Kamis, 01 Juni 2017

Pengertian Iman, Islam, dan Ihsan


1.      Pengertian Iman
Iman adalah kepercayaan kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa. Syahadatain (dua persaksian: bersaksi bahwa tiada Tuhan yang disembah kecuali Allah dan Muhammad adalah Rasulullah) merupakan suatu pernyataan sebagai kunci dalam memasuki gerbang Islam. Pernyataan bahwa hanya Allah (Yang Esa) satu-satunya Tuhan yang wajib disembah, merupakan pokok ajaran yang menjadi misi segala Nabi yang pernah diutus oleh Allah ke bumi di sepanjang sejarah kehidupan manusia.
Ar- Raghib al-Ashfahani (ahli kamus Al-quran) mengatakan, iman didalam Al-quran terkadang digunakan untuk arti iman yang hanya sebatas dibibir saja padahal dalam hati dan perbuatannya tidak beriman, terkadang digunakan untuk arti iman yang hanya terbatas pada perbuatannya saja, sedang hati dan ucapannya tidak beriman dan ketiga kata iman terkadang digunakan untuk arti iman yang diyakini dalam hati, diucapkan dengan lisan, dan di amalkan dalam perbuatan sehari-hari.[1]
Iman itu perkataan dan perbuatan, yaitu perkataan hati dan lisan, dan perbuatan hati, lisan, dan anggota badan. Ia bertambah karena ketaatan dan berkurang karena maksiat, dan orang yang beriman itu bertingkat keimanannya.
Firman Allah
ولكن الله حبب اليكم الا يمان و زينه في قلوبكم ...
“… tetapi Allah menjadikanmu cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hatimu…” (al-hujurat: 7)
Perkataan dan perbuatan adalah makna syahadatain (persaksian tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah), yang seseorang tidak sah memeluk agama Islam tanpa dua kalimat syahadat ini. Ia merupakan amalan hati dengan mengitikadkannya dan amalan lisan dengan mengucapkannya dengan segala konsekuensi. Allah berfirman,
وماكان الله ليضيع ايما نكم
“… dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu…” (al- Baqarah: 143)
Yang dimaksudkan oleh “imanmu” dalam ayat ini adalah shalat yang dilaksanakan dengan menghadap ke Baitul Maqdis sebelum diciptakannya perubahan kiblat.
Di sini, shalat secara keseluruhan disebut iman, karena shalat menghimpun perbuatan hati, lisan, dan anggota badan. Nabi Muhammad SAW juga menjadikan jihad, ibadah lailatul qadar, puasa Ramadhan, shalat tarawih, dan shalat lima waktu sebagai iman. Ketika beliau ditanya tentang amalan yang paling utama, beliau menjawab, “Iman kepada Allah dan rasul-Nya.”
Berikut ini dalil yang menunjukkan bertambah dan berkurangnya iman
المؤمنين ليزدادوا ايمانا مع ايمانهم
“… supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada)…” (al-Fath: 4)
ىهد وزدنهم
“… dan kami tambahkan kepada mereka petunjuk.” (al-Kahfi: 13)
“… adapun orang-orang yang beriman, maka surat ini menambah imannya…” (at-Taubah: 124)[2]

2.      Pengertian Islam
Secara genetik kata Islam berasal dari Bahasa Arab terambil dari kata “salima” yang berarti selamat sentosa. Dari kata itu dibentuk kata “aslama” yang berarti menyerah, tunduk, patuh, dan taat.  Kata “aslama” menjadi pokok kata Islam. Sebab itu orang yang melakukan “aslama” atau masuk islam dinamakan Muslim. Selanjutnya dari kata “salima” juga terbentuk kata “silmun” dan “salamun” yang berarti damai. Karenanya seorang yang menyatakan dirinya muslim adalah harus damai dengan Allah dan dengan sesama manusia.
