Minggu, 07 Agustus 2016

Tools EDS/M-RKS/M-RKT-RKAS/M Alat Bantu Penyusunan EDS RKS RKAS SD/MI

Tools EDS/M-RKS/M-RKT-RKAS/M Alat Bantu Penyusunan EDS RKS RKAS SD/MITools EDS/M-RKS/M-RKT-RKAS/M basis datanya adalah capaian indikator SPM, Akreditasi dan SNP pada setiap satuan pendidikan,  Capaian Indikator SPM, Akreditasi, dan SNP menjadi profil setiap satuan pendidikan, sebagai langkah awal dalam penyusunan RKS/M dengan
menetapkan prioritas capaian indikator SPM, Akreditasi dan SNP, Penetapan prioritas capaian indikator SPM, Akreditasi dan SNP sebagai dasar penentuan sasaran dan indikator kinerja/indikator keberhasilan.


OUTPUT PENYUSUNAN DOKUMEN RKS/M
Di bawah ini adalah beberapa uraian deskripsi yang menggambarkan output
penyusunan dokumen EDS/M-RKS/M-RKT-RKAS/M :
  1. Tools EDS/M-RKS/M-RKT-RKAS/M menghasilkan potret capaian indikator SPMyang harus dipenuhi oleh Sekolah/Madrasah dan bagaimana langkah-langkah pemenuhannya melalui penetapan program dan kegiatan,
  2. Tools EDS/M-RKS/M-RKT-RKAS/M menghasilkan potret capaian akreditasi melalui bukti fisik yang harus disiapkan/ada di setiap Sekolah/Madrasah sehingga dapat menyiapkan Sekolah/Madrasah untuk menghadapi akreditasi melalui penetapan program dan kegiatan,
  3. Tools EDS/M-RKS/M-RKT-RKAS/M menghasilkan rumusan program dan kegiatan (sekaligus jadwal kegiatan) untuk mencapai tujuan sasaran dan indikator kinerja/keberhasilan berdasarkan prioritas capaian indikator yang sudah ditetapkan melalui analisis kondisi Sekolah/Madrasah,
  4. Tools EDS/M-RKS/M-RKT-RKAS/M menghasilkan rumusan pendanaan RKS/M selama 4 tahun sebagaimana yang terdapat pada tabel D2,
  5. Tools EDS/M-RKS/M-RKT-RKAS/M menghasilkan rumusan Rencana Kerja Tahunan (RKT) selama 4 tahun,
  6.   Tools EDS/M-RKS/M-RKT-RKAS/M menghasilkan dokumen BOS K2 selama 4 tahun,
  7.   Tools EDS/M-RKS/M-RKT-RKAS/M menghasilkan dokumen RKAS/M selama 4 tahun,
  8. Tools EDS/M-RKS/M-RKT-RKAS/M menghasilkan dokumen Laporan Akuntabilitas Kinerja Sekolah/Madrasah (LAKIS) dalam bentuk laporan monitoring dan evaluasi program dan kegiatan Sekolah/Madrasah.

Contoh SK Tim Pencegahan Tindak Kekerasan Di Sekolah Oleh Kepala Sekolah

Inilah SK Tim Pencegahan Tindak Kekerasan di Sekolah  baruMembentuk Tim Pencegahan Kekerasan di Sekolah dalam Surat Keputusan Kepala Sekolah (SK)
Sekolah aman, nyaman dan menyenangkan, dalam SK Tim Pencegahan Tindak Kekerasan Di Sekolah
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan adalah sebagai salah satu dasar untuk membentuk tim pencegahan tindak kekerasan di lingkungan Sekolah.


Dalam pengarsipan dan pelaporan nya  SK Tim Pencegahan Tindak Kekerasan di Sekolah ini wajib di inputkan pada data pokok pendidikan atau dapodik versi 2016Contoh SK Tim Pencegahan Tindak Kekerasan di Sekolah ini kami bagikan sebagai referensi dalam pembuatan dan pembentukan Tim Pencegahan Tindak Kekerasan di Sekolah rekan-rekan guru untuk pratinjau sebagai berikut dibawah ini, lakukan scroll kanan untuk melihat tampilan utuh akan contoh SK ini.

DOWNLOAD

[Download] Materi Pelatihan BK dalam Kurikulum 2013

Dalam rangka Implementasi Kurikulum 2013, Kemendikbud melalui Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan (BPSDMPK dan PMP) telah melaksanakan berbagai pelatihan pelayanan Bimbingan dan Konseling (BK) bagi para  Guru BK,  Kepala Sekolah, dan Pengawas Sekolah di  berbagai tempat.
Kegiatan pelatihan pelayanan Bimbingan dan Konseling bertujuan untuk memberikan pemahaman dan keterampilan tentang pelayanan BK di sekolah. Adapun ruang lingkup materi pelatihan, mencakup:
  1. Implementasi Kurikulum 2013: (a) Rasional dan Elemen Perubahan Kurikulum 2013; (b) Posisi dan Peran BK dalam Kurikulum 2013; dan Pelayanan Peminatan Peserta Didik.
  2. Pengelolaan Bimbingan dan Konseling dalam Implementasi Kurikulum 2013: (a) Perencanaan; (b) Pelaksanaan; dan (c) Evaluasi, Pelaporan dan Tindak Lanjut.
  3. Asesmen dan Penetapan Peminatan Peserta Didik dalam Implementasi Kurikulum 2013: (a) Asesmen dalam Bimbingan dan Konseling; dan (b) Pengukuran Kecerdasan, Bakat, dan Minat Peserta Didik.
  4. Praktik Pelayanan Pelayanan Bimbingan dan Konseling dalam Kurikulum 2013: (a) Klasikal; (b) Kelompok; dan (c) Individual.
Dengan disertakannya Bimbingan dan Konseling dalam kebijakan Kurikulum 2013 ini, bagi saya memiliki makna tersendiri, bahwa dalam Kurikulum 2013 ini, Guru BK/Konselor telah mendapatkan kembali posisinya yang tampak setara dan sama pentingnya dengan Guru Mata Pelajaran. Sungguh berbeda dengan Kurikulum sebelumnya yang hanya menempatkan layanan BK sebatas bagian dari Kegiatan Pengembangan Diri.
Berkaitan dengan materi pelatihan, hal penting dari keseluruhan materi pelatihan ini adalah adanya penegasan bahwa layanan Bimbingan dan Konseling sebagai bagian yang tak terpisahkan dari sistem pendidikan kita, yang berupaya melayani dan memberi bantuan dukungan perkembangan dan pengentasan masalah agar peserta didik berkembang secara optimal, mandiri dan bahagia.
Implikasi lebih lanjut dari kegiatan pelatihan BK  ini adalah bagaimana para guru Guru BK/Konselor di lapangan untuk menterjemahkan layanan BK dalam berbagai bentuk kegiatan pelayanan BK yang bermutu tinggi. Tampaknya memang hanya dengan dengan pelayanan BK yang bermutu tinggi, kita bisa mencapai apa yang dicita-citakan dari kehadiran Kurikulun 2013.
Saya memahami bahwa waktu kegiatan pelatihan yang relatif singkat memang tidak cukup untuk dapat menguasai seluruh proses dan substansi layanan BK. Oleh karena itu, upaya untuk belajar lebih lanjut dari setiap Guru BK/Konselor tampak menjadi mutlak adanya, jika tidak ingin terpuruk secara profesi.
Selengkapnya Materi Pelatihan BK dalam Kurikulum 2013 dapat diunduh melaui tautan di bawah ini:

