yang berada di pegunungan, guru dapat mengajak murid untuk menjaga pohon agar terhindar dari bahaya tanah longsor.

Dengan demikian guru memfasilitasi proses belajar murid sesuai dengan keadaan lingkungan murid dan potensi yang dimiliki. Sehingga murid dapat melihat hubungan antara dirinya dengan lingkungan, masalah, serta potensi yang terhubung pada dirinya dengan proses pendidikan yang berjalan sangat dinamis. Budaya, kebudayaan, atau cara hidup bangsa itu bersifat kontinyu; bersambung tak putus-putus. Dari zaman penjajahan sampai zaman kemerdekaan, perkembangan dan kemajuan kebudayaan serta cara hidup bangsa terus menerima pengaruh nilai-nilai baru.

Proses pembelajaran sejatinya tidak pernah putus. Usaha sadar yang menikmati setiap proses belajar karena dilakukan sukarela. Kemauan belajar, rasa ingin tahu, dan motivasi internal dalam diri murid perlu distimulasi. Sehingga, akan melahirkan murid yang memiliki kemampuan pengaturan kegiatan belajarnya sendiri atau self-regulatory learning.

Ibu dan bapak guru, dalam pembelajaran lingkungan hidup, guru dapat mengajak murid berkegiatan di halaman dan lingkungan sekitar sekolah. Kemudian guru meminta murid untuk mengamati dan memberikan beberapa pertanyaan pemantik diskusi. Harapannya, murid akan menjawab dengan berbagai macam hal yang bisa ditemui secara langsung, seperti pohon-pohon, pot bunga, tempat sampah, sampah yang tertinggal di halaman sekolah, atau bahkan menceritakan pengalaman di lingkungan rumahnya masing-masing.

Proses dialog yang terjadi memberikan ruang kepada murid untuk mengekspresikan rasa yang ia miliki dan temukan. Kemudian jika ada murid yang merasa tidak tertarik dengan lingkungan sekolah yang sedang dikunjungi, guru bisa berdialog mengenai lingkungan seperti apa yang ingin murid kunjungi dan menarik untuknya. Guru memfasilitasi murid untuk menentukan tujuan apa yang ingin dipelajari, memantau proses pembelajaran yang dilalui, dan membimbing murid untuk melakukan refleksi terhadap pengalaman belajar yang telah dilalui murid agar ia dapat memahami hubungan dirinya dengan lingkungannya, peran dan tugasnya di dalam lingkungan tersebut, serta kontribusinya dalam menjaga lingkungan.

Apabila murid mampu memahami hubungan diri dan lingkungannya, ia dapat pula belajar memahami peran dan kontribusi dirinya terhadap lingkungan serta menindaklanjuti peran dan kontribusinya tersebut. Hal ini juga dapat mendorong terbentuknya kemampuan pengaturan belajar mandiri atau self-regulatory learning, Konvergen. Pengembangan yang dilakukan dapat mengambil dari berbagai sumber di luar, bahkan dari praktek pendidikan di luar negeri seperti yang dilakukan oleh Ki Hadjar Dewantara ketika mempelajari berbagai praktek pendidikan dunia. Misalnya, Maria Montessori, Froebel, dan Rabindranath Tagore.

Dalam dunia pendidikan pun banyak system pendidikan yang masuk ke Indonesia tidak lantas kita terima mentah-mentah. Kita perlu mengolahnya dan hanya menerima yang sesuai dengan nilai-nilai kebangsaan. Dalam hal ini Ki Hadjar Dewantara menggambarkan manusia sebagai titik kecil yang kemudian bersama dengan yang lain membentuk lingkaran besar atau keluarga, dan menjadi lingkaran yang lebih besar lagi atau organisasi. Pengembangan pendidikan yang dilakukan harus tetap berdasarkan kepribadian kita sendiri. Oleh karena itu meskipun Ki Hajar Dewantara menganjurkan kita untuk mempelajari kemajuan bangsa lain namun tetap semua itu ditempatkan secara konsentris dengan karakter budaya kita sebagai pusatnya.

