Selasa, 20 Mei 2014

Mengaktifkan Prior Knowledge melalui Teknik K-W-L

A. Apa Prior Knowledge itu?
Dalam konteks pembelajaran, prior knowledge dapat diartikan sebagai kemampuan awal  (entering behavior) yang dimiliki seorang peserta didik  yang bisa dijadikan sebagai titik tolak untuk melihat seberapa besar perubahan perilaku yang terjadi setelah seseorang mengikuti proses pembelajaran. Kujawa & Huske (1995) merumuskan pengertian Prior Knowledgesebagai: “combination of the learner’s preexisting attitudesexperiences, and knowledge.Rumusan ini menunjukkan bahwa Prior Knowledge tidak hanya berkaitan dengan aspek pengetahuan saja, tetapi juga menyangkut sikap dan pengalaman yang telah dimiliki seorang pembelajar.
  • Sikap mencakup:  keyakinan diri,  kesadaran akan minat dan kekuatan yang dimiliki, motivasi dan hasrat belajar.
  • Pengalaman meliputi: berbagai aktivitas yang dilakukan sehari-hari, berbagai peristiwa dalam kehidupan, dan berbagai pengalaman yang terjadi di keluarga maupun komunitas.
  • Pengetahuan meliputi: tentang proses dan konten belajar, termasuk didalamnya adalah pengetahuan tentang tujuan belajar dan tujuan pribadinya.
Dalam pandangan Konstruktivisme, Prior Knowledge memiliki peran penting dan strategis dalam proses belajar siswa. Widodo, (2004) menyebutkan salah satu unsur penting dalam lingkungan pembelajaran konstruktivisme adalah memperhatikan dan memanfaatkan pengetahuan awal siswa. Kegiatan pembelajaran ditujukan untuk membantu siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan. Siswa didorong untuk mengkonstruksi pengetahuan baru dengan memanfaatkan pengetahuan awal yang telah dimilikinya. Oleh karena itu, pembelajaran harus memperhatikan pengetahuan awal siswa dan memanfaatkan teknik-teknik untuk mendorong agar terjadi perubahan konsepsi pada diri siswa. Sementara itu, Harsonomenyebutkan Prior Knowledge merupakan modal utama dalam proses diskusi kelompok.Seorang guru perlu mengerti tentang pentingnya Prior Knowledge dalam proses belajar dan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengingat kembali tentang apa saja yang mereka pahami atau ketahui.