Peran Kepala Sekolah, Guru dan Wali Kelas dalam Layanan Bimbingan dan Konseling

Keberhasilan penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah, pada dasarnya merupakan keberhasilan kolektif. Selain Guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor sebagai pelaksana utama, keberhasilan penyelenggaraan layanan Bimbingan dan konseling di sekolah, juga akan ditentukan oleh sejauhmana peran aktif dan keterlibatan dari berbagai pihak yang terkait dengan layanan bimbingan dan konseling di sekolah, diantaranya peran aktif dan keterlibatan:  (1) kepala sekolah, (2) guru mata pelajaran dan (3)  wali kelas.
1. Peran Kepala Sekolah
Kepala sekolah selaku penanggung jawab seluruh penyelenggaraan pendidikan di sekolah memegang peranan strategis dalam mengembangkan layanan bimbingan dan konseling di sekolah. Secara garis besarnya, Prayitno (2004) memerinci peran, tugas dan tanggung jawab kepala sekolah dalam bimbingan dan konseling, sebagai berikut :
  • Mengkoordinir segenap kegiatan yang diprogramkan dan berlangsung di sekolah, sehingga pelayanan pengajaran, latihan, dan bimbingan dan konseling merupakan suatu kesatuan yang terpadu, harmonis, dan dinamis.
  • Menyediakan prasarana, tenaga, dan berbagai kemudahan bagi terlaksananya pelayanan bimbingan dan konseling yang efektif dan efisien.
  • Melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap perencanaan dan pelaksanaan program, penilaian dan upaya tidak lanjut pelayanan bimbingan dan konseling.
  • Mempertanggungjawabkan pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah.
  • Memfasilitasi guru pembimbing/konselor untuk dapat mengembangkan kemampuan profesionalnya, melalui berbagai kegiatan pengembangan profesi.
  • Menyediakan fasilitas, kesempatan, dan dukungan dalam kegiatan kepengawasan yang dilakukan oleh Pengawas Sekolah Bidang BK.
2. Peran Guru Mata Pelajaran
Di sekolah, tugas dan tanggung jawab utama guru adalah melaksanakan kegiatan pembelajaran siswa. Kendati demikian, bukan berarti dia sama sekali lepas dengan kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling. Peran dan konstribusi guru mata pelajaran tetap sangat diharapkan guna kepentingan efektivitas dan efisien pelayanan Bimbingan dan Konseling di sekolah. Bahkan dalam batas-batas tertentu guru pun dapat bertindak sebagai konselor bagi siswanya. Wina Senjaya (2006) menyebutkan salah satu peran yang dijalankan oleh guru yaitu sebagai pembimbing dan untuk menjadi pembimbing yang baik, guru harus memiliki pemahaman tentang anak yang sedang dibimbingnya. Sementara itu, berkenaan peran guru mata pelajaran dalam bimbingan dan konseling, Sofyan S. Willis (2005) mengemukakan bahwa guru-guru mata pelajaran dalam melakukan pendekatan kepada siswa harus manusiawi-religius, bersahabat, ramah, mendorong, konkret, jujur dan asli, memahami dan menghargai tanpa syarat. Prayitno (2003) memerinci peran, tugas dan tanggung jawab guru-guru mata pelajaran dalam bimbingan dan konseling adalah :
  • Membantu memasyarakatkan pelayanan bimbingan dan konseling kepada siswa
  • Membantu guru pembimbing/konselor mengidentifikasi siswa-siswa yang memerlukan layanan bimbingan dan konseling, serta pengumpulan data tentang siswa-siswa tersebut.
  • Mengalihtangankan siswa yang memerlukan pelayanan bimbingan dan konseling kepada guru pembimbing/konselor
  • Menerima siswa alih tangan dari guru pembimbing/konselor, yaitu siswa yang menuntut guru pembimbing/konselor memerlukan pelayanan pengajar /latihan khusus (seperti pengajaran/ latihan perbaikan, program pengayaan).
  • Membantu mengembangkan suasana kelas, hubungan guru-siswa dan hubungan siswa-siswa yang menunjang pelaksanaan pelayanan pembimbingan dan konseling.
  • Memberikan kesempatan dan kemudahan kepada siswa yang memerlukan layanan/kegiatan bimbingan dan konseling untuk mengikuti /menjalani layanan/kegiatan yang dimaksudkan itu.
  • Berpartisipasi dalam kegiatan khusus penanganan masalah siswa, seperti konferensi kasus.
  • Membantu pengumpulan informasi yang diperlukan dalam rangka penilaian pelayanan bimbingan dan konseling serta upaya tindak lanjutnya.
3. Peran Wali Kelas
Sebagai pengelola kelas tertentu dalam pelayanan bimbingan dan konseling, Wali Kelas berperan :
  • Membantu guru pembimbing/konselor melaksanakan tugas-tugasnya, khususnya di kelas yang menjadi tanggung jawabnya;
  • Membantu Guru Mata Pelajaran melaksanakan peranannya dalam pelayanan bimbingan dan konseling, khususnya di kelas yang menjadi tanggung jawabnya;
  • Membantu memberikan kesempatan dan kemudahan bagi siswa, khususnya dikelas yang menjadi tanggung jawabnya, untuk mengikuti/menjalani layanan dan/atau kegiatan bimbingan dan konseling;
  • Berpartisipasi aktif dalam kegiatan khusus bimbingan dan konseling, seperti konferensi kasus; dan
  • Mengalihtangankan siswa yang memerlukan layanan bimbingan dan konseling kepada guru pembimbing/konselor.
Sumber:
Abin Syamsuddin Makmun. 2003. Psikologi Pendidikan. Bandung : PT Rosda Karya Remaja.
Prayitno, dkk. 2004. Pedoman Khusus Bimbingan dan Konseling, Jakarta : Depdiknas.
Sofyan S. Willis. 2004. Konseling Individual; Teori dan Praktek. Bandung : Alfabeta
Wina Senjaya. 2006. Strategi Pembelajaran; Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