Implementasi konsep trikon ; kontinyu, konvergen, dan konsentris; bisa kita amati atau bahkan kita refleksikan dari apa yang sudah terjadi dalam proses pembelajaran. Manajemen kelas yang mengatur berjalannya proses pembelajaran tentunya melalui sebuah perencanaan dan dilakukan secara terus- menerus sehingga pengelolaan perilaku, lingkungan, dan kurikulum berjalan dengan efektif. Konsisten dalam menjalankan manajemen kelas ini, salah satu contoh implementasi asas kontinu dalam pendidikan. Murid diberikan kemerdekaan untuk belajar, bertanya, dan mengembangkan potensinya.

Kesinambungan manajemen kelas yang konsisten memberikan ruang kepada murid untuk mengeksplorasi gagasan, ide, dan kreativitasnya. Seringkali pembelajaran STEAM ini dipahami sebagai pembelajaran menggunakan teknologi tinggi seperti robotic komputasi atau codding. Padahal, bisa diartikan lebih luas seperti teknologi fermentasi tempe, teknologi pewarnaan batik, ataupun teknologi pengawetan makanan, seperti pembuatan ikan asin atau ikan asap.

Dengan memahami konsep pembelajaran STEAM maka guru dapat menyesuaikan keinginan belajar murid dengan kondisi ketersediaan daya dukung untuk belajar dengan tetap menghadirkan nilai-nilai local. Meskipun metode pembelajaran dalam pendidikan bisa mengacu pada konsep manapun secara terbuka, tapi hal itu tetap harus dilakukan secara konsentris yaitu tetap mempertahankan jatidiri bangsa dan menjadi diri sendiri.

 

 

Pelatihan Mandiri Topik Merdeka Belajar Modul 2 Mendidik dan Mengajar -

 

Pada modul ini kita akan bersama berefleksi mengenai praktik mengajar kita apakah sudah cukup menyiapkan murid di masa depan? Terdapat tiga tahapan untuk dapat menyelesaikan Modul 1 ini yaitu :

 

Pada Modul 2, ada tiga materi yang akan dipelajari antara lain :

  • Mendidik Menyeluruh
  • Pendidikan selama satu abad
  • Menjadi manusia (secara) utuh

 

 

 

A. Materi Aktivitas "Mendidik Menyeluruh"

 

 

Salam dan bahagia Ibu dan Bapak guru. Selamat datang di Modul Mendidik dan Mengajar. Modul ini terdiri dari beberapa materi yang akan kita pelajari bersama. Kali ini kita akan membahas materi mendidik menyeluruh berdasarkan pemikiran Ki Hadjar Dewantara. agar kita dapat memahami gagasan-gagasan Dewantara mengenai tujuan pendidikan nasional.

 

Ibu dan Bapak guru, pemahaman terhadap kata “pendidikan dan pengajaran” kadang masih membingungkan. Penggabungan istilah tersebut dapat mengaburkan pengertian yang sesungguhnya. Pengajaran adalah suatu cara menyampaikan ilmu atau manfaat bagi kehidupan anak-anak secara lahir maupun batin. Maka, pengajaran merupakan salah satu bagian dari pendidikan. Sama halnya dengan mengajar yang merupakan salah satu bagian dari mendidik. Sementara Pendidikan adalah tempat menaburkan benih-benih kebudayaan yang hidup dalam masyarakat sekaligus sebagai instrumen tumbuhnya unsur peradaban agar kebudayaan yang kita wariskan kepada anak cucu kita di masa depan.

 

Ki Hajar Dewantara mendefinisikan pendidikan sebagai tuntunan yaitu tuntunan dalam hidup tumbuhnya murid. Maka Mendidik adalah menuntun segala kodrat yang ada pada murid agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik itu sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat.