B. Bagaimana menilai dan mengaktifkan Prior Knowledge melalui teknik KWL?
Secara konvensional, upaya guru untuk melacak dan mengaktifkan prior knowledge biasanya dilakukan melalui teknik  dan kegiatan, seperti:
  • pre test dengan memberikan sejumlah soal terkait dengan kompetensi yang harus dicapai siswa, yang dilaksanakan pada saat sebelum pembelajaran dimulai.
  • apersepsi untuk membantu siswa memperoleh tanggapan-tanggapan baru dengan bantuan tanggapan yang telah ada, yang dilakukan pada tahap awal pelaksanaan pembelajaran.
Teknik lain yang bisa digunakan adalah teknik K-W-L, yang merupakan akronim dari Know, Want dan Learn.  Teknik  K-W-L yaitu suatu teknik pengantar yang menyediakan struktur dalam bentuk tabel untuk membantu siswa mengingat apa yang diketahui, mencatat apa yang ingin diketahui, dan mencatat aktivitas belajar apa yang akan dilakukannya. Teknik K-W-L membantu siswa mengorganisasikan pikiran mereka tentang suatu topik. Melalui teknik K-W-L ini, selain membelajarkan siswa dalam mengembangkan kemampuan kognitifnya, juga membelajarkan siswa dalam mengembangkan kemampuan metakognitifnya, yaitu kemampuan untuk mengontrol proses belajar dan memonitor kemajuan dalam belajarnya
C. Langkah-langkah Teknik K-W-L
Secara standar, langkah-langkah yang dapat ditempuh untuk mengaktifkan Prior Knowledgemelalui Teknik K-W-L,  dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
Buatlah 3 kolom dalam satu lembar kertas. Kolom kiri (K=know) adalah tempat bagi peserta didik untuk menuliskan tentang apa saja yang telah mereka ketahui tentang topik yang sedang mereka hadapi. Kolom tengah (W=want) adalah tempat bagi peserta didik untuk menulis beberapa gagasan tentang apa yang mereka ingin ketahui/pelajari sehubungan dengan topik tadi. Guru boleh merangsang peserta didik dengan mengajukan pertanyaan ringan yang relevan dengan topik. Kolom kanan (L=learn) adalah tempat bagi peserta didik untuk menulis rencana aktivitas belajar mereka sesuai dengan topik yang mereka pelajari.  Pada akhir sessionmaka peserta didik diminta untuk membuat refleksi tentang apa saja yang telah mereka peroleh dalam konteks knowledge dan skills”. (Harsono)
Sementara itu, Hill, et. al. (1998) telah memodifikasi tabel K-W-L dengan menyertakan kolom keempat di akhir, yaitu W untuk “Wanderings.” sehingga formatnya menjadi K-W-L-W.  KolomWandering ini  diisi siswa untuk mengajukan pertanyaan baru terkait dengan hasil penelitian yang telah mereka lakukan. Hill, et. al.  menyarankan bahwa kolom pertama diisi terlebih dahulu secara individual dan kemudian pengetahuan dan pertanyaan dari seluruh kelas dikumpulkan untuk dimasukkan pada kolom kedua. Selama pelajaran berlangsung, siswa mengisi kolom berikutnya ketika  mereka menemukan informasi baru. Spidol atau pensil warna yang berbeda dapat digunakan untuk visualisasi  pembelajaran baru.
Di lain pihak, Margaret Mooney menyarankan menambahkan kolom kelima, H untuk “How” sehingga formatnya menjadi K-W-H-L-W. Kolom H  diisi siswa tentang bagaimana cara dia untuk menemukan informasi yang dibutuhkan.
Berikut ini disajikan model tabel  yang bisa digunakan untuk mengaktifkan prior knowledge:
Topik: ……………………………………………………….
Nama:………………………………
Kelas:………………………………
Tanggal:……………………………….
Mata Pelajaran:…………………………..
K (Know)
W  (Want)
(How)
L (Learn)
W (Wander)
Apa yang telah diketahui
Apa yang ingin diketahui
Bagaimana cara menemukan informasi
Aktivitas belajar yang akan dilakukan
Pertanyaan penelitian berikutnya












Catatan:  Dalam praktiknya terdapat tiga model format yang bisa Anda pilih: (1) Model K-W-L (standar); (2) K-W–H–L;  dan (3)  K-W-H-L-W, silahkan Anda buat format yang paling cocok! Selamat mencoba dan semoga sukses!

