Kamis, 10 Desember 2015

Mendikbud Tegaskan Acara HUT PGRI 13 Desember di GBK Bukan Acara Pemerintah

Jakarta - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan menegaskan acara yang digelar Persatuan Guru RI (PGRI) pada 13 Desember di Gelora Utama Bung Karno merupakan puncak HUT PGRI dan bukan acara Hari Guru Nasional yang digelar pemerintah. 

"Acara yang diselenggarakan oleh PGRI pada tanggal 13 Desember adalah peringatan HUT PGRI, bukan acara pemerintah. Itu acara internal organisasi, jadi kita hormati," ucap Anies saat dihubungi detikcom, Kamis (10/12/2015).

Anies juga telah mengeluarkan Surat Edaran bernomor 101410/A.A5/HM/2015 dan ditujukan kepada Gubernur di Seluruh Indonesia, Bupati/Walikota, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota.



Surat Edaran itu menindaklanjuti Surat Edaran MenPAN/RB bernomer B/3903/M.PANRB/12/2015 tanggal 7 Desember 2015. Dalam surat itu, MenPAN-RB Yuddy Chrisnandi mengimbau para guru untuk menghindari semua aktivitas yang dapat mengurangi citra guru sebagai pendidik profesional, antara lain ikut serta dalam kegiatan perayaan Guru dan peringatan Persatuan Guru Republik Indonesia yang akan dilaksanakan pada tanggal 13 Desember 2015 yang dikemas sebagai bagian dari Hari Guru Nasional.



Sementara dalam Surat Edaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI ditegaskan hal-hal sebagai berikut:

1. Pemerintah Republik Indonesia telah menyelenggarakan rangkaian peringatan Hari Guru Nasional 2015 dengan puncak acara pada 24 November 2015 yang dihadiri oleh Presiden RI serta upacara di semua sekolah pada 25 November 2015. Dengan alasan efisiensi, pemerintah tidak mengorganisasi lebih lanjut berbagai seremonial terkait Hari Guru Nasional 2015.

2. Tidak diperkenankan siapa pun, baik Dinas Pendidikan mapun organisasi guru apa pun untuk melakukan pemotongan gaji guru atau memungut biaya dalam bentuk apa pun dengan alasan peringatan Hari Guru Nasional 2015.

3. Tidak diperkenankan aparatur negara dan/atau organisasi apapun melakukan intimidasi, pemaksaan, serta mobilisasi guru-guru untuk kepentingan di luar mendatnya untuk seolah-olah peringatan resmi Hari Guru Nasional 2015. Peringatan Hari Guru Nasional telah dituntaskan di bulan November.

4. Pemerintah meminta agar organisasi publik menjaga diri untuk tidak mengorganisir dan memanfaatkan guru-guru untuk tujuan berbagai kepentingan politik.

5. Pemerintah bersikap sama dan setara pada semua oraganisasi profesi apapun serta menegaskan bahwa edaran Ketua Umum PB PGRI terkait Hari Guru Nasional bukan arahan resmi pemerintah.

6. Pemerintah mengajak masyarakat untuk berfokus pada peningkatan mutu pendidikan, termasuk di dalamnya peningkatan profesionalisme guru.

PGRI genap berusia 70 tahun, tahun ini. Organisasi profesi yang kini dipimpin Dr H Sulistiyo ini akan menggelar puncak peringatan HUT PGRI di Stadion Utama Gelora Bung Karno pada Minggu 13 Desember pukul 09.00 WIB.




Rabu, 09 Desember 2015

Super Tips Mendisiplinkan Siswa tanpa Hukuman

Institusi sekolah erat kaitannya dengan disiplin. Bahkan di jaman tahun 80 an sekolah-sekolah yang dianggap baik terkenal karena peraturan yang ketat dan disiplin yang tinggi. “Sekolah itu bagus karena disiplin nya kuat sekali, buktinya tiap ada anak yang melanggar peraturan dihukum dengan hukuman yang berat.” Komentar para orang tua siswa di jaman itu. Demikian lah di jaman itu sekolah yang pandai menghukum siswa nya dengan hukuman berat malah diburu para calon orang tua siswa.

Banyak pihak yang masih menghubungkan penegakan disiplin di sekolah dengan menghukum siswa. Padahal kedua-dua nya tidak saling berhubungan. Karena terbukti penegakan disiplin dengan hukuman hanya akan membuahkan sikap disiplin yang semu yang lahir karena ketakutan bukan karena lahirnya kesadar an akan perbaikan perilaku.