 

Ibu dan Bapak guru, murid diciptakan sebagai makhluk yang memiliki kodrat untuk mereka hidup dan tumbuh. Pendidik tidak dapat menentukan dan berkehendak akan hidup tumbuhnya murid. Yang bisa pendidik lakukan adalah menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan-kekuatan itu dengan mengerahkan segala daya upaya untuk memajukan perkembangan budi pekerti, pikiran, dan jasmani murid agar dapat memperbaiki perilakunya bukan dasar hidup dan tumbuhnya itu.

 

Layaknya seorang petani yang menanam padi, ia hanya dapat menuntun tumbuhnya padi, mengusahakan kondisi yang terbaik agar padi dapat tumbuh sesuai dengan kodratnya. Petani mungkin dapat memperbaiki keadaan tanaman padinya atau bahkan menghasilkan tanaman padi yang lebih besar daripada tanaman padi yang tidak dipelihara. Bagaimanapun ikhtiar yang terbaik yang dilakukan oleh petani untuk tumbuhnya padi tidak akan dapat membuat tanaman padi itu tumbuh menjadi tanaman jagung atau tanaman lainnya.

 

Seperti itulah peran pendidik yang bisa menuntun agar murid bisa tumbuh dan berkembang sesuai dengan kodratnya. Pendidikan tidak hanya berbentuk pengajaran yang memberikan pengetahuan kepada murid tapi juga mendidik keterampilan berpikir, mengembangkan kecerdasan batin, dan pada akhirnya murid dapat melancarkan hidup untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan.

 

Ibu dan Bapak guru, ilmu dan pengetahuan sangat diperlukan sebagai bagian dari pendidikan, sebagai kunci untuk mengasah keterampilan berpikir, memajukan kecerdasan batin, dan melancarkan hidup pada umumnya. Oleh karenanya, pendidikan pikiran atau intelektual murid sebaiknya dibangun setinggi-tingginya, seluas-luasnya dan selebar-lebarnya agar murid dapat mewujudkan perikehidupan lahir dan batin dengan sebaik-baiknya.

 

Sebagai pendidik kita perlu cermat dalam menempatkan pendidikan pikiran murid sesuai dengan konteks pendidikan nasional berdasarkan garis-garis bangsanya atau kultural nasional yang akan melengkapi, mempertajam, dan memperkaya pendidikan keterampilan berpikir murid. Setiap murid memiliki kekuatan kekuatan yang memerlukan tuntunan orang dewasa. Menuntun potensi murid bertujuan agar ia semakin baik adabnya dan untuk mendapatkan kecerdasan yang luas sehingga ia terlindungi dari pengaruh-pengaruh yang dapat menghambat bahkan melemahkan tumbuhnya potensi atau kekuatan dirinya.

 

Ada murid yang tidak memiliki kesempatan mendapatkan tuntutan yang baik sehingga ia cenderung tidak dapat menumbuhkan dan mengembangkan kekuatan atau potensinya dengan maksimal. Ada juga murid yang mendapatkan tumbuh dengan baik namun kekuatan atau potensinya tidak dapat tumbuh atau berkembang karena adanya pengaruh-pengaruh yang membatasi tumbuh kembangnya potensi yang ia miliki.

 

Sebagai orang dewasa kita dapat berupaya membangun dan menjaga suasana lingkungan yang kondusif agar setiap murid dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan kodratnya. Seumpama dua garis yang saling tarik-menarik dan saling mempengaruhi yang pada akhirnya berujung menjadi satu. Dua garis itu adalah garis dasar yang menggambarkan potensi dari murid dan garis keadaan yang menggambarkan kesempatan untuk berkembang. kedua garis ini saling berhubungan yang menurut ilmu pendidikan disebut konvergensi.