Pembelajaran Scaffolding untuk Kesuksesan Belajar Siswa

Pembelajaran Scaffolding
Pembelajaran Scaffolding
Secara sederhana, pembelajaran scaffolding dapat diartikan sebagai suatu teknik pemberian dukungan belajar secara terstruktur, yang dilakukan pada tahap awal untuk mendorong siswa agar dapat belajar secara mandiri. Pemberian dukungan belajar ini tidak dilakukan secara terus menerus,  tetapi seiring dengan terjadinya peningkatan kemampuan siswa, secara berangsur-angsur guru harus mengurangi dan melepaskan siswa untuk belajar secara mandiri. Jika siswa belum mampu men­­ca­pai kemandirian dalam belajarnya, guru kembali ke sistem dukungan untuk mem­bantu siswa memperoleh kemajuan sampai me­reka benar-benar mampu mencapai kemandirian. Dengan demikian, esensi dan prinsip kerjanya tampaknya tidak jauh berbeda dengan scaffolding dalam konteks  mendirikan sebuah bangunan. PembelajaranScaffolding sebagai sebuah teknik bantuan belajar (assisted-learning) dapat dilakukan pada saat siswa merencanakan, melaksanakan dan merefleksi tugas-tugas belajarnya.
Jamie McKenzie mengemukakan 8 (delapan) karakteristik pembelajaran scaffolding: (1)provides clear directions; (2) clarifies purpose; (3) keeps students on task; (3) offers assessment to clarify expectations; (4) points students to worthy sources; (5) reduces uncertainty, surprise and disappointment; (6)  delivers efficiency; (5)  creates momentum.
Secara operasional, pembelajaran scaffolding dapat ditempuh melalui tahapan berikut:
  • Melaksanakan asesmen kemampuaan awal dan taraf perkembangan setiap siswa untuk menentukan Zone of Proximal Development (ZPD), yakni wilayah perkembangan siswa yang masih berpotensi dan berpeluang untuk ditingkatkan dan dioptimalkan melalui bantuan guru, teman, atau lingkungan pembelajaran tertentu, termasuk di dalamnyapemanfaatan teknologi .
  • Menjabarkan tugas-tugas dan aktivitas belajar secara rinci sehingga dapat membantu siswa melihat zona yang perlu di-scaffold.
  • Menyajikan struktur/tugas belajar secara jelas dan bertahap sesuai taraf perkembangan sis­wa, yang dapat dilakukan melalui: penjelasan,  dorongan (mo­tivasi), dan pembe­rian contoh (modeling).
  • Mendorong siswa untuk menyelesaikan tugas belajar secara mandiri.
Sementara itu, Applebee dan Langer mengidentifikasi 5 (lima) langkah pembelajaran scaffoldingyaitu:
  • Intentionally; mengelompokkan bagian kompleks yang hendak dikuasai siswa menjadi beberapa bagian yang spesifik dan jelas dan merupakan satu kesatuan yang utuh untuk mencapai kompetensi secara utuh.
  • Appropriateness; memfokuskan pada pemberian bantuan pada aspek-aspek yang belum dikuasai siswa secara maksimal.
  • Structure; memberikan model agar siswa dapat belajar dari model yang ditampilkan. Model tersebut dapat diberikan melalui proses berfikir, diverbalkan dalam kata-kata,  atau melalui  perbuatan. Kemudian, siswa diminta  untuk menjelaskan apa yang telah dipelajari dari model tersebut.
  • Collaboration; melakukan kolaborasi dan memberikan respons terhadap tugas  yang dikerjakan siswa.
  • Internalization: memantapkan pemilikan pengetahuan yang dimiliki siswa agar dikuasainya dengan baik dan menjadi bagian dari dirinya.