6 Tips Advokasi Bimbingan dan Konseling

Pekerjaan bimbingan dan konseling kerapkali dipandang sebelah mata oleh orang-orang yang justru memiliki kepentingan dengan bimbingan dan konseling itu sendiri, Misalnya, oleh siswa, guru mata pelajaran, kepala sekolah, para pemegang kebijakan lainnya atau masyarakat. Tidak sedikit mereka yang beranggapan bahwa konselor atau guru BK di sekolah hanya makan gaji buta, tidak jelas kerjanya, atau hanya dianggap sebagai pekerjaan embel-embel saja.
Ungkapan-ungkapan miring semacam itu bisa ditepis jika saja konselor atau guru BK yang bersangkutan dapat menunjukkan kinerjanya sekaligus mampu melakukan advokasi di hadapan mitra-mitra kerjanya di sekolah.
Di bawah ini beberapa tips untuk melakukan advokasi sekaligus untuk meyakinkan berbagai pihak yang berkepentingan dengan bimbingan dan konseling di sekolah.
  1. Tips Advokasi pertama,  pada saat sedang mengikuti rapat, Anda minta waktu untuk berbicara dan pembicaraan Anda difokuskan pada hasil-hasil siswa bukan memaparkan apa yang telah dilakukan konselor. Yang dimaksud dengan hasil – hasil siswa adalah berbagai kemajuan yang dicapai siswa melalui intervensi bimbingan dan konseling, baik dalam bidang akademik, sosio-personal, maupun bidang karier.
  2. Tips Advokasi kedua, dukung pembicaraan Anda dengan data-data, karena data akan lebih berbunyi keras dari pada kata-kata (data speak louder than words), gunakan chart atau grafik untuk menggambarkan hasil-hasil siswa tersebut.
  3. Tips Advokasi ketiga, untuk lebih meyakinkan bisa saja Anda memanfaatkan siswa untuk berbicara dalam forum mewakili kepentingan Bimbingan dan Konseling atau konselor, dengan menceritakan kisah sukses (success story) mereka atas bantuan layanan bimbingan dan konseling yang telah diterimanya.
  4. Tips Advokasi keempat, program bimbingan dan konseling pada dasarnya merupakan investasi siswa di sekolah tersebut, oleh karena itu konselor dituntut dapat menunjukkan pengembalian investasi tersebut dalam bentuk hasil-hasil siswa tersebut
  5. Tips Advokasi kelima, bertindak layaknya seorang ”politisi” yang aktif melakukan berbagai lobby dan berkomunikasi dengan seluruh mitra kerja yang ada sehingga kepentingan bimbingan dan konseling dapat terwakili dalam setiap keputusan atau kebijakan di sekolah.
  6. Tips Advokasi keenam, ciptakan akuntabilitas kerja melalui laporan hasil bimbingan dan konseling, baik laporan harian, bulanan, atau tahunan.
Tentu masih banyak cara lain yang bisa ditempuh untuk meyakinkan orang-orang tentang keberadaan layanan bimbingan dan konseling di sekolah,khususnya kepada orang-orang yang memiliki pemahaman keliru tentang kehadiran Bimbingan dan Konseling di sekolah.

Advokasi dalam Layanan Bimbingan dan Konseling

Kompetensi Advokasi Guru BK
Sebelum memaparkan lebih jauh tentang advokasi dalam layanan Bimbingan dan Konseling, terlebih dahulu mari kita lihat gagasan tentang pergerakan paradigma bimbingan dan konseling  yang disampaikan Carol A. Dahir dan Carolyn B. Stone (Moh. Surya, 2012) dalam tabel di bawah ini:
MASA LALU MASA KINI MASA DEPAN
Layanan konseling sekolah di abad 20:  Transformasi konseling sekolah dengan visi baru praktik proaktif: Program konseling yang intensional dan bertujuan, terpadu dengan program pendidikan:
  • Counseling
  • Counsultation
  • Coordination:
  • Counseling
  • Consultation
  • Coordination
  • Leadership
  • Advocacy
  • Teaming and Collaboration
  • Assesment and use of data
  • Technology
  • Counseling
  • Consultation
  • Coordination
  • Leadership
  • Social justice advocacy
  • Teaming and collaboration
  • Assesment and use of data
  • Technology
  • Acountability
  • Cultural mediation
  • Systemic change agent
Pemikiran Carol A. Dahir dan Carolyn B. Stone di atas memberi gambaran bahwa advokasi merupakan bagian penting dari konsep dan praktik layanan bimbingan dan konseling pada masa kini dan pada masa yang akan datang. Berkenaan dengan Advokasi dalam layanan Bimbingan dan Konseling, Fred Bemak mengatakan bahwa: “Advocacy is not an adjunct piece; it’s a core, fundamental piece of any counseling we do with anybody” (Laurie Meyer, 2014). Sementara itu, Myers, et. al (Christine E. Murray and Amber L. Pope, 2010) mengemukakan bahwa advokasi bagi seorang guru BK/Konselor merupakan “a professional imperative“.

Dalam tulisannya yang berjudul “Advocacy and the Professional School Counselor“, Sue Farran (2014) menyoroti tentang implementasi advokasi bahwa advokasi bukanlah sekedar mengajukan berbagai tuntutan dan “berteriak-teriak tak menentu”, melainkan sebagai upaya berbagi (sharing) peran antara guru BK/konselor dengan para guru, administrator, komite sekolah, dan legislator. Kepada mereka, kita menunjukkan bagaimana kita dapat membantu mereka untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan.
Upaya advokasi membutuhkan pengetahuan dan keterampilan khusus. American Counseling Association (ACA) telah merumuskan domain Kompetensi Advokasi Konselor di Amerika, yang divisualisasikan dalam gambar di bawah ini:
Gambar di atas menunjukkan bahwa ranah kompetensi advokasi konselor mencakup tiga wilayah yang merentang dari tataran mikro sampai dengan tataran makro:
  1. Konseli/Peserta didik, terdiri dari: (a) pemberdayaan konseli/peserta didik; dan (b) advokasi konseli/peserta didik.
  2. Sekolah/masyarakat, terdiri dari: (a) kolaborasi komunitas dan (b) advokasi sistem.
  3. Arena publik, terdiri dari: (a) informasi publik dan (b) advokasi politik/sosial.
(Penjelasan lebih lanjut dapat dilihat dalam tautan ini: Domain Kompetensi Advokasi).
Berkaitan dengan kebijakan Bimbingan dan Konseling di Indonesia, dalam Permendikbud No. 111 Tahun 2014 tentang Layanan Bimbingan dan Konseling disebutkan bahwa advokasi adalah layanan bimbingan dan konseling yang dimaksudkan untuk memberi pendampingan peserta didik/konseli yang mengalami perlakuan tidak mendidik, diskriminatif, malpraktik, kekerasan, pelecehan, dan tindak kriminal.