Sebenarnya ada jalan tengah diantara disiplin dan menghukum . Jalan tengah itu disebut konsekuensi. Sebuah konsekuensi berarti menempatkan siswa sebagai subyek. Seorang siswa yang dijadikan subyek berarti diberikan tanggung jawab seluas-luas nya dengan konsekuensi sebagai batasan.

Siswa terlambat masuk sekolah ? solusinya dia terkena konsekensi pulang lebih telat dari yang lainnya, atau waktu istirahat dan bermain dipotong . Jangan sampai disitu saja, bicarakan hal ini dengan orang tua siswa, karena mungkin masalah timbul bukan karena si anak tapi karena masalah orang tua.

Dalam mengatasi masalah terlambat masuk sekolah ini saya punya contoh menarik. Tidak jauh dari tempat tinggal saya ada sebuah sekolah menengah atas yang memilih mengunci pintu gerbangnya setiap jam 7 pagi tepat. Anda bisa bayangkan mereka yang terlambat akan kesulitan untuk masuk karena pintu gerbang sudah terkunci. Setiap hari akan ada sekitar 10 orang siswa yang tertahan diluar menjadi tontonan warga sekitar yang lewat di depan sekolah tersebut. Padahal mereka yang terlambat belum tentu malas, bisa saja karena alasan cuaca atau hal-hal lain yang tidk bisa dihindari.

Alasan pihak sekolah mungkin bisa diterima, tindakan mengunci gerbang diambil atas nama penegakkan disiplin dan membuat siswa menjadi sadar akan pentingnya datang tepat waktu ke sekolah. Tapi sadarkah pihak sekolah bahwa mengunci siswa di luar bisa mempermalukan harga diri siswa? Bagaimana bila tetangga atau orang-orang yang mengenali mereka lewat saat mereka terkunci di luar.

Padahal saat sekolah mau menerapkan konsekuensi atas siswa yang terlambat, banyak tindakan yang bisa dilakukan, dari memotong jam istirahat sampai meminta mereka masuk sekolah di hari Sabtu atau Minggu saat teman -temannya libur. Dengan demikian harga diri siswa terjaga dan siswa menjadi makin bertanggung jawab atas segala tindakan yang dilakukannya. Siswa juga menjadi sadar bahwa konsekuensi bertujuan untuk penyadaran dengan mengambil atau mengurangi hak istimewa mereka . 

Mari kita mengenali apa itu hukuman dan konsekuensi 

 Hukuman 

1. Menjadikan siswa sebagai pihak yang tidak punya hak tawar menawar dan tidak berdaya. Guru           menjadi pihak yang sangat berkuasa. Ingat “Power tends to corrupt” 
2. Jenisnya tergantung guru, apabila hati guru sedang senang maka siswa terlambat pun tidak akan          dikunci diluar. 
3. Bisa dijatuhkan berlipat-lipat derajatnya terutama bagi siswa yang sering melanggar peraturan. 
4. Guru cenderung memberi cap buruk bagi anak yang sering melanggar. 
5. Sifatnya selalu berupa ancaman 
6. Tidak boleh ada pihak yang tidak setuju, semua pihak harus setuju. Jadi sifatnya memaksa. 

Konsekuensi 


1. Dijatuhkan saat ada perbuatan yang terjadi dan berdasarkan pada aturan yang telah disepakati. 
2. Sesuai dengan perilaku pelanggaran yang siswa lakukan. 
3. Menghindari memberi cap pada anak, dengan memberi cap jelek akan melahirkan stigma pada diri      anak bahwa ia adalah pribadi yang berperilaku buruk untuk selama-lamanya. 
4. Membuat siswa bertanggung jawab pada pilihannya. Anda bisa mengatakan “Kevin kamu memilih      untuk ribut pada saat bu guru sedang menerangkan maka silahkan duduk di luar selama 
5. Dengan demikian anda menempatkan harga diri anak pada peringkat pertama. Bandingkan dengan      perkataan ini “Kevin, dasar kamu anak tidak tahu peraturan,…. tukang ribut! Sana keluar….!


source : https://gurukreatif.wordpress.com/2008/02/12/tips-mendisiplinkan-siswa-tanpa-harus-menghukum/#comment-5459

Cara Mengajar Ala Rasulullah

Sosok Nabi Muhammad SAW sebagai manusia paling mulia adalah contoh teladan paling baik (uswatun hasanah) dalam berbagai sisi dan bidang kehidupan. Semua akhlak, pribadi dan kebiasaan beliau patut dicontoh dan mengandung kebaikan. Setiap sisi kehidupannya adalah teladan. Sosok yang semestinya digugu dan ditiru tidak saja oleh umat Islam karena beliau diutus untuk seluruh alam. Tak terkecuali bagi seorang guru. 