Dari langkah-langkah tersebut, inti pembelajaran scaffolding sesungguhnya terletak pada tahapstructure dan tingkat kesuksesan penerapannya akan banyak ditentukan dari penentuan Zone of Proximal Development yang akan dibantu.
Di lain pihak, Alibali (2006) memberikan saran yang lebih teknis terkait dengan penerapan pembelajaran scaffolding, sebagaimana tampak dalam tabel berikut ini:
Advance organizer
Alat yang digunakan untuk memperkenalkan materi dan tugas baru guna membantu siswa mempelajari suatu topik:  diagram Venn untuk membandingkan informasi secara kontras, diagram alir untuk menggambarkan proses, bagan organisasi untuk menggambarkan hierarki, mnemonik untuk membantu mengingat,  rubrik yang menyediakan  tugas- tugas yang diharapkan.
Cue Cards
Kartu yang telah disiapkan  untuk dibagikan kepada siswa/kelompok siswa ketika akan mendiskusikan suatu topik tertentu. Kartu tersebut memuat kosakata (istilah-istilah penting) yang perlu dipahami, kalimat-kalimat dasar tentang materi yang harus dilengkapi siswa, rumus-rumus.
Concept and mind maps
Peta konsep atau peta pikiran yang dibuat siswa berdasarkan pengetahuan dimilikinya
Examples
Menyediakan contoh, specimen, ilustrasi, masalah-masalah (pertanyaan).
Explanations
Menyediakan informasi lebih rinci dalam bentuk instruksi tertulis tentang tugas-tugas yang harus dilakukan siswa, memberikan penjelasan lisan tentang bagaimana proses kerja
Handouts
Menyediakan handout yang berisi tugas dan informasi yang terkait dengan materi, disertai dengan ruang (kolom) komentar atau catatan bagi siswa
Hints
Memberi saran dan petunjuk untuk mengalihkan langkah-langkah siswa” lihat halaman 31!”, “tekan tombol escape!”.  lanjutkan ke halaman berikutnya
Prompts
Memberi isyarat fisik (gesture) atau verbal untuk membantu mengingat pengetahuan sebelumnya atau asumsi yang telah dimiliki siswa. Fisik: gerakan tubuh seperti menunjuk, mengangguk kepala, berkedip. Verbal: “Ayo!”, “Lanjutkan!”,  “Ceritakan kepada saya!”, “Apa yang akan Anda lakukan! ”, “Apa pendapat Anda tentang hal itu?”
Question Cards
Menyediakan kartu yang memuat pertanyaan seputar materi yang diajarkan atau tugas-tugas  khusus yang diberikan kepada siswa/kelompok siswa untuk saling bertanya dan menjawab  tentang materi yang diajarkan.
Question Stems
Kalimat tidak lengkap yang yang harus diselesaikan guna mendorong siswa berfikir lebih mendalam dengan menggunakan perintah kalimat tanya “Apa yang terjadi jika…. (What if…)
Stories
Menceritakan materi yang kompleks dan abstrak ke dalam situasi yang lebih akrab dengan siswa untuk menginspirasi dan memotivasi siswa.
Visual Scaffolds
Menekakan perhatian tentang suatu objek, melalui gerakan tubuh (gesture) yang relevan; menyediakan diagram dan grafik, menggunakan metode highlighting informasi visual (huruf  miring, warna yang berbeda, huruf tebal, kedip)
Jika kita berpegang pada Permendikbud No.65/2013 tentang Standar Proses Pembelajaran, yang di dalamnya mengisyaratkan tentang pentingnya penerapan pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa, maka penguasaan guru tentang Pembelajaran Scaffolding ini tampaknya menjadi penting agar siswa dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya secara optimal.