Meski dalam Permendikbud No. 111 Tahun 2014 kita hanya mendapatkan informasi yang amat terbatas tentang advokasi, tetapi diharapkan dalam implementasinya, Guru BK/Konselor mampu memaknai dan menterjemahkannya lebih jauh lagi. Dalam arti, Guru BK mampu melaksanakan advokasi pada tataran mikro maupun makro. Guru BK/Konselor seyogyanya mampu: (1) memberdayakan peserta didik (konseli) dengan membantu mereka membangun keterampilan advokasi, (2) melakukan upaya negosiasi  yang relevan guna membantu peserta didik (konseli) mengakses sumber daya, (3) membangun hubungan kolaboratif dengan lembaga masyarakat yang relevan guna mengatasi berbagai tantangan, (4) melaksanakan gagasan advokasi pada level sistem, (5) mengkomunikasikan informasi yang relevan kepada publik, dan (6) melibatkan diri dalam kegiatan advokasi sosial/politik.

Kesuksesan Guru BK/Konselor dalam melaksanakan advokasi, selain memberi dampak terhadap kesejahteraan dan keadilan bagi peserta didik dan lingkungannya, juga dengan sendirinya akan membantu meningkatkan kepercayaan publik terhadap layanan Bimbingan dan Konseling dan sekolah, terhadap profesi Guru BK/Konselor secara keseluruhan dan tentu saja terhadap Guru BK/Konselor yang bersangkutan, bahwa dirinya adalah seorang yang profesional.
If we don’t promote ourselves, we will be gone. Need to help ourselves first if we are to be there to help our students” demikian nasehat dari Sue Farran kepada kita, para Guru BK/Konselor.

Permendikbud Nomor 24 Tahun 2016 Tentang Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) Kurikulum 2013 SD, SMP, SMA



Menciptakan Iklim Sekolah yang Aman dan Nyaman dengan 5 Permendikbud

Menciptakan Iklim Sekolah yang Aman dan Nyaman dengan 5 Permendikbud
Bagaimana menciptakan iklim sekolah yang aman dan nyaman. Adapun yang menjadi prinsip atau landasan untuk menciptakan atmosfer tersebut adalah dengan 5 (lima) Permendikbud. Sudah menjadi maklum bahwa dalam kehidupan ini kita dituntut untuk terus berjalan bahkan jika diperlukan harus berlari. Karena kehidupan ini tidak akan berubah ketika kita hanya diam dan tidak melakukan inovasi-inovasi yang sistematis.

Berhubungan dengan bagaimana menciptakan iklim sekolah yang aman dan nyaman, kita sadari bahwa setiap individu, organisasi, bahkan lembaga pendidikan pasti memiliki tugas dan tanggung jawab yang harus diimplemtasikan untuk mencapai tujuannya. Dalam hal ini sekalah dengan seluruh perangkat-perangkatnya dari mulai kepala sekolah, tenaga pendidik dan kependidikan, sampai pada penjaga sekolah juga harus melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya untuk menciptakan iklim sekolah yang aman dan nyaman. Oleh karena itu, pemerintah membuat peraturan atau rambu-rambu yang harus sekolah aplikasikan berupa Permendikbud mengenai hal tersebut. Rambu-rambu ini dimaksudkan tidak lain hanya untuk mensupport keberhasilan siswa dalam belajar.

Ide tentang sekolah yang efektif sebagian muncul sebagai reaksi dan tantangan terhadap tuduhan bahwa madrasah atau sekolah dan guru bukanlah merupakan faktor penentu keberhasilan siswa (Creemers dan Reezigt, 1996; Reynolds, 1985). Jurnal-jurnal penelitian pendidikan tahun 60-an dan pertengahan 70-an secara umum memuat hasil penelitian yang menunjukkan bahwa kamampuan kognitif dan prestasi siswa lebih bergantung kepada kemampuan intelektual bawaan dan latar belakang keluarga ketimbang guru dan sekolah tempat mereka belajar. Tetapi studi ulang mendalam terhadap jurnal-jurnal tersebut menunjukkan sebaliknya. Lalu peraturan atau rambu-rambu apa saja yang pemerintah buat sebagai usaha untuk menciptakan iklim sekolah yang aman dan nyaman itu? Berikut ini 5 Permendikbud sebagai prinsip menciptakan sekolah yang aman dan nyaman

Prinsip Menciptakan Sekolah Aman dan Nyaman

Setidaknya ada lima regulasi yang dikeluarkan Kemendikbud untuk mendukung terciptanya suasana sekolah yang aman, nyaman, dan menyenangkan. Regulasi tersebut berupa Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) yang dikeluarkan pada tahun 2015 dan 2016.
Kelima Permendikbud yang diterbitkan untuk mewujudkan sekolah aman dan nyaman adalah Permendikbud No. 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti, Permendikbud No. 64 Tahun 2015 tentang Kawasan Tanpa Rokok di Lingkungan Sekolah, Permendikbud No. 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan, Permendikbud No. 8 Tahun 2016 tentang Buku yang Digunakan oleh Satuan Pendidikan, dan Permendikbud No. 18 Tahun 2016 tentang Pengenalan Lingkungan Sekolah Bagi Siswa Baru.
 
 
Permendikbud No. 23 Tahun 2015 mengatur tentang kegiatan sehari-hari di sekolah yang harus diterapkan, antara lain membaca buku non-pelajaran sekitar 15 menit sebelum jam pelajaran pertama dimulai, dan menyanyikan lagu Indonesia Raya dan/atau satu lagu wajib nasional saat memulai pelajaran, serta mengakhiri pelajaran dengan menyanyikan lagu daerah.
Permendikbud No. 64 Tahun 2015 tentang Kawasan Tanpa Rokok di Lingkungan Sekolah bertujuan untuk menciptakan lingkungan sekolah yang bersih, sehat, dan bebas rokok. Untuk mendukung kawasan tanpa rokok di lingkungan sekolah, sekolah wajib memasang tanda kawasan tanpa rokok di lingkungan sekolah. Kepala sekolah juga wajib menegur dan/atau memperingatkan dan/atau mengambil tindakan terhadap guru, tenaga kependidikan, dan peserta didik yang merokok di sekolah.
Permendikbud No. 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan dimaksudkan untuk menciptakan kondisi proses pembelajaran yang aman, nyaman, dan menyenangkan, serta menghindarkan semua warga sekolah dari unsur-unsur atau tindakan kekerasan. Permendikbud ini juga mengatur sanksi yang bisa dikenakan terhadap peserta didik yang melakukan tindakan kekerasan, atau sanksi terhadap satuan pendidikan dan kepala sekolah, jika masih terdapat praktik kekerasan di lingkungan sekolahnya. Selain itu, sekolah juga diwajibkan memasang papan layanan pengaduan tindak kekerasan pada serambi satuan pendidikan yang mudah diakses oleh peserta didik, orang tua/wali, guru/tenaga kependidikan, dan masyarakat.
Permendikbud No. 8 Tahun 2016 tentang Buku yang Digunakan oleh Satuan Pendidikan, mengatur agar buku yang digunakan di sekolah memuat Informasi tentang pelaku penerbitan pada bagian akhir buku, ayitu berupa informasi tentang Penulis, Editor, Illustrator, Penelaah, Konsultan, Reviewer, dan Penilai yang antara lain meliputi: nama lengkap, gelar akademis, riwayat pendidikan, alamat kantor atau alamat rumah, nomor telepon kantor dan/atau telepon genggam, akun facebook, dan alamat posel (email).
Dan yang terbaru adalah Permendikbud No. 18 Tahun 2016 tentang Pengenalan Lingkungan Sekolah Bagi Siswa Baru. Permendikbud ini khusus mengatur tentang larangan tindakan perploncoan yang kerap terjadi di masa orientasi siswa saat tahun pelajaran baru dimulai.