 

Buah dari tuntunan kepada murid adalah berkembangnya akal budi murid yang mendorong terciptanya kebudayaan. Kebudayaan bangsa yang menjadi ciri khas dan dasar perubahan zaman ditengah-tengah kebudayaan-kebudayaan negara lain membuat kita kadang-kadang khawatir akan tergerusnya kebudayaan kita. Meskipun adat istiadat atau kebiasaan di masyarakat berubah karena akal budi manusia juga berkembang. Kebudayaan Bangsa Indonesia akan tetap ada menjadi pilar utama dalam memajukan pendidikan nasional. Contohnya kebudayaan gotong royong membersihkan dan menghias kelas, serta sekolah yang melibatkan murid dapat menumbuhkan karakter dan kecakapan sosial emosional.

 

Guru dapat memberikan praktek pembelajaran yang mengembangkan kerjasama, empati menghargai sesama dan berkontrIbusi sosial kepada sesama. Sehingga murid dapat menemukan dan terbekali dengan kebudayaan kebudayaan bangsa yang jika terus-menerus ditumbuhkan. Maka kebudayaan bangsa akan semakin kuat dan tentu saja akan membantu murid atas kehidupan dan penghidupannya. Dan yang paling utama dan yang paling penting yang dapat membantu keberlangsungan hidup sebagai bangsa Indonesia.

 

 

Lalu bagaimana dengan pembelajaran di kelas kita saat ini. Apakah kita sudah mendidik anak dengan menyeluruh atau mungkin kita hanya sebatas mengajar? Mari kita refleksikan bersama-sama. Asalam dan bahagia Ibu Bapak guru hebat.

 

 

B. Materi Aktivitas "Pendidikan Selama Satu Abad"

 

 

Selamat datang kembali di Modul Mendidik dan Mengajar. Kali ini kita akan mengulas Materi Pendidikan Selama 1 Abad, melihat perjalanan Pendidikan Nasional dari sudut pandang Ki Hajar Dewantara mengenai cita-cita sistem Pendidikan Nasional.

 

Ibu dan Bapak guru, metode pengajaran di zaman kolonial Belanda yang menggunakan sistem pendidikan perintah dan sanksi, tanpa sadar masuk ke dalam warisan cara guru-guru kita mendidik murid-muridnya. Bahkan mungkin sampai saat ini praktek itu masih saja berlangsung. Misalnya masih ditemukan kasus kekerasan pada murid di sekolah. Murid mendapat hukuman atau sanksi ketika mereka belum atau tidak mengerjakan perintah dari guru.

 

Contoh lain adalah sistem penilaian atau penghargaan yang terlalu berorientasi pada kecakapan kognitif. Misalnya Kapan murid diukur dari hasil ujian sumatif yang menguji kecakapan kognitif semata. Akibatnya murid berusaha keras melatih kecakapannya dengan mengerjakan kisi-kisi soal ujian hingga mendapat nilai dan penghargaan dari sekolah.

 

Nah fokus pada orientasi kognitif ini menyebabkan perkembangan kecakapan sosial emosional mulai terabaikan. Di sisi lain, jika murid belum mampu memenuhi tuntutan- tuntutan ujian sumatif yang sangat berat tidak jarang murid-murid kita mendapat penghakiman. Mereka ini dianggap gagal dalam belajar.

 

Sistem pendidikan di zaman kolonial Belanda didasarkan atas diskriminasi yaitu adanya perbedaan perlakuan terhadap anak-anak pribumi untuk mendapatkan pendidikan yang sifatnya masih materialistik individualistik dan intelektualistik. Hal ini bertentangan dengan keadaan dan kebudayaan bangsa timur. Sebagai perlawanan terhadap sistem yang diskriminatif ini Ki Hajar Dewantara menggagas perlunya sebuah sistem pendidikan yang humanis dan transformatif yang dapat memelihara kedamaian dunia.

