JAKARTA, KOMPAS.com - Tinggalkan stigma bahwa sains itu
sulit dan menakutkan. Melalui novel berjudul 'Tofi: Perburuan Bintang
Sirius', Fisikawan Yohanes Surya mencoba membuktikan bahwa sains,
terutama fisika, mudah dipahami bahkan oleh orang awam sekalipun.
Novel perdananya yang diluncurkan di The Cone, fX Plaza, Jakarta, Rabu (28/11/2012), ini ditulisnya bersama dua novelis, Ellen Conny dan Sylvia Lim. Dengan sentuhan sastra dari kedua penulis perempuan ini, Yohanes Surya yakin novel ini akan membuat siapapun yang membacanya bisa bersahabat dengan sains.
"Saya berharap dengan lahirnya novel ini, anak-anak lebih suka sains, menyadari bahwa fisika itu tidak sulit. Menyenangkan karena ada di lingkungan kita sehari-hari dan dari berbagai hal dalam hidup. Melalui novel ini belajar agar cinta dengan fisika," katanya di sela peluncuran novelnya.
Yohanes Surya membangun ketokohan dalam novel ini berdasarkan konsep fisika, misalnya Miranda dan Jupiter yang diambil dari unsur-unsur tata surya. Sifat keduanya pun disesuaikan dengan sifat kedua benda langit ini sebenarnya. Hanya nama Tofi, tokoh utamanya, yang unik. Nama ini diambil dari singkatan dan sebutan sehari-hari bagi Tim Olimpiade Fisika.
Novel ini bertutur tentang persaingan antara Tofi dan Jupiter di sekolah. Namun, di balik itu, sebuah konspirasi misterius tentang perburuan bintang Sirius membayangi mereka. Sirius disebutkan sebagai proyek rahasisa sebuah sindikat mafia ilmuwan internasional yang berisi enkripsi senjata pemusnah nano yang sanggup merusak DNA sang target.
Ellen Conny, salah satu novelis yang terlibat dalam proyek novel ini mengaku tak mudah untuk menyelesaikan novel ber-genre baru ini dengan tiga orang penulis. Proses edit dan revisi dilakukan berulang kali bersama-sama. Namun, Conny mengatakan, novel ini akhirnya rampung juga karena sejak awal, mereka bertiga memiliki tujuan yang sama.
"Kita disatukan oleh tujuan, jadi tidak sulit. Tujuannya adalah mempopulerkan sains. Itu saja arah kita," katanya.
Yohanes Surya sendiri menganggap bahwa novel ini menjadi salah satu cara untuk meraih tujuan Surya Institute, yaitu Indonesia Jaya. Dengan terus bersemangat mempopulerkan sains kepada generasi muda, Yohanes Surya berharap muncul puluhan ribu ilmuwan-ilmuwan dari kota dan kampung.
Dijamin menyenangkan
Yohanes Surya dan tim menulis novel ini selama tiga tahun. Selain proses revisi yang panjang, penulisan selama itu juga menghasilkan kisah yang cukup panjang. Novel ini lalu diterbitkan dalam dua buku, bagian pertama dan kedua, oleh Kandel. Meski demikian, pria berusia 49 tahun itu menjamin bahwa para pembacanya, terutama anak dan remaja, tidak akan bosan.
"Kalimatnya sederhana, enggak menyulitkan untuk pembacanya mengerti. Revisinya saja berulang supaya mudah dimengerti," ungkap Yohanes Surya.
Penulis Sirikit Syah mengatakan bahwa ilmuwan umumnya tak pandai merangkai kata karena sifat yang kaku, kurang berbunga dan nyaris tanpa mood. Yohanes Surya adalah salah satu ilmuwan yang membantahnya meski kemudian mengakui keterbatasannya pula untuk bertutur secara populer dengan menggandeng para novelis. Sirikit pun melihat karya yang dihasilkan akhirnya sangat menarik.
"Seru sekali membaca novel ini. Bisa bayangkan cerita yang scientific diolah dalam bingkai sastra dengan bahasa gaul anak muda? Ini kisah petualangan yang belum pernah ada. Surya ternyata memiliki satu potensi lain yang mengejutkan, sastra!" tuturnya.
Mempopulerkan sains, terutama fisika, dengan penyampaian yang lebih mudah memang menjadi tujuan pendiri Surya Institute ini. Namun, Yohanes Surya mengaku tak akan meninggalkan prinsip-prinsip yang benar tentang sains dan fisika yang disajikan dalam novel ini.
"Novel ini fiksi tapi kita punya konsep fisika yang benar. Banyak novel dengan konsep fisika yang ngaco. Novel ini, anak aman membacanya. Teknologi yang ada diceritakan dengan benar, artinya (teknologi itu) memang bisa dikembangkan di masa depan. Sepatu loncat yang bisa membuat orang loncat setinggi tiga meter, misalnya, itu akan ada. Sekarang memang belum keluar tapi pasti ada," katanya.
Yohanes Surya yakin, melalui jalan ini, sains bisa diterima semua kalangan, terutama anak dan remaja meski banyak istilah sains yang dipakai, baik sebagai nama tokoh atau nama benda.