Penyebutan orang-orang Barat terhadap Islam sebagai Moehammedanism dan Moehamadan, bukan saja tidak tepat tetapi salah secara prinsipil (Nasrudin Razak, 1985: 55). Istilah ini mengandung arti Islam adalah paham Muhammad atau pemujaan terhadap Muhammad, sebagaimana perkataan Kristen dan Kekristenan yang mengadung arti pemujaan terhadap Kristus.[3]
Islam artinya penyerahan diri kepada Allah, tuhan yang Maha Kuasa, Maha Perkasa, dan Maha Esa. Penyerahan itu diikuti dengan kepatuhan dan ketaatan untuk menerima dan melakukan apa saja perintah dan larangan-Nya. Tunduk pada aturan dan undang-undang yang diturunkan kepada manusia melalui hamba pilihan-Nya (para rasul). Aturan dan undang-undang yang dibuat oleh Allah itu dikenal dengan istilah “Syari’ah”. Kadang-kadang syari’ah itu disebut juga din (agama). Innaddina ‘indallahi al-islam (sesungguhnya agama di sisi Allah adalah Islam QS. 3:19), karena memang agama di sisi Allah ialah penyerahan yang sesunggguhnya kepada Allah. Maka walaupun seseorang mangaku memeluk agama Islam, kalau tidak menyerah yang sesungguhnya kepada Allah, tidak mau mematuhi suruhan dan larangannya, belumlah dia Islam.
Dengan memasuki Islam seseorang akan selamat, damai, dan sentosa dalam kehidupan yang seimbang lahir dan batin, dunia dan akhirat. Islam memang mempunyai arti (selamat, damai, dan sentosa), suatu agama yang diturunkan oleh Allah kepada segenap nabi dan rasul-Nya. Allah jua menegaskan bahwa siapa saja yang memeluk agama selain Islam tidak akan diterima (QS. 3:85), karena itu tentulah para nabi membawa dan memeluk ini, karena Islam memang diperuntukkan bagi segenap manusia. Ajaran Islam itu, oleh karenanya merata, mengatur manusia dalam segala seginya, bukan semata mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, melainkan juga mengatur hubungan manusia dengan sesamanya, dan manusia dengan lingkungannya (alam semesta).

3.      Pengertian Ihsan
Ihsan, menurut kamus berasal dari kata: ahsana-yuhsinu-ihsan berarti, baik, bagus, kebajikan atau saleh. Menurut makna istilah, seperti dikemukakan dalam hadits nabi di permulaan tulisan ialah: “engkau menyembah Allag seakan-akan engkau melihat-Nya, dan jika engkau tidak dapat melihat-Nya, sesungguhnya Ia melihat engkau.”[4]

B.     Rukun-rukun Iman dan Islam
1.      Rukun Iman
a.       Iman Kepada Allah
Yakni beriman kepada rububiyyah Allah Swt, maksudnya : Allah adalah Tuhan, Pencipta, Pemilik semesta, dan Pengatur segala urusan, Beriman kepada uluhiyyah Allah Swt, maksudnya: Allah sajalah tuhan yang berhak di sembah, dan semua sesembahan selain-Nya adalah batil, iman kepada Nama-Nama dan Sifat-Sifat-Nya maksudnya: bahwasanya Allah Swt, memiliki nama-nama yang mulia, dan sifat-sifat-Nya yang sempurna serta agung sesuai yang ada dalam Al-quran dan Sunnah Rasul-Nya.
b.      Iman Kepada Malaikat-malaikat Allah
Malaikat adalah hamba Allah yang mulia, mereka diciptakan oleh Allah untuk beribadah kepada-Nya, serta tunduk dan patuh menta’ati-Nya, Allah telah membebankan kepada mereka berbagai tugas, Diantaranya adalah : Jibril tugasnya menyampaikan wahyu, Mikail mengurusi hujan dan tumbuh-tumbuhan, Israfil meniup sangsakala di hari kiamat, Izrail (malaikat maut), Raqib , Atit, mencatat amal perbutan manusia, Malik menjaga neraka, Ridwan menjaga surga, dan malaikat-malaikat yang lain yang hanya Allah Swt yang dapat mengetahuinya.
c.       Iman Kepada Kitab-kitab Allah
Allah yang Maha Agung dan Mulia telah menurunkan kepada para Rasul-Nya kitab-kitab, mengandung petunjuk dan kebaikan. Diantaranya: kitab taurat diturunkan kepada Nabi Musa, Injil diturunkan kepada Nabi Isa, Zabur diturunkan kepada Nabi Daud, Shuhuf Nabi Ibrahim dan Nabi Musa, Al-quran diturunkan Allah Swt, kepada Nabi Muhammad Saw. Allah telah menjamin untuk menjaga dan memeliharanya, karena ia akan menjadi hujjah atas semua makhluk, sampai hari kiamat.