Game dalam Pembelajaran


1. Memahat Patung
Permainan ini bisa dipakai untuk menyadarkan peserta bahwa manusia tidak bisa dibentuk sedemikian rupa oleh orang lain.
Langkah – langkah :
  • Minta beberapa orang peserta untuk tampil ke depan;
  • Minta satu orang untuk menjadi pemahat patung, satu orang lainnya menjadi patung itu sendiri.
  • Minta pemahat patung untuk mulai bekerja menjadikan patung itu sesuai dengan keinginannya dengan cara membimbing posisi kepala, kaki, tangan, tubuh patungnya (misal : tangan kanan ke atas, tangan kiri memegang kepala, lutut kanan bertumpu di lantai, kepala belok ke kiri, dsb)
  • Minta patung untuk menuruti semua posisi yang diminta oleh pemahat (selama proses, pemahat dan patung tidak boleh saling berbicara)
  • Setelah selesai, ajukan pertanyaan kepada para pemahat : Apakah menyenagkan membuat patung sesuai keinginannya sendiri ?
  • Ajukan juga pertanyaan kepada para pemahat : Apakah menyenagkan untuk dibentuk sedemikian rupa oleh orang lain ?
  • Kemudian diskusikan bersama peserta : Apakah manusia bisa dibentuk sedemikian rupa oleh orang lain ? Apakah anak – anak bisa ? Apakah orang dewasa bisa ? Bagaimana tanggapan peserta tentang permainan ini ?
=========================================
2. Memasukan Spidol ke Botol
Langkah–langkah :
  • Game Game dalam Pembelajaran
    Jelaskan kepada peserta bahwa sebelum membahas modul, akan dimulai dengan permainan memasukkan pensil ke dalam botol. Sebelum permainan dimulai siapkan terlebih dahulu sebuah botol yang bisa dimasuki pensil. Sebuah pensil yang diikat oleh 4 utas tali rapia, dengan panjang masing – masing 2 meter. Tali rapia tersebut harus bisa ditarik ke empat arah yang berbeda.
  • Mintalah 8 orang peserta sebagai sukarelawan, sedangkan peserta lain menjadi pengamat.
  • Tugaskan 8 orang peserta tersebut untuk berpasangan (menjadi 4 pasang), pasangan – pasangan tersebut berdiri membentuk lingkaran dimana di tengah – tengah lingkaran diletakkan sebuah botol. Salah seorang dari setiap pasangan ditutup matanya dan bertugas untuk memegang tali rapia yang mengikat pensil. Pasangan yang tidak ditutup matanya, berdiri di belakang yang ditutup matanya dan memberikan perintah (aba – aba) untuk memasukkan pensil tersebut ke dalam botol.
  • Apabila peserta belum berhasil memasukkan pensil ke dalam botol, mintalah mereka untuk mencoba beberapa kali sampai berhasil.
  • Setelah selesai permainan, tanyakan kepada peserta :
  • Mengapa mereka memilih pasangannya masing – masing?
  • Cukup mudahkah atau susah untuk memasukkan pensil ke dalam botol?
  • Kalau mudah apa saja faktor yang mempengaruhi hal tersebut menjadi mudah?
  • Apabila susah, apa saja yang membuat hal tersebut menjadi susah?
  • Apa yang dirasakan oleh pasangan yang matanya ditutup?
  • Adakah interaksi atau komunikasi antara pasangan yang satu dengan pasangan yang lain?
  • Tanyakan kepada para pengamat, apa yang mereka amati selama proses permainan berlangsung?
Dari pertanyaan tersebut temukan kata kunci dari peserta : untuk dapat berhasil memasukkan pensil ke dalam botol, memerlukan kerjasama di antara mereka, tanpa kerjasama akan sulit untuk mencapai tujuan bersama.
  • Bahas bersama peserta faktor–faktor yang bisa mempengaruhi dan menghambat kerjasama.