"Ada istilah-istilah sains agar anak-anak lebih senang belajar dan mencari tahu. Mereka kemudian tertarik membaca lembar sains di koran dan majalah. Dengan demikian, anak lebih dekat pada sains," tandasnya.
Novel perdananya yang diluncurkan di The Cone, fX Plaza, Jakarta, Rabu (28/11/2012), ini ditulisnya bersama dua novelis, Ellen Conny dan Sylvia Lim. Dengan sentuhan sastra dari kedua penulis perempuan ini, Yohanes Surya yakin novel ini akan membuat siapapun yang membacanya bisa bersahabat dengan sains.
"Saya berharap dengan lahirnya novel ini, anak-anak lebih suka sains, menyadari bahwa fisika itu tidak sulit. Menyenangkan karena ada di lingkungan kita sehari-hari dan dari berbagai hal dalam hidup. Melalui novel ini belajar agar cinta dengan fisika," katanya di sela peluncuran novelnya.
Yohanes Surya membangun ketokohan dalam novel ini berdasarkan konsep fisika, misalnya Miranda dan Jupiter yang diambil dari unsur-unsur tata surya. Sifat keduanya pun disesuaikan dengan sifat kedua benda langit ini sebenarnya. Hanya nama Tofi, tokoh utamanya, yang unik. Nama ini diambil dari singkatan dan sebutan sehari-hari bagi Tim Olimpiade Fisika.
Novel ini bertutur tentang persaingan antara Tofi dan Jupiter di sekolah. Namun, di balik itu, sebuah konspirasi misterius tentang perburuan bintang Sirius membayangi mereka. Sirius disebutkan sebagai proyek rahasisa sebuah sindikat mafia ilmuwan internasional yang berisi enkripsi senjata pemusnah nano yang sanggup merusak DNA sang target.
Ellen Conny, salah satu novelis yang terlibat dalam proyek novel ini mengaku tak mudah untuk menyelesaikan novel ber-genre baru ini dengan tiga orang penulis. Proses edit dan revisi dilakukan berulang kali bersama-sama. Namun, Conny mengatakan, novel ini akhirnya rampung juga karena sejak awal, mereka bertiga memiliki tujuan yang sama.
"Kita disatukan oleh tujuan, jadi tidak sulit. Tujuannya adalah mempopulerkan sains. Itu saja arah kita," katanya.
Yohanes Surya sendiri menganggap bahwa novel ini menjadi salah satu cara untuk meraih tujuan Surya Institute, yaitu Indonesia Jaya. Dengan terus bersemangat mempopulerkan sains kepada generasi muda, Yohanes Surya berharap muncul puluhan ribu ilmuwan-ilmuwan dari kota dan kampung.
Dijamin menyenangkan
Yohanes Surya dan tim menulis novel ini selama tiga tahun. Selain proses revisi yang panjang, penulisan selama itu juga menghasilkan kisah yang cukup panjang. Novel ini lalu diterbitkan dalam dua buku, bagian pertama dan kedua, oleh Kandel. Meski demikian, pria berusia 49 tahun itu menjamin bahwa para pembacanya, terutama anak dan remaja, tidak akan bosan.
"Kalimatnya sederhana, enggak menyulitkan untuk pembacanya mengerti. Revisinya saja berulang supaya mudah dimengerti," ungkap Yohanes Surya.
Penulis Sirikit Syah mengatakan bahwa ilmuwan umumnya tak pandai merangkai kata karena sifat yang kaku, kurang berbunga dan nyaris tanpa mood. Yohanes Surya adalah salah satu ilmuwan yang membantahnya meski kemudian mengakui keterbatasannya pula untuk bertutur secara populer dengan menggandeng para novelis. Sirikit pun melihat karya yang dihasilkan akhirnya sangat menarik.
"Seru sekali membaca novel ini. Bisa bayangkan cerita yang scientific diolah dalam bingkai sastra dengan bahasa gaul anak muda? Ini kisah petualangan yang belum pernah ada. Surya ternyata memiliki satu potensi lain yang mengejutkan, sastra!" tuturnya.
Mempopulerkan sains, terutama fisika, dengan penyampaian yang lebih mudah memang menjadi tujuan pendiri Surya Institute ini. Namun, Yohanes Surya mengaku tak akan meninggalkan prinsip-prinsip yang benar tentang sains dan fisika yang disajikan dalam novel ini.
"Novel ini fiksi tapi kita punya konsep fisika yang benar. Banyak novel dengan konsep fisika yang ngaco. Novel ini, anak aman membacanya. Teknologi yang ada diceritakan dengan benar, artinya (teknologi itu) memang bisa dikembangkan di masa depan. Sepatu loncat yang bisa membuat orang loncat setinggi tiga meter, misalnya, itu akan ada. Sekarang memang belum keluar tapi pasti ada," katanya.
Yohanes Surya yakin, melalui jalan ini, sains bisa diterima semua kalangan, terutama anak dan remaja meski banyak istilah sains yang dipakai, baik sebagai nama tokoh atau nama benda.
"Ada istilah-istilah sains agar anak-anak lebih senang belajar dan mencari tahu. Mereka kemudian tertarik membaca lembar sains di koran dan majalah. Dengan demikian, anak lebih dekat pada sains," tandasnya.