d.      Iman Kepada Rasul Allah
Allah telah mengutus kepada maakhluk-Nya para rasul, rasul pertama adalah Nuh dan yang terakhir adalah Muhammad Saw, dan semua itu adalah manusia biasa, tidak memiliki sedikitpun sifat ketuhanan, mereka adalah hamba-hamba Allah yang dimuliakan dengan kerasulan. Dan Allah telah mengakhiri semua syari’at dengan syari’at yang diajarkan oleh Nabi Muhammad Saw,yang diutus untuk seluruh manusia, maka tidak ada nabi sesudahnya.
e.       Iman Kepada Hari Akhir
Yaitu hari kiamat, tidak ada hari lagi setelahnya, ketika Allah membangkitkan manusia dalam keadaan hidup untuk kekal ditempat yang penuh kenikmatan atau ditempat siksaan yang amat pedih. Beriman kepada hari akhir meliputi beriman kepada semua yang akan terjadi setelah itu, seperti kebangkitan dan hisab, kemudian surga atau neraka.[5]
f.       Iman Kepada Qadha’ dan Qadar
Iman kepada qada dan qadar Allah adalah salah satu sendi akidah Islam. Dalam pembicaraan sehari-hari disingkat dengan sebutan takdir (taqdir). Berbicara tentang takdir Allah memang bukan sesuatu yang mudah. Sebab yang kita bicarakan langsung menyangkut kehendak Tuhan terhadap makhluk-makhluk-Nya.
Beriman kepada qada dan qadar Allah adalah rukun keenam dari rukun iman. Sebagaimana dalam jawaban Rasulullah ketika ditanya oleh Jibril tentang iman, beliau bersabda:
“Engkau beriman krpada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, hari akhir, dan engkau beriman kepada qada-Nya, yang baik maupun yang buruk.” (HR.Buhkari dan Muslim)
Seperti yang dinyatakan dalam Al-Qur’an surah An-Naml [27]: 65 yang artinya “katakanlah tak seorang pun di laangit maupun di bumi yang mengetahui perkara gaib kecuali Allah.”[6]

2.      Rukun Islam
a.       2  Kalimat Syahadat
Dua kalimat syahadat itu adalah laksana anak kunci yang dengannya manusia masuk ke dalam alam keselamatan (Islam). Sebagaimana keterangan Hadits Nabi : “dari Mu’az berkata, aku mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: barangsiapa yang akhir katanya laa ilaaha illallaah, maka dia pasti masuk surga.”
Kalimat “laa ilaaha illallah” tersusun dalam bentuk dimulai dengan peniadaan, yaitu tiada tuhan, baru kemudian disusul dengan suatu penegasan : “melaikan Allah!”. Ini berarti bahwa seorang muslim dalam hidupnya harus membersihkan segala macam tuhan, kepercayaan, keyakinan, aqidah, dan lain-lain sebagainya lebih dahulu. Yang ada dalam kalbunya hanyalah satu tuhan, satu kepercayaan, satu keyakinan dan satu aqidah ialah hanya kepada Zat yang bernama Allah s.w.t.
b.      Shalat
Allah telah mensyari’atkan shalat 5 waktu setiap hari sebagai hubungan antara seorang muslim dengan Tuhannya. Didalamnya dia bermunajat dan berdo’a kepada-Nya, disamping agar menjadi pencegah bagi muslim dari perbuatan keji dan mungkar. Dan Alah telah menyiapkan bagi yang menunaikannya kebaikan dalam agama dan kemantapan iman serta ganjaran, baik cepat maupun lambat. Maka  dengan demikian seorang hamba akan mendapatkan ketenangan jiwa dan kenyamanan raga yang akan membuatnya bahagia di dunia dan akhirat.
Shalat terdiri dari :
1)   Shalat wajib
a)      Shalat dzuhur
b)      Shalat ashar
c)      Shalat magrib
d)     Shalat Isya’
e)      Shalat subuh
2)   Shalat sunnah.
a)      Shalat rawatib
b)      Shalat dhuha
c)      Shalat tahajjud
d)     Shalat witir
e)      Shalat gerhana matahari dan shalat gerhana bulan
f)       Shalat 2 hari raya
g)      Shalat istiharah
h)      Shalat tasbih[7]
c.       Puasa
Puasa adalah salah satu Rukun Islam yang mulai disyariatkan pada tahun ke II Hijriah. Kata puasa berasal dari bahasa arab “ الصَّوْمُ ” yang berarti menahan (إمساك). Jadi, puasa menurut bahasa artinya “menahan”. Secara Terminologi, Puasa Adalah
إمساك عن مفطر بنية مخصوصة جميع نهار قابل للصوم من مسلم عاقل طاهر من حيض و نفاس
(menahan dari sesuatu yang membatalkan puasa dengan niat yang khusus pada seluruh siang harinya orang yang melakukan puasa yang berakal, dan suci dari haidl dan nifas).