 Setiap nabi adalah guru bagi umatnya. Bagaimana nabi mendidik keluarga, sahabat dan umatnya secara umum harusnya dicontoh oleh setiap guru. Jika kita mau menelisik lebih dalam liku-liku kehidupan Nabi Muhammad SAW, maka kita akan menemukan begitu banyak panduan, pedoman dan contoh yang diberikan Rasul dalam mengajar dan mendidik. Sangat disayangkan jika dilewatkan oleh guru yang merupakan estafet pelanjut amanah Nabi sebagai pendidik umat. Mendidik anak-anak di sekolah adalah mendidik umat penerus generasi selanjutnya.

Penulis mencoba menguraikan beberapa hal yang patut untuk dipelajari oleh guru dari sosok Nabi Muhammad SAW.

Pertama, Nabi adalah teladan. Nabi mengajarkan umatnya dengan contoh dan teladan. Saat mengajarkan suatu hal maka Nabi yang pertama kali melakukannya. Saat umat Islam sibuk membuat parit untuk menghadang serbuan kaum kafir dalam Perang Khandaq misalnya, Nabi tak hanya memberikan instruksi. Tetapi, sang Nabi turun langsung menggali parit bahkan memecahkan batu besar. Guru adalah role model bagi muridnya-muridnya. Guru yang baik adalah guru yang mengajak bukan menyuruh. Mengatakan “mari” pada murid-muridnya bukan mengatakan “ayo”. Contoh kecil, guru meminta murid membuang sampah pada tempatnya tapi guru sendiri membuang sampah sembarangan. Bahkan guru enggan untuk sekedar memungut sampah yang tergeletak di halaman atau teras sekolah. Guru lebih sering menjadi guru NATO; No Action Talk Only. Hanya bisa menyuruh tapi ia sendiri tak mau berbuat dan memberi contoh. Padahal, jika sedikit saja guru mau berbuat dan mengajak muridnya ikut serta maka penanaman nilai-nilai karakter akan lebih mudah tertanamkan. Nilai-nilai itu akan lebih mudah tertanam saat murid melihat contoh daripada mendengar instruksi.

Contoh lain, guru mengajarkan murid untuk disiplin tapi guru sendiri tak disiplin. Guru jarang masuk untuk mengajar, jika datang pun selalu terlambat. Tak ada contoh, nihil keteladanan. Yang lebih lucu, jika murid yang terlambat murid dihukum, namun jika guru yang terlambat guru merasa tak perlu untuk dihukum. Minimal menghukum diri dengan tak mengulangi lagi kesalahan yang sama.

Kedua, Nabi adalah pribadi yang tak henti-hentinya untuk belajar. Selain dari wahyu, Nabi juga mempelajari ilmu-ilmu yang akan mendukung tugas kenabian dan kerasulannya. Guru yang baik adalah guru pembelajar. Guru yang tak henti untuk belajar. Jika guru sudah tak mau belajar, maka ia akan menjadi guru yang ketinggalan informasi dan tak update dalam segala hal.

Akibatnya, kita akan menemukan banyak guru yang masih menggunakan style lama dalam mengajar. Tak mau belajar hal-hal baru dan apatis soal perkembangan terbaru soal profesinya. Untuk media ajar misalnya, dari sejak pertama kali bertugas, tak jarang guru hanya bermodalkan kapur tulis dan papan hitam. Tak mau beranjak ke media ajar yang lebih menarik dan menghibur buat murid.

Ketiga. Nabi mengajar dengan cerita. Nabi banyak menceritakan kisah-kisah umat terdahulu untuk menjadi contoh bagi umatnya. Baik contoh umat-umat yang takwa maupun yang durhaka. William Arthur Ward, seorang penulis Amerika pernah berkata, “Guru biasa, memberitahu; guru yang baik menjelaskan; guru yang superior menunjukkan; dan guru yang hebat menginspirasi.” Guru yang hebat adalah guru yang mampu menginspirasi dan bahkan menjadi inspirasi bagi murid-muridnya. Salah satu cara menebar inspirasi adalah lewat cerita dan kisah. Jika sang guru tak punya kisah pribadi yang kira-kira bisa menginspirasi, maka guru bisa menjadikan kisah orang-orang sukses sebagai contoh dan penyemangat buat anak-anak.