Demikianlah ulasan mengenai Menciptakan Iklim Sekolah yang Aman dan Nyaman dengan 5 Permendikbud. Semoga bisa dipahami dan diimplementasikan sekolah dalam rangka menciptakan sekolah yang aman dan nyaman guna mendukung keberhasilan belajar siswanya.

Sabtu, 06 Agustus 2016

Pandemi Pendidikan : Menyontek

Menyontek adalah satu istilah yang begitu terkenal dalam dunia pendidikan zaman sekarang. Mulai dari Anak Sekolah dasar hingga mahasiswa pascasarjana banyak yang terjerat dalam penyakit yang mematikan intelektualitas dan karakter ini. Untuk Indonesia, kecilnya angka kejujuran di UNAS seolah menjadi tanda-tanda bahwa menyontek adalah bencana nasional. Darurat nasional sepertinya harus segera diberlakukan.
Menyontek bukan hanya bencana nasional, namun telah menjadi pandemi atau bencana internasional. Seperti misalnya di Amerika Serikat, berdasarkan laporan penelitian yang dilakukan Profesor Donald McCabe dari Rutgers University pada tahun 2005, ditemukan bahwa 70% dari siswa SMA sampel penelitiannya ternyata sering melakukan menyontek dalam ujian. Kemudian 60% menyatakan sering mengopi (plagiasi) tugas-tugas artikel atau makalah. 
Kasus di Inggris yang menghebohkan adalah laporan mengenai 50.000 mahasiswa (dalam tiga tahun) tertangkap menyontek. Adapun angka menyontek tertinggi terdapat pada University of Kent. Disusul kemudian oleh University of Westmenster.
Peristiwa menyontek di ujian dan plagiasi menjadi semakin parah dengan semakin canggihnya teknologi informasi. Internet dan smartphone, dengan ukuran mini dapat menjangkau berbagai macam informasi dari seluruh dunia dengan cepat. Hal ini diperparah, terutama di daerah pinggiran, oleh kemampuan guru untuk beradaptasi dengan teknologi masih kalah dari siswa.
Mengapa ketidakjujuran akademik alias menyontek dilakukan? Sebuah penelitian psikologi yang dilakukan oleh Charles Drake pada tahun 1941 dan 1969 menyebutkan bahwa sebab utama aktivitas menyontek adalah tekanan dan rasa takut untuk gagal. Tekanan dan rasa takut pada anak-anak sekolah biasanya didapatkan dari orang tua yang kurang mengerti kondisi anak dan memberi mereka target yang tidak sesuai.
Tuntutan yang tidak realistis dari orang tua dapat menyebabkan anak menyontek
Bagi orang yang sudah lebih dewasa, kemungkinan menyontek bukan lagi berasal dari tekanan orang tua. Bisa jadi karena menyontek telah menjadi kebiasaan, pengaruh teman-teman sesama mahasiswa, keinginan berprestasi namun tidak mampu-malas dan juga peluang besar untuk melakukannya. Tentu saja sebab-sebab dari dalam diri sendiri lebih besar pengaruhnya daripada sebab-sebab eksternal seperti teman dan kesempatan.
Rujukan:
https://en.wikipedia.org/wiki/Cheating
http://www.independent.co.uk/student/news/uk-universities-in-plagiarism-epidemic-as-almost-50000-students-caught-cheating-over-last-3-years-a6796021.html

Pertanyaan untuk Pemahaman Siswa

Komunikasi merupakan kunci pembelajaran. Berbagai kemampuan atau keterampilan diajarkan oleh guru kepada siswa melalui proses komunikasi. Bagaimana partisipasi siswa dalam komunikasi di kelas menunjukkan kualitas pembelajaran. Semakin tinggi partisipasi siswa untuk berkomunikasi secara positif di dalam pembelajaran merupakan salah satu indikator bahwa proses pembelajaran telah berjalan dengan baik.
 
Guru Bertanya saat Pembelajaran
(Sumber: Cooper, 2011)
 