Jadi, puasa adalah menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkan puasa mulai terbit fajar sampai terbenam matahari disertai niat dengan syarat dan rukun yang telah ditentukan. Sesuai firman Allah SWT :
...وَكُلُوْاوَاشْرَبُوْا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْاَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْاَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ... (البقرة : 187)
Artinya : “makan dan minumlah hingga nyata bagimu benang putih dari benang hitam yaitu fajar.” (QS. Al-Baqarah : 187)
Adapun hukum melakukan puasa Ramadlan adalah Wajib/Fardlu ‘Ain,  sesuai firman Allah SWT yang artinya :
 “ Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu sekalian berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, supaya kamu bertaqwa.” (Qs. Al-Baqarah : 183).
Macam-macam puasa:
1)      Puasa wajib
a)      Puasa Ramadhan
b)      Puasa Nazar
c)      Puasa Kafarat
2)      Puasa sunnah
a)      Puasa 6 hari pada bulan syawal
b)      Puasa hari asyura
c)      Puasa pada hari arafah
d)     Puasa pada bulan sya’ban
e)      Puasa daud
f)       Puasa senin-kamis
3)      Puasa makruh
a)      Puasa syak
b)      Puasa pada hari-hari pertengahan bulan sya’ban
4)      Puasa haram
a)      Puasa pada 2 hari raya
b)      Puasa pada hari tasyrik
c)      Puasa sepanjang masa
d)     Puasa wishal
e)      Puasa khusus hari jum’at[8]
d.      Zakat
Menurut bahasa, “zakat” berasal dari kata zakatan-yuzakki-zakka artinya tumbuh, suci, atau berkah. Menurut istilah Zakat adalah memberikan harta dengan kadar tertentu kepada yang berhak sebagai ibadah kepada Allah SWT.
Firman Allah yang memerintahkan kewajiban zakat adalah QS. An-Nisa ayat 77:
واقيموا الصلواة واتوا االزكوة
Artinya: “… dirikanlah shalat dan tunaikan zakat … ” (QS. An-Nisa :77)
Macam-macam zakat:
1)  Zakat fitrah
2)  Zakat Maal
a)      Emas, perak dan uang
b)      Harta perniagaan
c)      Harta pertanian
d)     Hewan trnak
e)      Hasil tambang
f)       Barang temuan[9]
e.       Haji
Rukun Islam yang ke-5 adalah menunaikan ibadah haji. Setiap orang Islam wajib menunaikan ibadah haji bila mampu, dan dalam seumur hidupnya hanya dilakukan sekali. Jika seseorang tidak menunaikan ibadah haji sedangkan ia mamapu, maka ia bukanlah termasuk orang Islam.
Pengertian haji menurut bahasa dalah القصد artinya menyengaja. Sedangkan menurut istilah haji adalah mengunjungi makkah (ka’bah) untuk mengerjakan ibadah yang terdiri dari thawaf, sa’I, wuquf, dan ibadah-ibadah lain sesuai dengan ketentuan haji, guna memenuhi perintah Allah dan mengharap keridlaan-Nya.
Ibaah haji ini merupakan bagian dari syari’at bagi umat-umat dahulu, semenjak Nabi Ibrahim. Allah telah menyuruh Nabi Ibrahim a.s membangun baitul Haram di amkkah, agar orang-orang thawaf di sekelilingnya dan menyebut nama Allah ketika thawaf itu.