 

Ki Hajar Dewantar perkenalkan sistem among yaitu yang dikenal dengan slogannya Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani. Ing Ngarso Sung tulodo artinya seorang guru haruslah berkomitmen menjadi seorang teladan. Ia harus memberikan contoh yang baik. Ing Madyo Mangun Karso artinya seorang guru haruslah membangkitkan atau menguatkan semangat murid-muridnya bukan orang yang melemahkan semangat. Dan Tut wuri Handayani yaitu seorang guru haruslah memberikan dorongan atau menjadikan murid-muridnya orang-orang yang mandiri atau orang-orang yang merdeka yang tumbuh kembang secara maksimal.

 

Inilah esensi dari merdeka belajar. Meskipun semboyan ini diingat dengan sangat baik oleh banyak guru dengan istilah Tut Wuri Handayani. Tetapi masih banyak juga yang belum memahami roh dan maknanya, yaitu untuk kemerdekaan murid yang menghidupkan dan menggerakan kekuatan lahir dan batinnya yang kemudian menjadi bagian dari jiwa-jiwa kita sebagai pendidik.

 

Menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan yang sesuai dengan bangsa kita adalah pendidikan yang humanis, kerakyatan, dan kebangsaan.

 

Pemikiran Ki Hajar Dewantara tersebut adalah gagasan yang melampaui zamannya, dimana beliau hidup dan masih relevan hingga masa sekarang ini. Terbukti atas kepribadian bangsa Indonesia yaitu yang mengandung harkat diri dan kemanusiaan yang menjadi landasan praktek pendidikan saat ini. Tidak hanya di Indonesia tapi juga di negara-negara lain. Maka kita sebagai pendidik harus dapat menghayati pemikiran Ki Hajar Dewantara mengenai pendidikan yang humanis yang terbukti masih relevan bahkan hingga masa kini dan akan mampu mengantarkan murid siap mengisi zamannya kelak.

 

Ki Hajar Dewantara melihat bahwa sistem pendidikan di zaman kolonial Belanda ini hanyalah tempat pendidikan pikiran atau rasio yang menyebarkan ilmu pengetahuan dan kecerdasan saja tanpa adanya pendidikan sosial emosional atau tanpa adanya olah rasa. Selain pendidikan kecerdasan atau keterampilan berpikir, pendidikan kultural yaitu pendidikan yang berdasarkan garis bangsa dan budaya. Misalnya dengan menghargai proses belajar murid, merayakan setiap pencapaian pembelajarannya, dan tu sesuai dengan kompetensinya juga sangat dibutuhkan oleh murid.

 

Pendidikan kultural ini akan melengkapi mempertajam dan memperkaya pendidikan kecerdasan murid. Sifat pendidikan yang intelektualistis materialistis kolonialis dan minimnya pengaruh kebudayaan yang kita alami pada zaman Belanda, jangan sampai terulang kembali. Kita sebagai pendidik perlu menjaganya dengan menyambungkan naluri tradisi dan kontinuitas dengan masa lampau. Model pendidikan dan pengajaran dan pengetahuan atau kecerdasan ala barat mungkin dapat kita gunakan dengan syarat pendidikan kebudayaan dan nasional kita berikan kepada murid demi terwujudnya keluhuran manusia nusa dan bangsa serta menjadi bagian dari kesatuan perikemanusiaan.

 

Untuk mencapai semua dasar utama yang dicita-citakan oleh Ki Hajar Dewantara yaitu kemerdekaan setiap murid yang mampu mengatur dirinya sendiri agar murid-murid berperasaan, berpikiran, dan bekerja merdeka dalam ketertiban bersama demi mewujudkan cita-cita Pendidikan Nasional. Pendidikan Nasional yang berdasarkan pada garis-garis kebudayaan bangsanya untuk berkehidupan mengangkat derajat rakyat dan negerinya serta setara bekerjasama dengan bangsa-bangsa lain demi kemuliaan umat manusia di dunia. Maka, pendidikan yang memerdekakan murid lah yang dapat menjadi pegangan kita sebagai pendidik untuk dapat mewujudkannya.