Siswa seringkali tidak berani untuk aktif di kelas. Untuk itulah guru harus memancing prtisipasi mereka. Guru harus pandai menyelipkan pertanyaan-pertanyaan dalam aktivitas mengajarnya. Melalui pertanyaan yang dilontarkan itu diharapkan siswa akan menjawab, berpendapat, menyanggah pendapat yang lain atau bahkan muncul pertanyaan lanjutan. Jika hal tersebut terjadi, maka kelas akan ramai, artinya partisipasi siswa dalam pembelajaran akan tinggi.
Berdasarkan penelitian yang banyak dilakukan, diperoleh temuan bahwa guru telah banyak menggunakan pertanyaan di dalam pembelajaran. Namun sayangnya, pertanyaan sebagian besar masih didominasi oleh pertanyaan tingkat rendah. Yaitu pertanyaan yang hanya mendorong siswa untuk mengingat atau menghafal materi yang telah disampaikan sebelumnya. Masih jarang guru menggunakan pertanyaan-pertanyaan tingkat tinggi, artinya pertanyaan yang mendorong siswa untuk berpikir. 
Contoh-contoh pertanyaan tingkat rendah adalah apa nama bagian bunga yang berfungsi untuk menarik serangga untuk hinggap? Siapa pencetus teori evolusi? atau jelaskan apa yang dimaksud dengan proses fotosintesis! Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut siswa hanya butuh mengingat kembali apa yang telah disampaikan sebelumnya oleh guru atau apa yang telah ia baca di buku.
Untuk mengetahui pemahaman siswa sebaiknya guru tidak hanya menggunakan pertanyaan-pertanyaan tingkat rendah. Variasi pertanyaan dibutuhkan untuk memperoleh gambaran mengenai pemahaman siswa, apakah mereka hanya dapat menghafal atau telah memahami materi secara mendalam. Tentu saja yang paling parah adalah mereka yang untuk mengingat materi pun tidak bisa. 
Beberapa contoh pertanyaan tingkat tinggi antara lain, Mengapa para petani mengganti tanaman mereka seiring dengan pergantian musim? atau Bagaimana kondisi hewan-hewan di kepulauan galapagos dapat mengarahkan Darwin menyusun teori evolusi? Pertanyaan-pertanyaan seperti itu membuat siswa harus menggabung beberapa informasi dan mengolahnya sebelum dapat menjawab pertanyaan. Jawaban tidak dapat langsung siswa sampaikan hanya dengan mengingat suatu informasi. Kecuali tentu saja pertanyaan tersebut telah pernah dibahas dan siswa hanya mengulangi jawabannya.
Untuk memancing partisipasi siswa, sebaiknya pertanyaan dibuat menarik dan bervariasi. Misalnya dengan menghubungkan teori dan kasus terbaru yang terjadi di sekitar siswa. Penggunaan gambar atau benda-benda nyata kemudian memberi pertanyaan terkait dengan gambar atau benda nyata tersebut juga dapat memancing lebih banyak partisipasi.
Satu hal yang perlu diperhatikan guru ketika menggunakan pertanyaan tingkat tinggi adalah mengetahui level kemampuan dan pengetahuan siswa. Pertanyaan yang diberikan sebaiknya tidak terlalu mudah sehingga membuat siswa tidak tertarik, namun juga tidak terlalu sulit sehingga siswa stres dan malas untuk ikut berpartisipasi. Menurut Vygotsky, pertanyaan sebaiknya diberikan berada pada zona perkembangan proksimal (setingkat di atas pengetahuan siswa, namun masih mungkin untuk mereka upayakan).
Buku Rujukan:
Cooper, James M. 2011. Classroom Teaching Skill. Edisi Sembilan. Belmont: Wadsworth Cengage Learning

Ciri-ciri Sekolah yang Baik menurut William Glasser

"Anak-anak bermasalah kedisiplinan tidak akan muncul di sekolah atau kelas yang dapat memenuhi kebutuhan mereka" (Gough, 1987).

Ketika sebuah sekolah telah menyediakan sebagian besar kebutuhan psikologis siswa maka kecil kemungkinan bagi mereka untuk secara sengaja melakukan pelanggaran-pelanggaran kedisiplinan. Demikian pula akhirnya guru menjadi tidak terlalu stres oleh permasalahan manajemen kelas. 
Kita bayangkan saja sebuah tembat berbelanja yang telah mencukupi berbagai kebutuhan para konsumennya, maka kondisi tempat tersebut akan relatif tenang dan tanpa kegaduhan. Namun jika kebutuhan-kebutuhan tertentu tinggal sedikit sementara pembelinya banyak maka kegaduhan bahkan konflik akan muncul. 
Bagaimana sekolah yang bagus itu? Glasser menyatakan dengan ringkas bahwa sekolah yang bagus adalah tempat dimana hampir semua siswa yakin jika mereka mengerjakan tugas-tugas dan aktivitas yang diberikan maka itu akan memenuhi kebutuhan atau keinginan mereka, sehingga perasaan itu akan terus mempertahankan mereka untuk beraktivitas.
Selanjutnya Glasser juga memaparkan beberapa ciri penting dari sekolah yang bagus seperti pada definisinya di atas.
  1. Hampir semua anggota sekolah, terutama orang-orang dewasa, bersikap sopan. Semakin dewasa semakin menunjukkan kesopanan.
  2. Sering terdengar suara tawa yang muncul karena keasyikan dalam aktivitas-aktivitas belajar atau mengajar mereka (jadi yang menikmati bukan hanya siswa namun juga para guru).
  3. Pengajaran dipraktikkan, tidak hanya disampaikan atau dinasehatkan. Pengajaran pada aspek akademik atau moral tidak hanya bersifat teoretis tetapi langsung diterapkan dalam kenyataan. Aturan di sekolah dibentuk bersama, bukan bersifat pemaksaan sepihak.
  4. Struktur sekolah secara aktif mendukung dan berpartisipasi dalam upaya-upaya untuk menumbuhkan kedisplinan dan tanggung jawab.
Keceriaan guru dan siswa dalam aktivitas belajar-mengajar adalah salah satu ciri sekolah yang baik
Buku Rujukan:
Tauber, Robert T. 2007. Classroom Management, Sound Theory and Effective Practice. Westport: PRAEGER

Teori Manajemen Jacob Kounin untuk Pengelolaan Kelas

Salah satu teori manajemen kelompok yang sangat berpengaruh bagi para pendidik adalah teori manajemennya Jacob Kounin (seorang ahli psikologi pendidikan asal Ohio, Amerika Serikat). Dalam teori ini suatu kelompok (kelas dimana guru mengajar) dianggap sebagai suatu kelompok sosial kecil, dimana setiap interaksi yang terjadi akan selalu berpengaruh terhadap keseluruhan anggota kelompok. Agar kelas dapat berjalan dan mencapai tujuan-tujuannya maka seorang guru harus menunjukkan karakter sebagai seorang pemimpin yang baik.
Lima karakter kelas berdasarkan teori Kounin adalah sebagai berikut:
1. Menghindari kebosanan siswa
2. Transisi antara satu tugas dengan aktivitas yang lain berjalan halus
3. Semua siswa tetap fokus (konsentrasi)
4. Guru mengetahui kejadian di seluruh kelas.
5. Guru sadar bahwa interaksi dengan setiap siswa akan berpengaruh terhadap keseluruhan siswa
Menghindari situasi yang membosankan, guru diharapkan menggunakan metode atau media pengajaran yang bervariasi. Ketika siswa terlibat di dalam suatu pembelajaran yang menyenangkan serta mereka ketahui manfaatnya (bermakna) biasanya sangat jarang muncul permasalahan perilaku siswa di dalam kelas. Kecepatan mengajar juga perlu diperhatikan, berdasarkan banyak penelitian lebih baik pembelajaran berjalan agak cepat dari pada terlalu lambat. Namun transisi aktivitasnya harus berjalan dengan halus, artinya tidak tergesa-gesa dan sistematis.
Siswa tetap fokus umumnya ketika mereka berada dalam aktivitas pembelajaran. Ketika aktivitas telah selesai, atau menunggu aktivitas berikutnya, umumnya permasalahan-permasalahan perilku akan muncul. Oleh karena itu berbagai aktivitas belajar yang telah direncanakan guru sebaiknya tidak menyediakan terbanyak banyak waktu kosong atau menunggu.
Guru sebagai pemimpin yang baik juga mengetahui berbagai kejadian di setiap sudut kelasnya. Jangan sampai ada bagian yang terabaikan. Kounin menyatakan bahwa keterampilan ini membuat guru seperti memiliki mata di bagian belakang kepalanya. Ketika terjadi suatu permasalahan di salah satu bagian kelas, ia cepat tanggap dan segera melakukan penyelesaian sebelum masalah menjadi tambah serius.
Guru harus sadar bahwa setiap interaksi yang ia lakukan dengan salah seorang siswa akan berpengaruh terhadap siswa yang lain. Oleh karena itu ketika menegur atau menyelesaikan permasalahan yang dilakukan oleh salah seorang siswa, guru melakukannya dengan adil, tegas namun tidak mendatangkan dendam.