C.     Tingkatan-tingkatan dalam Iman dan Islam dan pencapaian muhsin
1.      Tingkatan iman
a)         tingkatan iman pertama disebut dengan ilathitsu, yaitu iman yang dimiliki oleh para malaikat, dimana tingkatan iman ini tidak pernah berkurang dan tidak pula bertambah
b)         tingkatan iman kedua disebut dengan iman ma’sum yaitu iman yang dimiliki oleh para Nabi dan Rasul Allah WST. Dimana tingkatan iman ini tidak pernah berkurang dan selalu bertambah ketika wahyu datang kepadaNya.
c)         Tingkatan iman ketiga disebut dengan makbul yaitu iman yang dimiliki oleh muslim dimana iman pada tingkatan ini selalu bertambah jika mengerjakan amal kebaikan dan akan berkurang jika melakukan maksiat.
d)        Tingkatan iman yang keempat disebut iman maohuf yaitu iamn yang dimiliki oleh ahli bid’ah, yaitu iman yang ditangguhkan diaman jika berhenti melakukan bid’ah maka iman akan diterima, diantaranya kaum rafidhoh, atau dukun, sihir, dan sejenisnya.
e)         Tingkatan iman yang kelima disebut dengan iman mardud, yaitu iman yang ditolak, dimana iman ini yang dimiliki oleh orang-orang musyrik, murtad, munafik, kafir, dan sejenisnya.[10]

2.      Tingatan islam
a)      Islam muslim
b)      Muslim, adalah sebuah kata dari bahasa Arab yang berarti orang Islam atau orang yang patuh dan tunduk menurut perintah Allah SWT.
c)      Kata Muslim berasal dari kata salima yaslamu yang berarti selamat, sentosa  atau aslama yang berarti tunduk patuh atau beragama Islam. Sehingga orang Muslim berarti orang yang patuh, taat dan berserah diri kepada sang penciptaNYA.
d)     Dari akar kata yang sama, lahir pula kata salam atau salama yang artinya memberi salam atau menyelamatkan. Orang yang mengucapkan salam berarti mendoakan orang lain agar selamat.

e)      Islam kaffah
Ajakan untuk menjadi mu’min yang kãffah didengungkan Allah melalui surat Al-Baqarah yang 208:“Hai orang-orang (yang mengaku) mu’min, masuklah kalian ke dalam Islam secaraffah, dalam arti janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan, karena dia (setan itu) adalah musuh yang nyata bagi kalian.”[1]
Pengertian harfiah dari istilah kaffah adalah keseluruhan atau totalitas (totality). Dengan demikian, menjadi mu’min yang total. Dalam ayat di atas ada dua kata perintah udkhulu (masuklah kallian), dan yang kedua adalah kata as-silm(u) yang merupakan sinonim sari as-salam(u) yang artinya agama islam.
Dilihat dari asbabun nuzul ayat "udkhuluu fis silmi kaaffaah", Islam kaffah itu sebenarnya berkenaan dengan aqidah. Jangan menyembah Allah dengan setengah-setengah; kita dituntut untuk bertauhid dengan penuh totalitas. BerIslam secara kaffah itu artinya tidak sinkretisme: mencampurbaurkan berbagai ajaran agama.
Di luar persoalan aqidah, Islam kaffah itu masuk pada wilayah penafsiran. Contohnya, bagi mereka yang berpandangan bahwa Islam itu mewajibkan bentuk dan sistem ketatanegaraan tertentu, maka ber-Islam secara kaffah artinya mendukung dan berjuang untuk menegakkan sistem dan bentuk ketatanegaraan tsb.
Sebaliknya, bagi mereka yang bepandangan bahwa Islam tidak mewajibkan secara syar'i akan bentuk dan sistem ketatanegaraan tertentu, maka mereka tidak merasa berkurang ke-kaffah-an mereka dalam ber-Islam hanya karena tidak mendukung sistem dan bentuk ketatanegaraan tertentu.
Mereka berpandangan --sesuai dengan pemahaman mereka terhadap nash-- bahwa Islam hanya memberikan petunjuk akan prinsip-prinsip tertentu yang dapat digunakan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Bentuk dan sistem ketatanegaraan yang dipilih ummat tidaklah menjadi soal selama prinsip-prinsip tersebut terpenuhi.

3.      Mencapai muhsin
Allah berfirman,
   المحسنين يحب اللهان اواحسبو
“… dan berbuat baiklah karena sesunggunya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (al-Baqarah: 195)
“sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.” (an-Nahl: 128)
Dan Rasulullah SAW bersabda:
“sesungguhnya Allah mewajibkan ihsan (berbuat baik) atas segala sesuatu.” (HR Ahmad, Muslim, Imam Empat)
Di dalam sebuah hadits diceritakan dialog Nabi Muhammad SAW, dengan malaikat Jibril. Jibril berkata kepada beliau,
“terangkan aku tentang ihsan!”