 

Ibu dan Bapak guru hanya mengandalkan naluri mendidik tidaklah cukup. Kita juga perlu melengkapinya dengan ilmu pendidikan yang selaras dengan zamannya. Tuntunan yang baik kepada murid didasarkan pada panduan atau teori atau pengetahuan tentang tuntunan yang terbaik. Sehingga pendidik dapat memberikan hak-hak kepada murid untuk kesempatan mempelajari ilmu pengetahuan sesuai dengan keinginan dan bakatnya. Agar sebagai pendidik kita dapat memberikan daya upaya yang terbaik dalam mendidik murid. Kita membutuhkan semacam pagar atau pelindung yaitu dukungan dari rakyat atau masyarakat untuk bersama-sama menjaga atau menolak semua bahaya yang mengancam kekuatan kekuatan dan potensi yang sedang tumbuh dari dalam diri murid-murid kita.

 

Mari kita renungkan Bersama : Apakah kita sudah mempraktekkan pembelajaran sesuai dengan cita-cita sistem Pendidikan Nasional yang digagas oleh Ki Hajar Dewantara? Langkah apa yang dapat kita lakukan untuk bersama-sama kita bisa mewujudkannya? Salam dan bahagia Ibu dan Bapak guru hebat.

 

 

C. Materi Aktivitas "Menjadi Manusia (Secara) Utuh"

 

Related:

 

Selamat datang kembali di Modul Mendidik dan Mengajar. Kita akan meneruskan Materi Tentang Menjadi Manusia Secara Utuh. Agar kita dapat memahami prinsip dasar untuk mencapai tujuan pendidikan yaitu menjadi manusia yang seutuhnya berdasarkan pemikiran Ki Hajar Dewantara.

 

Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa memiliki dua bagian utama pada tubuhnya yaitu badan jasmani atau lahir dan badan rohani atau batin. Atas karunia Tuhan Yang Maha Esa pula, manusia memiliki akal yang digunakan untuk berpikir untuk merasa dan berkarya. Bersatunya pikiran, perasaan, dan kehendak dapat menimbulkan daya dan memunculkan budi pekerti yang menandakannya sebagai manusia merdeka yaitu manusia yang dapat memerintah dan menguasai dirinya atau mandiri dan itulah kodrat sebagai manusia. Sehingga agar manusia mengetahui kebutuhan lahir dan batinnya sendiri, kita sebagai pendidik dapat membantu murid untuk memenuhi kebutuhan keduanya agar mencapai keseimbangan dalam menjalani kehidupan.

 

Kita tidak bisa membantu memenuhi kebutuhan hanya pada salah satu bagian karena badan lahir dan pendidik badan batin pada manusia tidak dapat dipisahkan dan saling mempengaruhi. Maka pendidikan atau tuntunan seyogyanya mampu memberikan didikan lahir dan didikan batin kepada para murid agar terpenuhi kebutuhan kehidupan dan penghidupannya. Menurut Ki Hajar Dewantara Pendidikan adalah berdaya tempat persemaian benih-benih kebudayaan. Budaya yang hidup dalam masyarakat dan daya upaya untuk memajukan perkembangan budi pekerti pikiran dan jasmani.

 

Ibu dan Bapak Guru, kebudayaan merupakan hasil budi manusia secara lahir dan batin yang didapat dari perjuangan terhadap dua pengaruh kuat yaitu alam dan zaman pengembangan. Budi pekerti berupa olah pikiran atau olah cipta, olah rasa atau menghaluskan perasaan atau karakter, olah karsa atau menguatkan kemauan, dan olahraga atau menyehatkan jasmani adalah sebuah bentuk pendidikan yang holistik yang akan menuntun bagaimana murid dapat tumbuh kembang secara baik, sekaligus menjadikannya sebagai manusia yang merdeka yaitu manusia yang dapat bersandar atas kekuatan lahir dan batinnya sendiri dan tidak bergantung kepada orang lain.