 Dengan demikian semua siswa di dalam kelas akan mendapatkan pelajaran yang baik dari peristiwa tersebut. Demikian pula ketika guru memberikan pujian atau penghargaan kepada salah seorang siswa, secara psikologis hal tersebut juga mempengaruhi siswa-siswa lain.

4 Langkah Cara Efektif Guru Menyampaikan Materi Pelajaran Agar Siswa Cepat Mengerti dan Paham


Menjadi seorang guru memang banyak tuntutan selain di tuntut disiplin juga guru harus memiliki keterampilan yang baaik dalam menjelaskan materi pelajaran , agar siswa dapat memahami materi yang di sampaikan . 
Menyampaikan (presenting) materi pelajaran adalah salah satu tugas pokok guru sehari-hari. Keterampilan-keterampilan tertentu seperti keterampilan berkomunikasi, menggunakan media dan penguasaan materi pembelajaran menentukan kualitas penyampaian materi. Selain itu, berdasarkan penelitian, terdapat beberapa langkah utama yang harus  diperhatikan guru untuk menyampaikan materi pelajaran dengan baik. Terdapat empat langkah yang akan diuraikan dalam tulisan ini: memperoleh perhatian siswa, menyampaikan advance organizer, menyampaikan materi pelajaran dan mengecek pemahaman siswa.
 
 
1. Memperoleh Perhatian Siswa
Perhatian adalah kunci bagi masuknya setiap informasi ke dalam pikiran seseorang. Oleh karena itu guru harus memastikan bahwa siswa telah cukup berkonsentrasi pada pelajaran sebelum ia mulai mengajar. Menyampaikan tujuan pembelajaran merupakan salah satu cara yang umum dipakai oleh guru untuk fungsi memperoleh perhatian. Perlu diingat bahwa menyampaikan tujuan harus membuat siswa tertarik atau merasa bahwa yang akan guru sampaikan adalah sesuatu yang penting. Menyampaikan tujuan ala kadarnya tidak cukup berpengaruh pada perhatian mereka. Siswa dapat berpura-pura memperhatikan namun sebenarnya pikirannya masih terbang ke berbagai penjuru.
Hal lain yang juga dapat dilakukan adalah dengan menagarahkan siswa untuk benar-benar menyiapkan diri untuk belajar. Misalnya dengan mengecek peralatan belajar yang sesuai untuk materi pelajaran tersebut. Hal-hal lain yang dapat mengganggu konsentrasi sebaiknya diminta untuk disimpan. 

2. Menyampaikan Advance Organizer
Advance organizer adalah sesuatu yang dapatkan menggambarkan materi yang akan disampaikan oleh guru secara sederhana. Hal ini akan mempermudah pikiran siswa untuk membayangkan secara garis besar apa yang bakal ia terima dari guru. Sebaiknya advanve organizer diambil dari sesuatu yang telah diketahui oleh siswa sebelumnya, sangat baik jika sesuatu itu telah akrab dalam kehidupan sehari-hari mereka.
 
 
Contoh dari advancer organizer adalah dengan menggunakan permisalan (analogi) atau cerita yang siswa kenali dalam kehidupan sehari-hari yang dapat menggambarkan materi. Semisal guru IPA yang akan menjelaskan sel awalnya menceritakan (bisa juga menunjukkan gambar) bagaimana struktur bangunan baik rumah, kantor, sekolah dan masjid di sekitar siswa. Diceritakan bahwa sebenarnya aneka bangunan itu disusun dari batu bata dan semen yang bentuknya mirip. Ratusan atau bahkan ribuan batu bata ternyata dapat menjadi berbagai bangunan dengan bentuk yang beraneka macam. Seperti itu juga dengan sel-sel yang menyusun berbagai jenis mahluk hidup.
3. Menyampaikan Materi Pelajaran
Langkah ini adalah inti dari proses yang kita pelajari. Walaupun demikian perlu diperhatikan bahwa keberhasilan langkah ini sangat ditentukan oleh berfungsinya langkah-langkah yang lain. Beberapa aspek yang menjadi kuci dari proses penyampaian materi pembelajaran adalah kejelasan, penggunaan contoh, adanya transisi dan juga antusiasme guru.
Kejelasan dari pemaparan materi, dimulai dari penguasaan guru akan materi yang disampaikan. Perencanaan yang baik akan menghasilkan penyampaian yang lebih teratur. Pengaturan volume suara, kecepatan bicara, serta pemilihan kata-kata yang dimengerti siswa akan lebih memperjelas materi. Salah satu cara yang dapat meningkatkan kejelasan guru dalam menyampaikan materi adalah latihan.
Penggunaan contoh akan membuat siswa lebih memahami materi yang disampaikan. Sebaiknya digunakan contoh-contoh yang sesuai dengan kehidupan sehari-hari siswa (kontekstual). Jika guru hanya menggunakan buku teks apa adanya, seringkali buku teks disusun oleh seorang ahli dari tempat lain sehingga contoh-contoh yang disajikan juga sangat berbeda dengan kehidupan siswa di sekolah itu.
Transisi adalah jeda antar ide atau pokok bahasan. Transisi digunakan untuk memberi kesempatan pada siswa memahami suatu pokok pembahasan sebelum berlanjut ke pokok bahasan selanjutnya. Selama transisi guru dapat kembali mengulangi atau mengingatkan kesimpulan dari pokok bahasan yang baru disampaikan. 
Antusias menunjukkan semangat guru untuk mengajar. Senyum dan wajah yang menunjukkan semangat akan memberi kesan positif pada diri siswa. Apalagi jika secara tepat guru dapat memberi humor yang tidak mengganggu konsentrasi siswa, maka pembelajaran akan lebih menyenangkan. Jangan menuntut semangat belajar siswa jika di sisi lain guru justru tidak menunjukkan semangat mengajar.
4. Mengecek Pemahaman Siswa
Mengecek pemahaman siswa setelah penyampaian materi sebaiknya tidak ditanyakan secara langsung, "apakah kalian sudah paham?" Tentu saja jawaban siswa sebagian besar, "pahaaam!" Paling tidak guru memberikan pertanyaan terkait dengan ide-ide utama materi yang baru saja ia sampaikan. Akan lebih baik jika ternyata di antara siswa juga ada yang berani mengajukan pertanyaan.
Teknik lain adalah dengan meminta siswa untuk menyimpulkan materi secara bergantian. Sebelum akhirnya guru juga menyimpulkan di sesi paling akhir.