Lalu beliau menjawab,
“yaitu engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak melihat-Nya, maka engkau yakin benarlah bahwa Allah melihatnu.” (HR Bukhari dan Muslim)
Nabi Muhammad SAW menjelaskan dalam hadits tersebut bahwa iman itu mempunyai 2 tingkat. Tingkat yang tertinggi (pertama) ialah beribadah kepada Allah seolah-olah engaku melihat-Nya. Ini disebut maqam (kedudukan) musyahadah, yaitu si hamba beramal menurut tuntutan penyaksiannya kepada Allah Ta’ala dengan kalbunya, yaitu hatinya disinari oleh iman dan mata hatinya menembus pengetahuan sehingga jadilah yang gaib itu seperti kenyataan. Dan inilah hakikat maqam ihsan. Kedua, maqam muraqabah, yaitu si hamba melakukan ibadah dengan merasa diawasi oleh Allah serta ia selalu merasa dekat dengan-Nya. Bila perasaan si hamba dalam melakukan semua amal adalah seperti itu, dan dia beramal dengan perasaan seperti itu, maka amalnya akan tulus karena Allah. Perasaan hati yang demikian akan mencegahnya berpaling kepada selain Allah. Para ahli kedua maqam ini memiliki tingkat berbeda-beda, sesuai dengan ketajaman hatinya.[11]
Adapun tiga tingkatan tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Tingkat At-taqwa, yaitu tingkatan paling bawah dengan derajad yang berbeda-beda.
2.      Tingkat Al-bir, yaitu tingkat menengah dengan derajat yang berbeda-beda.
3.      Tingkat Al-ihsan, yaitu tingkat paling atas dengan derajat yang berbeda-beda.
Tingkat taqwa
            Tingkat taqwa adalah tingkatan dimana seluruh derajatnya dihuni oleh mereka yang masuk kategori Al-muttaqin, sesuai dengan derajad ketaqwan masing-masing.
Taqwa akan menjadi sempurna dengan menjalankan semua perintah Allah dan menjauhi serta meninggalkan segala apa yang dilarangNya, hal ini berarti meninggalkan salah satu perintah Allah saja dapat mengakibatkan sangsi, dan melakukan salah satu laranganNya saja adalah dosa. Dengan demikian puncak taqwa adalah menjalankan semua perintah Allah serta menjauhi segala laranganNya.
Namun ada satu hal yang harus dipahami dengan benar, yaitu bahwa Allah Swt. Maha mengetahui mengetahui keadaan hamba-hambaNya yang memiliki berbagai kelemahan, yang dengan kelemahannya itu seorang hamba melakukan dosa. Oleh karena itu Allah membuat satu cara penghapusan dosa, yaitu dengan cara bertobat dan pengampunan. Melalui hal tersebut, Allah akan mengampuni hambaNya yang berdosa karena kelalaiannya dari menunaikan hak-hak taqwa. Sementara itu, ketika seorang hamba naik peringkat puncak taqwa, boleh jadi ia akan naik peringkatnya pada peringkat bir atau ihsan. Peringkat ini disebut martabat taqwa, karena amalan-amalan yang ada pada derajat ini membebaskannya dari siksaan atas kesalahan yang dilakukannya. Adapun derajat yang paling rendah dari peringkat ini adalah derajat dimana seseorang  menjaga dirinya dari kekalnya dalam neraka, yaitu dengan iman yang benar dan diterima oleh Allah Swt.
Tingkat Al-bir
            Peringkat ini akan dihuni oleh mereka yang masuk kategoi Al-abror, hal ini sesuai dengan amalan-amalan kebaikan yang mereka lakukan dari ibadah-ibadah sunnah serta segala sesuatu yang dicintai dan diridhai oleh Allah Swt. hal ini dilakukan setelah mereka melakukan hal yang wajib, yakni yang ada pada peringkat At-taqwa.
Peringkat ini disebut derajat Al-bir (kebaikan), karena derajat ini merupakan perluasan pada hal-hal yang sifatnya sunnah, sesuai sifatnya semata-mata untuk mendekatkan diri kepada Allah dan merupakan tambahan dari batasan-batasan yang wajib serta yang di haramkanNya. Amalan-amalan ini tidak diwajibkan oleh Allah kepada hambaNya, tetapi perintah itu bersifat anjuran, sekaligus terdapat janji pahala didalamnya.