Ice Break Tayangan Multimedia


Pada saat mengikuti kegiatan pelatihan atau pembelajaran kadang-kadang peserta pelatihan merasa jenuh dengan penyajian yang disampaikan oleh fasilitator/guru. Di sinilah, seorang fasilitator (guru) harus dapat menyiasati keadaan agar suasana pelatihan/pembelajaran dapat cair.
Jika Anda menyajikan materi dilakukan dengan bantuan multimedia (komputer dan in focus), Anda dapat memanfaatkan materi tayangan Ice Break dalam tautan di bawah ini untukmenyegarkan kembali suasana pelatihan/pembelajaran atau untuk kepentingan refleksi bagi para peserta pelatihan/pembelajaran.
Materi tayangan Ice Break ini, penulis peroleh dari berbagai pelatihan dan mohon maaf kepada para pemiliknya atas keberanian penulis untuk menyebarluaskan karyanya melalui situs pribadi ini, tidak ada maksud lain kecuali semata-mata hanya untuk kepentingan kemajuan pendidikan.
==========
Materi terkait:

Game untuk Menghangatkan, Kerjasama dan Komunikasi


1. Badai Berhembus (The Great Wind Blows)
Strategi ini merupakan icebreaker yang dibuat cepat yang membuat para peserta latihan bergerak tertawa. Strategi tersebut merupakan cara membangun team yang baik dan menjadikan para peserta lebih mengenal satu sama lain.
Langkah-langkah :
  • Aturlah kursi –kursi ke dalam sebuah lingkaran. Mintalah peserta untuk duduk di kursi yang telah disediakan.
  • Jelaskan kepada peserta aturan permainan, untuk putaran pertama pemandu akan bertindak sebagai angin.
  • Pemandu sebagai angin akan mengatakan ‘ angin berhembus kepada yang memakai – misal : kacamata’ (apabila ada beberapa peserta memakai kacamata).
  • Peserta yang memakai kacamata harus berpindah tempat duduk, pemadu sebagai angin ikut berebut kursi.
  • Akan ada satu orang peserta yang tadi berebut kursi, tidak kebagian tempat duduk. Orang inilah yang menggantikan pemandu sebagai angin.
  • Lakukan putaran kedua, dan seterusnya. Setiap putaran yang bertindak sebagai angin harus mengatakan ‘angin berhembus kepada yang …………. (sesuai dengan karakteristik peserta, misal : baju biru, sepatu hitam, dsb)
============================
2. Lempar spidol
Permainan ini bertujuan untuk menghangatkan suasana dan menghilangkan kekakuan antar peserta dan pemandu dan antar peserta sendiri . Pelajaran yang bisa dipetik dari permainan ini adalah perlunya sikap hati–hati dan cepat tanggap.
Langkah–langkah :
  • Mintalah semua peserta berdiri bebas di depan tempat duduk masing-masing.
  • Minta peserta bertepuk tangan ketika Anda melemparkan spidol ke udara, dan pada saat spidol Anda tangkap lagi dengan tangan, semua peserta serta merta diminta berhenti bertepuk tangan. Ulangi sampai beberapa kali.
  • Ulangi proses ke-2 dengan tambahan selain bertepuk tangan juga bersenandung. ( bergumam ) : “Mmmmm….!”.
  • Ulangi proses ke–3 ini beberapa kali, dan setiap kali semakin cepat gerakannya, kemudian akhiri dengan satu anti klimaks: spidol Anda tidak dilambungkan, tapi hanya melambungkan tangan seperti akan melambungkannya ke atas (gerak tipu yang cepat !). amati : apakah peserta masih bertepuk tangan dan bergumam atau tidak ?
  • Mintalah tanggapan dan kesan, lalu diskusikan dan analisa bersama kemudian simpulkan.
============================
3. Sepatu Lapangan :
Permainan ini bermanfaat untuk mendorong proses kerjasama Tim, bahwa dalam sebuah Tim setiap orang akan belajar mendengar pendapat orang lain dan merekam masing-masing pendapat secara cermat dalam pikirannya, sebelum memutuskan pendapat apa yang terbaik menurut kelompok.
Langkah – langkah :
  • Bagilah peserta ke dalam kelompok – kelompok kecil ( 5 – 6 orang ), 1 orang akan menjadi pembicara kelompok.
  • Mintalah setiap kelompok untuk mendiskusikan tentang sepatu lapangan apa yang cocok untuk bekerja di ‘lapangan’ dan peralatan apa lagi yang dibutuhkan (waktunya sekitar 5 menit)
  • Mintalah pembicara kelompok untuk mengingat pendapat yang berbeda dan pendapat yang sama dari setiap orang di kelompoknya masing-masing.
  • Mintalah pembicara kelompok untuk menyampaikan hasil diskusi ini seklaigus memperkenalkan nama anggota kelompoknya dan apa pendapat orang – orang tersebut mengenai topik diskusi di atas.
  • Setelah semua kelompok selesai, kemudian diskusikan : Apakah pembicara telah menyampaikan pendapat semua anggota kelompoknya secara tepat ? Apa yang dikurangi? Apa yang ditambah ? Apa yang tidak tepat.
============================
4. Kompak
Permainan ini bermanfaat untuk menghangatkan suasana dan membentuk suasana kerja dalam Tim.
Langkah–langkah :
  • Jelaskan kepada peserta aturan permainan ini
  • Bagilah peserta ke dalam 5 – 6 kelompok, yang penting satu kelompok terdiri dari 6 orang.
  • Mintalah masing – masing kelompok untuk membuat lingkaran dan satu orang anggota dari masing-masing kelompok untuk berdiri di tengah – tengah kelompoknya.
  • Katakana bahwa permainan ini untuk mnguji kita , apakah di antara teman-teman dalam kelompok itu saling percaya kepada TIM KERJA KITA. Yang berdiri di tengah harus menutup matanya, dengan ditutup kain, kemudian menjatuhkan diri secara bebas kea rah mana saja.
  • Sementara itu teman-teman dalam kelompoknya melingkar dan harus bertanggungjawab atas keselamatan teman yang di tengah tadi, karena permainan ini bisa – bisa akan memakan korban, maka jika yang di tenagh menjatuhkan diri kepadanya dia harus siap dan bertanggungjawab untuk menahan dan melemparkannya kepada teman yang lain. Begitu seterusnya, dan minta siapa yang di tengah bisa bicara dengan cara bergiliran .
============================
5. Bercermin
Langkah–langkah :
  • Minta setiap peserta untuk berpasangan, 1 orang menjadi bayangan di cermin dan 1 orang menjadi seseorang yang sedang berdandan di depan cermin.
  • Bayangan harus mengikuti gerak – gerik orang yang berdandan.
  • Keduanya harus bekerja sama agar bisa bergerak secara kompak dengan kecepatan yang sama.
  • Minta peserta untuk mendiskusikan apa pesan dalam permainan ini.