DISETUJUI PRESIDEN, MENDIKBUD BAKAL MEMBATASI SISTEM TES PILIHAN GANDA


Berita seputar perkembangan dunia pendidikan kembali kami perbaharui dan kami bagikan secara terupdate kepada seluruh rekan pengunjung khususnya rekan-rekan guru sebagai tenaga pengajar dan pendidik yang profesional di dalam satuan pendidikan formal. Penggunaan sistem tes pilihan berganda (multiple choice) yang selama ini diterapkan ternyata member dampak negatif dan menunda kecerdasan siswa. Untuk itu Kemendikbud akan membatasi dan mengontrol secara ketat penggunaan sistem tersebut. 

“Saya jujur saja, saya minta maaf bagi yang merasa pro multiplechoice. Saya awalnya khawatir Pak Presiden tidak setuju, ternyata tidak. Di luar dugaan saya dan saya bersyukur Presiden dapat memahami dampak buruk sistem tersebut pada anak didik,”kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Prof Dr Muhadjir Effendy dalam jamuan makan malam bersama 230 peserta Rakernas Asosiasi Lembaga Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (LPTK )Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) Se- Indonesia, di Rumah Dinas Gubsu Jalan Sudirman Medan, Selasa (2/8) malam.
Hadir gubernur diwakili Sekdaprovsu Hasban Ritonga, Rektor UMSU Dr Agussani, M.AP, Plt Kadis Pendidikan Sumut Arsyad Lubis dan beberapa pejabat Pemprov. Ketua Majelis Dikti PP Muhammadiyah Prof Dr Lincolin Arsyad, Bendahara PP Muhammadiyah Prof Siyah Suyatno, M.Pd serta Ketua AsosiasiLPTK PTM Prof Dr Harun Joko Prayitno.
Mendikbud hadir untuk bertemu dan berbicara tentang pendidikan di hadapan peserta Rakernas LPTK dan Seminar Nasional Tentang Pendidikan Berkemajuan dan Menggembirakan, dimana UMSU sebagai tuan rumah bekerjasama dengan Majelis Dikti dan Universitas Muhammadiyah Surakarta pada acaranya yang berakhir Kamis (4/8) ini.
Mendikbud hanya sempat hadir saat jamuan makan malam dan hanya sempat mengunjungi rumah dinas Gubsu. Esok paginya (3/8) Mendikbud balik ke Jakarta. Sejak dilantik Presiden Jokowi 27 Juli lalu, Mendikbud Prof Muhadjir baru mengunjungi Kota Medan.
Di hadapan pejabat Sumut dan peserta Rakernas,Mendikbud menyinggung Kurikulum 2013 yang harus disertai terobosan pada aspek-aspek yang kreatif, ekspresif dan kemampuan siswa untuk mengapresiasi karya serta tuntutan pengembangan penalaran bagi siswa.
Penggunaan pilihan berganda sudah bias dan kebablasan serta digunakan tidak proporsional yakni hanya untuk mencari enaknya. Yang paling ironi, pilihan berganda disebut tes yang objektif untuk menilai siswa. “Apa betul seperti itu, saya rasa tidak,” katanya.
Apa benar siapapun yang bisa mengerjakan soal dan mendapat score 6 berarti kemampuan mereka (siswa yang menjawab) itu sama? Padahal, kata Mendikbud, ada siswa yang mengerjakan soal pilihan berganda dengan spekulasi, setengah spekulasi dan yang memang betul-betul tahu, mana jawaban yang benar tapi hasilnya bisa hampir sama dengan orang yang tidak tahu. “Di mana letak objektifnya. Berarti pilihan berganda tidak betul objektif.
”Mendikbud mengajak dosen-dosen LPTK di Perguruan Tinggi memikirkan masalah ini sekaligus memberi masukan dan mendorong bagaimana membuat sistem kebijakan yang dapat mencerdaskan anak didik.
Dia menekankan penerapan sistem pilihan berganda ini erat kaitannya dengan kecerdasan, kepribadian siswa dan pembentukan mental serta sikap-sikap positif dalam sistem pembelajaran kita.
Selain itu Mendikbud mengatakan dirinya mendapat tugas khusus dari Presiden Jokowi untuk memperbaiki persoalan kesenjangan dan ketenagakerjaan. Dua program dibidang pendidikan yang difokuskan Kementerian Pendidikan adalah Kartu Indonesia Pintar dan meningkatkan pendidikan kejuruan atau vokasi untuk mendukung ketenaga kerjaan.
Prioritas kesenjangan dan ketenagakerjaan itu menurutnya juga berlaku tidak saja di jajaran menteri pendidikan, namun juga bagi keseluruhan menteri. “Untuk masalah Kartu Indonesia Pintar,satu bulan ini kita akan clearkan. Presiden juga punya gagasan bagus, tapi tidak saya sampaikan sekarang,” katanya.
Untuk vokasi atau pendidikan kejuruan, jelasnya, keinginan presiden harus betul-betul melekat dengan bidang atau lapangan kerja dimana anak didik nantinya bekerja. ”Karena itu saya tidak lagi akan mengejar rasio (jumlah SMK), pokoknya gak usah khawatir, jangan dipaksakan. Apa artinya membangun SMK banyak,untuk mengejar rasio kalau gurunya tidak ada,” terangnya.
Rektor UMSU Dr Agussani,MAP mengapresiasi Mendik bud, meski memiliki jadwal padat setelah dilantik presiden tetapi tetap menghadiri undangan ke Rakernas LPTK PTM dan jamuan makan malam dirumah dinas Gubsu.
Hal sama disampaikan Sekdaprovsu Hasban Ritonga pada acara tersebut. “Kami bersyukur Medan menjadi daerah yang pertama Pak Menteri kunjungi setelah dilantik presiden. 
Pada kesempatan itu Hasban Ritonga melaporkan transisi peralihan SMA dan SMK dari kab/kota menjadi kewenangan provinsi secara otomatis memiliki tantangan dan menjadi pekerjaan rumah untuk mengembangkan dunia pendidikan.
Dia juga berterimakasihk epada Muhammadiyah sebagai salah satu organisasi Islam terbesar yang tidak hanya concern membangun sekolah namun juga kualitas perguruan tinggi seperti UMSU yang sudah populer bagi masyarakat Sumut.
(Sumber : beritasore.com)