Penulis teringat dengan kisah Muhammad al-Fatih, sang penakluk Konstantinopel. Pribadi penakluknya terbentuk karena sejak kecil beliau dinina-bobo kan dengan kisah-kisah dan cerita-cerita kepahlawanan oleh gurunya. Hal itulah yang menginspirasi dan mampu memotivasinya untuk berjuang sepenuh hati dan jiwa mempersiapkan diri sehingga ia mampu memimpin sebuah pasukan menaklukkan Kota Konstantinopel. Bahkan, sejarah mencatat ia masih berumur 21 tahun saat penaklukan itu. Usia yang masih sangat muda.

Keempat, Nabi mengajar dengan dialog. Jika kita telisik kisah nabi akan kita temukan episode dimana seorang sahabat mengajukan pertanyaan kepada Nabi dan dijawab dengan pertanyaan pula. Artinya, sahabat yang bertanya diminta untuk berfikir dan tak langsung diberikan jawaban atas pertanyaannya. Guru juga semestinya melakukan hal yang sama dalam mengajar.

Guru harus melatih murid untuk berfikir dan menganalisa. Tentu dengan memperhatikan tingkat kemampuan berfikir murid. Murid tidak disuapi begitu saja tetapi diberikan kesempatan berfikir dan mencari solusi. Karena, hal yang harus selalu diingat oleh guru yaitu mengajar bukan mengisi gelas kosong tapi menyiram tanaman. Potensi sudah ada pada tiap murid. Guru hanya perlu merangsang untuk keluarnya potensi-potensi itu dan mengembangkannya.

Kelima, Nabi mengajar dengan penggambaran. Ada satu cerita ketika Rasul menjelaskan tentang Islam beliau membuat garis lurus dan membuat garis yang tegak lurus memotong garis yang pertama. Beliau menjelaskan bahwa garis lurus utama adalah Islam yang lurus sedangkan garis yang memotong garis utama adalah jalan-jalan kesesatan yang buntu. Di lain kesempatan, Rasul membuat sebuah garis lurus di atas pasir. Setelah, itu beliau membuat sebuah persegi yang memotong salah satu ujung garis lurus itu. Sehingga setengah garis berada dalam kotak sedangkan setengahnya lagi berada di luar kotak. Beliau menjelaskan bahwa garis lurus adalah cita-cita dan keinginan manusia sedangkan kotak persegi adalah ajal. Dengan garis-garis itu beliau menjelaskan bahwa cita-cita dan keinginan kita dibatasi oleh ajal.

Apa makna tersirat dari kisah Rasul tersebut? Ya. Tentang visualisasi. Guru, terutama yang mengajar di tingkat dasar semestinya memahami bahwa ditinjau dari psikologi perkembangan, tahap berfikir peserta didik pada tingkat dasar (terutama SD) masih berada dalam tahap operasional kongkrit dimana murid masih sulit untuk memahami hal-hal yang abstrak.

Penjelasan tentang suatu hal harus menggunakan hal-hal yang visible dan kongkrit. Contoh sederhana, saat mengajarkan materi penjumlahan dalam pelajaran matematika maka guru harus menghadirkan benda nyata yang akan dijumlahkan. Bukan langsung kepada penjelasan menggunakan angka yang cenderung masih bersifat abstrak.

Disinilah perlunya penggunaan alat peraga dalam pengajaran. Mengutip hasil penelitian Dr. Venon Magnesen dari Texas University seperti diungkap Munif Chatib (2012), dengan modalitas visual otak lebih cepat menangkap informasi dibanding hanya dengan mendengarkan.

Begitu banyak hal yang bisa diteladani dari seorang Nabi Muhammad SAW. Tak cukup ruang untuk membahas semuanya dalam tulisan ini. Hanya jika guru mau belajar maka akan mampu memetik hikmah dan pelajaran dari pribadi sang Nabi yang menakjubkan. Guru adalah pelanjut tugas Nabi sebagai pendidik umat maka sudah semestinya guru banyak belajar dari cara mendidik dan mengajar Nabi.

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2014/06/06/52706/mengajar-ala-nabi/#ixzz3tcEvHgg8