 

Dengan demikian memandang murid sebagai manusia secara utuh harus menjadi dasar kita sebagai pendidik dalam mendampingi murid-murid, menentukan tujuan belajar, merencanakan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan murid baik lahir maupun batin yang akan membantu murid-murid kita mengembangkan kekuatan lahir dan batin. Sebagai pendidik kita tidak cukup hanya membantu memberikan pengajaran yang berorientasi pada penguatan, keterampilan berpikir atau kognitif saja, tetapi juga mendampingi murid-murid untuk mengembangkan kekuatan batinnya yaitu sosial, emosi, empati dan lain sebagainya.

 

Misalnya guru mengampu pelajaran yang sifatnya pengetahuan kemudian menilai murid dengan menggunakan soal pilihan ganda yang cenderung hanya mengingat informasi yang diberikan. Padahal beragam informasi dan pengetahuan yang diberikan dan dapat diakses dari mesin pencari dari sumber belajar lain yang ada di sekitar murid. Dan dapat dibayangkan ketika seorang guru memberikan soal operasi hitungan bilangan jika ia hanya memberi soal-soal dan menilai hasilnya maka mesin hitung seperti kalkulator bisa juga memproses. Hal yang demikian kekuatan keterampilan berpikir memang benar harus diasah dan ditingkatkan.

 

Ditingkatkan tetapi agar mencapai keseimbangan menjadi manusia. Murid juga sebaiknya dilatih dan dikuatkan kebutuhan batinnya dalam menentukan tujuan belajarnya mengembangkan kerjasama, membangun empati, menghargai sesama, refleksi diri untuk mengembangkan dirinya dan tentunya berkontribusi di lingkungan sosialnya. Sehingga pembelajaran yang direncanakan sesuai dengan kebutuhan murid dan ditujukan untuk memajukan perkembangan budi pekerti akan membantunya menjadi manusia-manusia yang merdeka.

 

Manusia Merdeka perlu memiliki modal keterampilan berpikir atau bernalar yang baik. Keterampilan berpikir atau bernalar membutuhkan proses sepanjang hayat. Proses mengasah nalar atau keterampilan berpikir murid menurut Benjamin Bloom dan Anderson yang disebut level kognitif yaitu mengingat, memahami, mengaplikasikan, menganalisis. Mengevaluasi, dan mencipta. Sesuatu dapat difasilitasi dalam proses pembelajaran di semua jenjang pendidikan paud, dasar menengah dan tinggi.

 

Dan juga perlu disadari bagi kita sebagai pendidik bahwa semua level kognitif dari mulai mengingat sampai mencipta atau mengkreasi ini dapat dicapai pada semua jenjang pendidikan, dimana kedalaman dan kompleksitas pembelajaran dapat disesuaikan dengan tahap-tahap perkembangan. Beberapa ahli berpendapat proses pembelajaran kepada murid tidak harus dimulai pada tingkat kognitif atau keterampilan berpikir yang mengingat, tapi dapat juga diterapkan pembelajaran yang terintegrasi dengan urutan level kognitif atau keterampilan berpikir yang cocok digunakan dalam pembelajaran. Maka tujuan pendidikan untuk mengasah nalar murid dapat terwujud sebagai bekal pengembangan pendidikan budi pekerti murid.

 

Mari kita renungkan bersama : Apakah kita sudah menjadikan murid-murid kita manusia seutuhnya? Apakah kita sudah membantu memberikan asupan kebutuhan lahir dan batin murid? dan Bagaimana cara kita untuk mendampingi untuk mengasah keterampilan bernalar murid dengan sebaik-baiknya? Salam dan Bahagia, Ibu dan Bapak Guru Hebat!!!!

Sumber:  http://sinau.thewe.com