Akan tetapi mereka yang melakukan amalan tambahan ini tidak akan masuk kedalam tingkatan Al-bir, kecuali mereka telah melaksanakan peringkat yang pertama, yaitu peringkat taqwa. Karena melaksanakan hal yang pertama menjadi syarat mutlak untuk naik keperingkat yang selanjutnya.
Dengan demikian,barang siapa yang mengklaim dirinya telah melakukan kebaikan sedang ia tidak mengimani unsure-unsur kaidaah iman dalam ihsan, serta tidak terhindar dari siksaan neraka , maka ia tidak dapat masuk kedalam peringkat ini. (Al-bir). Allah Swt. telah berfirman,
“Bukanlah kebaikan dengan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebaikan itu adalah taqwa, dan datangilah rumah-rumah itu dari pintu-pintunya dan bertaqwalah kepada Allah agar kalian beruntung.” (Qs. Al-baqarah: 189).
“ya tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar seruan orang yang menyeru kepada iman, yaitu berimanlah kamu kepada tuhanmu, maka kamipun beriman. Ya tuhan kami ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami dan wafatkanlah kami bersama orang-orang yang banyak berbuat baik.” (Al-imran: 193) .

Tingkat ihsan
            Tingkatan ini akan dicapai oleh mereka yang masuk dalam kategori Muhsinun, mereka adalah orang yang telah melewati tingkat pertama dan kedua (peringkat At-taqwa dan Al-bir).
Ketika kita mencermati pengertian ihsan dengan sempurna, maka kita akan mendapatkan kesimpulan bahwa ihsan memiliki dua sisi yaitu : Pertama, ihsan adalah kesempurnaan dalam beramal sambil menjaga keiklasan dan jujur dalam beramal.
Kedua, ihsaan adalah sensntiasa memaksimalkan amalan-amalan sunnah yang dapat mendekat diri kepada Allah Swt. selama hal itu adalah sesuatu yang diridhaiNya dan dianjurkan untuk melaksanakannya.
Untuk dapat naik kemartabat ihsan dalam segala amal , hanya bisa dicapai melalui amalan-amalan wajib dan amalan-amalan sunnah yang dicintai oleh Allah Swt. serta dilakukan atas dasar mencari ridha Allah Swt.

D.    Korelasi antara Iman, Islam, dan Ihsan
Dimensi-dimensi Islam berawal dari sebuah hadits yang meriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim yang dimuat dalam masing-masing kitab sahihnya yang menceritakan dialog antara Nabi Muhammad SAW dengan malaikat Jibril tentang trilogy ajaran Ilahi:
“Nabi Muhammad SAW keluar dan (berada di sekitar sahabat) seseorang datang menghadap beliau dan bertanya: “Haai Rasul Allah, apakah yang dimaksud dengan iman?” beliau menjawab: “Iman adalah engkau percaya kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-Nya, pertemuan dengan-Nya, para utusan-Nya, dan percaya kepada kebangkitan.” Laki-laki itu kemudian bertanya lagi: “apakah yang dimaksud dengan Islam?” beliau menjawab: “Islam adalah engaku menyembah Allah dan tidak musyrik kepada-Nya, engkau tegakkan salat wajib, engkau tunaikan zakat wajib, dan engkau berpuasa pada bulan Ramadhan.” Laki-laki itu kemudian bertanya lagi: “apakah yang dimaksud dengan ihsan?” Nabi Muhammad SAW menjawab: “engkau sembah Tuhan seakan-akan engkau melihat-Nya; apabila engaku tidak melihat-Nya, maka (engkau berkeyakinan) bahwa Dia melihatmu…”(Buhkari, I, t.th: 23).
Hadits di atas memberikan ide kepada umat Islam sunni tentang rukun iman yang enam, rukun Islam yang lima, dan penghayatan terhadap Tuhan Yang Maha hadir dalam hidup. Sebenarnya, ketiga hal itu hanya dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan. Antara yang satu dengan yang lainnya memiliki keterkaitan.
Setiap pemeluk agama Islam mengetahui dengan pasti bahwa Islam tidak abash tanpa iman, dan iman tidak sempurna tanpa ihsan. Sebaliknya, ihsan adalah mustahil tanpa iman, dan iman juga mustahil tanpa Islam. Dalam penelitian lebih lanjut, sering terjadi tumpang tindih antara tiga istilah tersebut: dalam iman terdapat Islam dan ihsan; dalam Islam terdapat iman dan ihsan, dan dalam ihsan terdapat iman dan Islam. Dari situlah, Nurcholish Madjid (1994: 463) melihat iman, Islam, dan ihsan sebagai trilogi ajaran Ilahi.
Ibnu Timiah menjelaskan bahwa din itu terdiri dari tiga unsure, yaitu iman, Islam, dan ihsan. Dalam tiga unsure itu terselip makna kejenjangan (tingkatan): orang yang memulai dengan Islam, kemudian berkembang kea rah iman, dan memuncak dalam ihsan.
Rujukan Ibnu Taimiah dalam mengemukakan pendapatnya adalah surat al-Fathir [35] ayat 32: “kemudian kitab itu kami wariskan kepada orang-orang yang kami pilih di antara hamba-hamba kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri; dan di antara mereka ada yang pertengahan; dan di antara mereka ada pula yang lebih cepat berbuat kebaikan dengan izin Allah … ”
Di dalam al-Qur’an dan terjemahnya yang diterbitkan Departemen Agama dijelaskan sebagai berikut: pertama, “orang-orang yang menganiaya dirinya sendiri” (fa minhum zalim li nafsih) adalah orang-orang yang lebih banyak kesalahannya daripada kebaikannya; kedua, “orang-orang pertengahan” (muqtashid) adalah orang-orang yang antara kebaikan dengan kejelekannya berbanding; dan ketiga, “orang-orang yang lebih dulu berbuat keaikan” (sabiq bi al-khairat) adalah orang-orang yang kebaikannya amat banyak dan jarang melakukan kesalahan.
Dengan penjelasan yang agak berbeda, Ibnu Taimiah menjelaskan sebagai berikut: pertama, orang-orang yang menerima warisan kitab suci dengan mempercayai dan berpegang teguh pada ajaran-ajarannya, namun masih melakukan perbuatan-perbuatan zaim, adalah orang yang baru ber-islam, suatu tingkat permulaan dalam kebenaran; kdua, orang yang menerima warisan kitab suci itu dapat berkembang menjadi seorang mukmin, tingkat menengah, yaitu orang yang telah sedang-sedang saja; ketiga, perjalanan mukmin itu (yang telah terbatas dari perbuatan zalim) berkembang perbuatan kebajikannya sehingga ia menjadi pelomba (sabiq) perbuatan kebajikannya; maka ia mencapau derajat ihsan. “orang yang telah mencapai tingkat ihsan,” kata Ibnu Taimiah, “akan masuk surge tanpa megalami azab.”
Imam al-Syahrastani dalam kitabnya, al-milal wa al-hilal, menjelaskan bahwa islam adalah menyerahkan diri secara lahir. Oleh akrena itu, baik mukmin maupun munafik adalah Muslim. Sedangkan iman adalah pemebanaran terhadap Allah, para utusan-Nya, kitab-kitab-Nya, hari kiamat, dan menerima qadla dan qadar. Integrasi antara Islam dan iman adalah kesempurnaan (al-Kamal). Atas dasar penjelasan itu, al-Syahrastani juga menunjukkan bahwa islam adala mabda’ (pemula); iman adalah menengah (wasath); dan ihsan adalah kesempurnaan (al-kamal).[12]
Islam, Iman & Ihsan adalah satu kesatuan yg tidak bisa dipisahkan satu dengan lainnya. Iman adalah keyakinan yang menjadi dasar akidah. Keyakinan tersebut kemudian diwujudkan melalui pelaksanaan kelima rukun Islam. Sedangkan pelaksanaan rukun Islam dilakukan dangan cara ihsan, sebagai upaya pendekatan diri kepada Allah.
Untuk mempelajari ketiga pokok ajaran agama tersebut, para ulama mengelompokkannya lewat 3 cabang ilmu pengetahuan. Rukun Islam berupa praktek amal lahiriyah disusun dalam ilmu Fiqh, yaitu ilmu mengenai perbuatan amal lahiriyah manusia sebagai hamba Allah. Iman dipelajari melalui ilmu Tauhid (teologi) yg menjelaskan tentang pokok-pokok keyakinan. Sedangkan untuk mempelajari ihsan sebagai tata cara beribadah adalah bagian dari ilmu Tasawuf.[13]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar